"Oke deh kalo enggak ngerepotin kamu, makasih ya, Ibu May!" godaku, dan kami pun tertawa.
Setelah pertemuan itu, kami semakin dekat, kami selalu berkomunikasi, baik melalui telepon ataupun hanya saling mengirimkan pesan singkat. Kami memang belum sempat bertemu lagi, selain karena pekerjaan kantor yang sedang padat-padatnya, aku juga belum menemukan alasan yang tidak terlalu mencolok untuk mengajaknya jalan-jalan.Â
Namun, takdir seakan membantuku mendekati May. Ketika itu aku sedang bersantai di teras rumah kos, suara nada dering HP-ku berbunyi, dan betapa kagetnya ternyata May yang menghubungiku.
"Halo, maaf ya Ga kalo aku ganggu, cuma mau ngasih tau, malem nanti ada acara panggung hiburan gitu, mau nonton?" tanya May.
"Oh, boleh banget, kebetulan aku memang lagi enggak ada kerjaan, kita ketemu dimana?" kataku.
"Jemput aja aku di rumah ya, Ga."
Mencari rumah Mayleen memang tidak terlalu sulit, selain karena berada di kawasan Kota Bagansiapiapi, orang-orang di sekitar kawasan itu hampir semua mengenal May. Bukan hal yang aneh memang, siapa yang tidak kenal dengan wanita cantik, cerdas, dan ramah seperti itu. Ketika aku sampai di rumahnya, orang tua May tak kusangka menyambutku dengan sangat baik.
Aku ingat betul, malam itu adalah malam yang sangat indah bagiku, aku bisa sangat dekat dengan May, wanita belakangan ini menyita perhatianku, mengisi relung hatiku yang sudah lama tak berpenghuni. Panggung hiburan menyambut event Bakar Tongkang itu memberikan kesan yang sangat dalam bagiku.Â
Suara merdu dan iringan band yang didatangkan langsung dari Taiwan sangat kunikmati, meskipun tak satu kata pun yang kumengerti artinya karena menggunakan Bahasa Mandarin. Semua ini karena ada Mayleen yang di sampingku, di tengah kerumunan masyarakat Bagansiapiapi yang juga larut dalam irama musik. May menggengam tanganku, aku pun menggengamnya lebih erat, tidak ada kata di antara kami, tapi genggaman itulah yang seakan memberikan arti, lebih dari sekedar kata-kata.
Hari-hari setelah malam itu, aku dan May semakin dekat. Ketika event Bakar Tongkang pun, May mengajakku menyaksikannya bersama. May membawaku bergabung di barisan komunitas Tionghoa, yang bisa dibilang tuan rumah event itu. Kulihat di sekitarku, hanya akulah masyarakat non Tionghoa di dalam barisan. Melihatku yang sedang kebingungan, May membisikkan ke telingaku,"Enggak apa-apa, Ga".Â
Bisikan May itu membuatku lebih tenang, dan bisa lebih menikmati event yang sedang berlangsung di depanku. Arak-arakan kapal replika berukuran 8x2 meter yang ditempeli ribuan kertas kecil berwarna kuning bertuliskan mantera di sekelilingnya membuat riuh masyarakat yang menyaksikan.Â