"Sudah selesai Son, pekerjaan rumahmu?"
Sono menjawab dengan mengacungkan tangannya membentuk lingkaran dengan jari telunjuk bertemu dengan ibu jarinya.
"Ayo berangkat! Keburu upacara dimulai kita nggak bisa masuk parkiran sepeda," kata Tono.
Sesaat kemudian terlihat sepasang remaja berseragam putih biru itu memacu sepedanya. Mereka berdua menyusuri jalan tanah berdebu di kampung menuju ke sekolahnya yang kurang lebih hanya berjarak dua kilometer. Mereka agak terburu mengayuh sepedanya hingga beberapa kali akan bersinggungan dengan pengendara sepeda lainnya maupun orang-orang yang sedang beraktivitas di jalan.
"Ton, nanti sore sehabis Ashar ke rumahku. Tadi kakek mengajarku teknik pernafasan baru. Kita berlatih bersama," kata Sono disela-sela memacu sepedanya.Â
"Oke, Son ...."
Tak lama kemudian mereka tiba di parkiran sekolah. Mereka melewati halaman utama dan sudah terlihat mimbar untuk pembina upacara di sana. Terlihat seorang guru dibantu penjaga sekolah mempersiapkan sound sistem. Sono dan Tono memarkir sepedanya dan bergegas masuk ke kelasnya. Sono menuju bangkunya di pojok kiri kelasnya nomor dua dari belakang. Sedangkan Tono menempati bangku di depan meja guru. Seminggu sekali mereka melakukan tukar tempat duduk bergeser ke kiri dari arah meja guru. Dimulai dari bangku depan sebelah kanan yang sekarang ditempati oleh Tono.
"Tumben pendekar kita kesiangan. Sudah di tunggu tuh ... sama sekretaris kelas kita yang cantik," kata seorang teman.Â
"Memangnya ada apa?"
"Tanya sendiri ..." jawab temannya itu sambil berlalu menuju pintu kelas.
Sementara Tono langsung dikerubuti beberapa siswa untuk menanyakan pekerjaan rumahnya. Mereka berdua termasuk anak yang pandai di kelasnya meskipun bertolak belakang sifatnya. Tono siswa pendiam dan terkenal paling sabar. Sedangkan Sono merupakan salah satu siswa paling rame di kelas mereka.