" Tidak begitu buruk Li."Â
" Aku yang menemukanmu kemarin. Kau masih sempat mengirimkan pesan singkat padaku sebelum hilang kesadaranmu."
" Kau beritahu keluargaku kalau aku di sini sekarang?"
" Mana mungkin aku lupa dengan pesanmu dulu, bahwa kota bukan desa. Apa yang biasa bagi kita, bagi mereka luar biasa."
" Syukurlah, aku tidak ingin mereka tahu kondisiku."
***Â
Hujan baru saja mengguyur desa. Kabut yang menyertainya masih tenang hinggap pada ruang -- ruang kosong desa yang masih belum berpenghuni, bukit, sawah, halaman dan sungai yang suara airnya terdengar sangat kencang. Tiba-tiba aku menerima pesan singkat dari Yani. " Li, cepat datang ke rumahku. Aku sedikit mengadakan pesta ini."Â
Aku ambil payung yang berada di samping pintu rumah. Aku buka payungnya dan berjalan menembus gerimis. Tidak ada seorangpun yang aku temui dalam perjalanan itu.Â
Sesampainya di rumah Yani, aku segera mengetok pintu. Ibunya membukakan pintu. " Ada apa Li?"
" Yani memintaku datang ke sini lek." Jawabku santai.Â
Dia menuntunku masuk ke dalam rumah melewati rumah tengah dan rumah belakang. Kami berhenti tepat di depan sebuah kamar di ujung belakang rumah itu. " Yan, ini ada Ali." Kata ibunya sebelum meninggalkan sendiri di depan pintu kamar itu. Yani membuka pintu dan mempersilahkanku masuk.