Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Romeli Ingin Menjadi Orang Sakti

13 Januari 2025   06:03 Diperbarui: 13 Januari 2025   06:46 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BELAKANGAN situasi perekonomian tidak mendukung. Sulit mencari kerja. Kompetisi usaha kian ketat. Kota metropolitan serupa medan perang persaingan. Siapa kuat, menang.

Kota besar untuk pemilik kuasa dan harta. Tidak untuk yang terperosok ke dalam lubang kemiskinan. Lihat saja, pejabat naik mobil mewah pelat merah menerobos kemacetan berkat arogansi pengemudi motor pembuka jalan. Warga biasa mesti minggir memberikan ruang kepada pelayan rakyat.

Mereka dengan kelimpahan menikmati mulusnya jalan dari dalam mobil berudara dingin dan beruangan senyap. Sebagiannya akan menodongkan senjata demi merebut jalan dari pengguna lainnya.

Sedangkan warga kelas menengah, apalagi menengah bawah, yaitu mereka berpenghasilan pas-pasan untuk membayar cicilan dan biaya-biaya harian penyambung hidup, bersusah payah menerobos macet menggunakan sepeda motor atau mobil sejuta umat, berlari mengejar jadwal angkutan umum.

Sesekali mereka menyatakan kepada dunia semu bahwa sanggup makan mahal di restoran mahal. Padahal, biasa makan siang di warung tenda amigos (agak minggir got sedikit) dekat kantor.

Kalangan di bawah kelas menengah tidak diceritakan di sini. Terlalu banyak menghadirkan air mata bila mengisahkan kehidupan kelompok marginal itu, yang hanya diingat dan diberi bingkisan calon pejabat pada lima tahun sekali.

Romeli berada di kelas menengah bawah. Setiap saat bisa saja terjerembap ke dalam golongan terpinggirkan, berhubung kondisi keuangannya sangat merosot sejak termasuk dalam barisan pengurangan pegawai sebuah perusahaan swasta. Upaya melamar pekerjaan ke berbagai perusahaan hanya menemui gerbang besi tertutup.

"Untuk saat ini tidak ada lowongan kerja," ujar petugas keamanan.

Dengan modal pesangon yang tidak seberapa jumlahnya, pria pengontrak rumah petak di Kampung Melayu itu membuka usaha, mengikuti tren usaha dari mereka yang telah lebih dahulu di-PHK.

Keberhasilan usaha baginya serupa perempuan berpupur terlalu tebal, yang dari tubuhnya berhamburan wangi, agar menarik pelanggan di lampu merah. Romeli memiliki pengalaman nihil untuk bisa mengurai benang kusut usaha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun