Tatang Kendor berpikir, masuk akal juga apa yang di katakan Tince, ia lalu menuju Blok D mencari lelaki yang mau kawin dengannya. Di ajaknya serta Edi Bopeng dan juga Tince. Ia masuk ke ruang sempit di antara perbatasan Blok D dan Blok E, itu adalah ruangan yang biasa digunakan para kuli panggul beristirahat, sungguh bukan rahasia lagi kalau kuli panggul disini adalah orang-orang homo. Dulu mereka lelaki normal seperti pada umumnya tapi keadaan yang membuat mereka berubah.
Mereka dekil, miskin dan tak punya rumah jadi tak ada satupun perempuan yang mau diajak kawin bahkan pelacur pun ogah berhubungan dengan mereka takut kemaluannya menjadi bau seperti bau pasar.
Dalam keadaan yang sangat mengenaskan namun keinginan untuk bercinta semakin terus bertambah besar sampai pada akhirnya salah seorang dari mereka mengusulkan untuk bercinta sesama jenis, meskipun awalnya malu dan jijik tapi kebutuhan nafsu tak mampu ditahan, dan itu terus mereka lakukan sampai sekarang.
"siapa diantara kalian yang mau kawin denganku?" teriak Tatang Kendor
Beberapa kuli panggul yang sedang tiduran kaget buka kepalang melihat Preman pasar sebelah masuk mendadak, terlebih menawarkan diri untuk dikawini. Para kuli panggul saling menatap satu sama lain, berbisik. Mereka ingin menjawab "tak mau" tapi takut untuk mengatakannya.
Bukan mereka tak berselera kawin dengan Tatang Kendor tapi semua kuli panggul disini sudah memiliki pasangan masing-masing dan sebagai homo yang berhati baik tentu saja mereka tak ingin menyakiti perasaan pasangan masing-masing. bagi mereka menghianati pasangan sama saja menyalahi takdir suci yang Tuhan gariskan.
Lama tak diberi jawaban Tatang Kendor menyeret salah satu di antara mereka yang mempunyai tampang lumayan, "kau yang akan kawin denganku". Si kuli panggul gemetar ia ketakutan lalu seseorang berdiri dengan berani.
"jangan, dia itu kekasihku" katanya "jangan pernah berharap kau bisa mengambilnya dariku"
Bukan masalah bagi Tatang Kendor menghadapi kuli panggul, ia lempakan lelaki yang dipilihnya kemudian berjalan menuju orang yang berteriak padanya.
Menghajar dan membantingnya. Namun justru kejadian itu membangkitkan semangat juang para kuli panggul lainnya untuk mempertahankan pasangannya.
Mereka memberikan perlawanan kepada Tatang Kendor. Pertarungan enam belas orang melawan satu, para kuli memukuli Tatang Kendor dengan barang seadanya dari segala arah. Edi Bopeng dan Tince melihat di balik pintu, tak khawatir dengan Bosnya.