Mohon tunggu...
Datuak Bandaro Sati
Datuak Bandaro Sati Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Coffee

Secangkir ialah rasa; ribuan cangkir juga rasa. Seberapapun, semua tentang rasa. Warna yang serupa tiada bisa untuk saling membatasi! #CoffeeTime

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

#CoffeeTime Cerita Singkat untuk Mbak Sri

18 Juli 2019   10:32 Diperbarui: 18 Juli 2019   10:39 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu Pukul Sepuluh TigaPuluh, setelah jam kampus selesai aku berencana untuk mengajak gadis itu menyandingkan Kopi kami di meja yang sama. Tapi apa, dia bergegas menuju kelas berikutnya, padahal senggang waktu masih ada beberapa menit lagi menjelang masuk mata Kuliah berikutnya. Batal sudah, mungkin ini belum waktunya.

Planga-plongo, memainkan kepura-puraan dengan beberapa modus, aku bertanya ke sana ke sini tentangnya kepada Utari, Yulia, Sentya. Bisa dikata, aku; bagaikan seorang pujangga yang sedang kehilangan puisi. Namun tak ada yang mengenali secara utuh.

Tanpa terasa, Empat mata kuliah terlewati, Matahari mulai condong ke arah barat, warna matahari pun mulai menjadi merah seperti oranye. Memerah darah, Ufuk barat langit Andalas begitu mempesona senja itu. Bagaimana tidak, ini karya Tuhan, ciptaan-Nya.

Dari lantai Empat Kampus Fakultas Hukum, aku menikmatinya sendiri(dalam hitungan beberapa menit). Tapi di sisi lain tempatku berdiri, juga ada beberapa orang yang mengabadikan Moment tersebut lewat kamera Gadgednya.

Entah kenapa, aku merindukan lagi secangkir Kopi di kantin tempat Linda(Mahasiswi Fakultas Ekonomi) bekerja. Baru dua hari kuliah, tapi aku sudah merasakan indahnya. Apa mungkin karena ada cinta yang tak patut diungkapkan dengan kata-kata? Ups... Linda Mahasiswi Fakultas Ekonomi yang berasai dari Kepulauan "SIPORA" Kabupaten Mentawai. Dua hari Kuliah, sudah kali ke Lima aku meminta dia membuatkan aku Kopi.

Nda, Kopi satu nggak pake Gula ya, ucapku biasanya. Tapi kali ini beda, justru Linda yanmg lebih dulu menyuguhkan kepadaku? Apa bang, aku udah tau katamnya. Kopi satu nggak pake gula kan ya? Hahhaa...sembari tertawa, aku mengiyakan pertanyaannya tersebut.

Disuguhkannya Kopi di Mejaku, lalu aku bertanya kepadanya "Nda, apa bahasa Mentawainya --Kopi satu nggak pake Gula?-" -Linda Menjawab, Kopi Sara Bakakau Gulana-

Dan itulah yang selalu aku ucapkan jika ingin menikmati Kopi di pekan-pekan selanjutnya di kantin kampus ini.

 Dua bulan berlalu menuju tahun baru

 Jum'at siang itu udara tak bersahabat. Desaw angin begitu menyisir ke segala arah. Kami yang ingin belajar di lantai dua pun menikmati gigil yang cukup semu. Namun di arah kanan tempatku duduk, seorang wanita turut mendung seperti cuaca tengah menerawang di balik jendela Kelas, seakan ia dalam jeratan kesedihan yang mendasar. Ia menyapa senyuman dengan kelam.

Apa dia menanti sapa-sapa manja dari seorang aku yang bukan lah kekasihnya(Tanyaku dalam hati)? Hmm...Penuh harap, waktu untuk kami saling berbagi ceritapun dimulai.. Sri, itulah sapaannya sejak memasuki dunia nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun