Menjelang sore, ketika warung bik Yah sudah tutup, Reni dengan di temani sahabatnya  Lodi pergi mengunjungi makam mamak. Reni bersimpuh di hadapan batu nisan dan berdoa khusyuk untuk mamak.
Mamak Zubaida almarhumah, satu -satunya orang tua yang dia kenal sejak kecil. Reni memungut tiga kuntum bunga kamboja putih yang gugur tak jauh dari makam itu. Diambilnya bunga itu lalu diletakkan di pusara mamak.
"Mamak, maafkan aku mak. Aku tidak sempat mengucapkan terimakasih untuk semua cintamu padaku selama ini. Aku tahu mak hatimu seputih kuntum - kuntum kamboja ini. Bahkan demi masa depanku mamak rela mengorbankan nyawa, aku sungguh merasakannya mak, merasakan cinta tulus seorang ibu, di balik kegelapan masa lalu hidupmu. Beban beratlah yang membuatmu memilih untuk bekerja seperti yang dulu mamak lakukan. Aku tahu untuk membiayai sekolah kami, bapak Arpan tidak pernah peduli,dan mamaklah yang berjuang dengan segala cara".
Dengan airmata berderai diusapnya batu nisan bertuliskan Zubaida itu. Bibir mungilnya mengucapkan doa tak henti - henti, untuk memohon ampunan Tuhan buat sang mamak.
Dari jauh Lodi menunggu, duduk di salah satu bangunan makam, dia memandang sahabatnya itu dengan mata berkaca-kaca. Sejak mamak meninggal, hubungan persahabatan mereka menjadi seperti saudara.
Perasaan senasib dan semua pengalaman kerasnya hidup sebagai anak terminal membuat mereka berdua semakin dekat. Memang berat perjuangan mereka. Lodi sendiri sampai saat ini hanya bisa mengandalkan pendapatannya dari mengamen. Kadang - kadang ia membantu mencari penumpang untuk angkot.
Lodi bersyukur Reni bisa mendapat pekerjaan di warung soto. Karena Lodi tahu persis, Reni tidak bisa tahan lapar. Berbeda sekali dengan dirinya. Kadang sehari dia harus sudah cukup puas dengan sepiring nasi dengan lauk tahu atau tempe sepotong dan kuah sayur.
Dulu ketika mamak masih hidup dia sering numpang makan di rumah Reni. Meskipun dengan lauk dan sayur sederhana tapi makan teratur sehari tiga kali. Lamunan Lodi buyar, ketika Reni datang menghampiri.
"Lodi, terimakasih ya mau mengantarku. Kita pulang yuk"
"Sama-sama Ren, aku senang bisa menemanimu"
Sambil berjalan keluar dari pemakaman umum itu, mereka membicarakan tentang bapak Arpan.