Ia teramat sangat rindu pada Suhendar, ia rindu menyiapkan pakaiannya, rindu bau keringatnya, rindu tingkah lucunya, dan rindu belaiannya.
Ketahuilah yang terberat dalam perpisahan bukanlah tentang kepergian karena itu adalah pasti, melainkan membiasakan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang biasa kita lakukan bersamanya yang membuat kita bahagia. Itulah yang dirasakan Nunik, hampa.
Pastilah setan yang selalu disalahkan jika kita melakukan perbuatan buruk, begitu juga yang di lakukan oleh ayahnya Asep.
Ia berdalih jika ia tergoda bujukan setan ketika sedang melihat Nunik menjemur baju di pekarangan belakang.
Mula-mula hanya mengobrol biasa, membicarakan tentang anak, hobi, masakan tapi  lama-kelamaan mulai merambah pada hal yang bersifat pribadi. Katanya, apakah kau tidak rindu di sentuh laki-laki?
Nunik hanya senyum-senyum malu mendengarnya, tapi karena seringnya mereka mengobrol akhirnya cinta tumbuh di antara keduanya.
Setiap pagi selepas anak-anak pergi ke sekolah, diam-diam ayahnya Asep masuk ke rumah Nunik untuk bercinta. Semula Cici tak menaruh curiga sedikit pun karena yang ada di pikirannya sang suami setiap pagi pergi mencari uang, menjalankan tugas sebagai seorang ayah yang baik.
Namun dihari sial, secara tak sengaja Cici melihat suaminya mengenda-endap masuk ke rumah tetangganya. Sekali ia biarkan, dua  kali ia khawatir dan yang ketiga ia panggil Kuwu dan jajarannya untuk menggrebek rumah tetangganya.
Ternyata benar saja mereka sedang asik bercumbu di ranjang tanpa busana. Kuwu yang tak lain ayah dari Nunik merasa malu, ia mengusir Nunik beserta ayahnya Asep. Dan Cici hanya bisa meratap kelakuan suaminya yang rusak.
Asep dan Tatang yang waktu itu tak begitu mengerti dengan keadaan. Yang Tatang tahu bahwa ayah Asep membawa pergi ibunya dan Asep pun sama, yang ia tahu ibu Tatanglah yang membawa pergi ayahnya. Kejadian itu melahirkan kebencian diantara dua orang sahabat, sejak saat itu pula mereka berjauhan dan tak saling tegur sapa.
Persaingan selalu terjadi diantara mereka, meskipun kini mereka tak saling sapa tapi mereka tetap memperhatikan satu sama lain, baik Asep maupun Tatang selalu ingin merasa lebih unggul.