Mohon tunggu...
Tirto Karsa
Tirto Karsa Mohon Tunggu... Buruh Pabrik -

"Hidup hanya senda gurau belaka"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Layu

10 Januari 2018   13:12 Diperbarui: 10 Januari 2018   13:18 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam suasana riang, Reymond pergi ke pantai itu dengan menggunakan bis . Pantai yang dulu menjadi saksi atas ikrar yang telah diucapkannya bersama dengan teman-temannya. Ikrar yang selalu dikenangnya sebagai ikrar suci yang membawa kesuksesannya. Ikrar yang diucapkan bersama saat bau tinner cat di baju SMA-nya masih tercium nyata.

Pantai itu terletak di sebelah utara pulau jawa dan terpisah oleh hutan jati dengan jalan raya yang menghubungkan kota Tuban dan Rembang. Terdapat beberapa warung kopi di pintu masuknya, di pinggir jalan raya Tuban -- Rembang. Warung kopi yang selalu menjadi pengingatnya tentang keberadaan pantai itu.

Malam telah larut, saat Reymond meminta supir bis menghentikan kendaraannya dan dia turun. Tidak seperti saat dulu dia kesana bersama teman-temannya yang menggunakan motor, Reymond  menyebrangi hutan jati itu dengan berjalan kaki. Butuh waktu lima belas menit untuk menyebrangi hutan itu. 

Reymond berlari saat menyaksikan gulungan ombak air laut yang meninggi dan menghampirinya. Dengan busa-busa putih yang tampak menyala seperti mutiara saat terkena sinar rembulan. Setelah membasahi kakinya dengan air laut, dia kembali mengambil jarak aman dari laut dan menurunkan tas bawaannya.

Sebungkus rokok segera dia keluarkan dari tas dan ditaruhnya di samping kanannya. Kemudian diikuti dengan Sebotol anggur, sebelum dia menaruh tas gunungnya di sisi kiri. Dia buka pelan-pelan tutup botolnya dan meminumnya sedikit demi sedikit. Setelah memastikan tenggorokannya cukup basah, Reymond mengambil rokoknya dengan gaya ala koboi. 

Bungkusnya dia lempar keatas kemudian ditangkap menggunakan tangan kiri dan tangan kanan merobek kertas pembungkusnya sambil menarik sebatang rokok hingga sisa separuh batangnya yang masih dalam bungkus. Diangkatnya rokok itu dan ditaruh di mulutnya. Tangan kananya merogoh saku jaketnya dan teranglah laut malam itu oleh percikan api korek yang membakar ujung rokoknya.

" Sungguh sempurna hari ini. Aku sekarang menjadi pemilik perusahaan terbuka." Dia mengenang bagaimana proses meng-IPO kan perusahaannya yang sangat susah. " Setidaknya, aku sudah tidak lagi takut kekurangan modal kerja."

Tiba-tiba sesuatu terasa ngilu dalam hatinya. Sebuah perasaan rindu yang teramat pada keempat temannya yang dahulu selalu menyertainya tumbuh begitu cepat menggerogoti kesadarannya. Dengan tanpa kendali, detenggaknya botol pertamanya itu dalam sekali tegukan. Selanjutnya dia buka kembali tasnya dan mengambil botol berikutnya, namun tiba-tiba tangan seorang perempuan menghentikannya.

" Mas Reymond?" Tanyanya penasaran.

Diperhatikannya muka wanita itu dengan teliti. " Niluh ?" Reymond memegang muka Niluh dengan penuh penghayatan. Niluh adalah anak perempuan pemilik warung dekat pintu masuk pantai itu. Sudah menjadi kebiasaan warung-warung yang berjajar di sana, saat malam hari penjaganya pergi meninggalkan warung dan mencari lelaki kesepian yang tercecer di jalan hutan menuju pantai. Mereka memberikan pelayanan lebih pada lelaki -- lelaki itu.

" Iya mas. Apa kabar mas?"

" Baik Luh." 

" Kamu kok tahu kalau ada orang di sini?"

" Aku sudah memperhatikanmu sejak turun dari bis mas. Bahkan aku sendiri tidak percaya kalau itu adalah kamu mas. Makanya aku datang ke sini untuk memastikannya."

" Aku merindukanmu Luh." Remond memeluk niluh. " Silahkan duduk luh, ayo bergabung denganku."

" Tidak mas, jangan di sini. Mending kita ke gubuk di dekat makam PKI itu." Niluh menunjukkan tangannya pada sebuah gubuk di dekat gundukan tanah di atas bukit karang. 

" Baik, Ide yang bagus luh." 

Mengetahui Reymond telah mabuk berat, niluh segera merangkulnya sambil mebawakan tas punggungnya. 

Reymond beberapa kali tertangkap mata oleh niluh saat memperhatikan kecantikan niluh di bawah sinar rembulan. Reymond masih terkagum dengan wajah niluh yang tampak sama sekali tidak menua. Walaupun kini, pertemuan keduanya telah berlalu lebih dari 20 tahun. 

Ketika Niluh menaruh barang Reymond di tanah dan mengeluarkan 4 botol anggur serta dua bungkus rokok yang telah dipersiapkan reymond di dalam tasnya, Reymond dengan sigap memeluk Niluh dari belakang.

" Kamu tentu ingat Niluh, bagaimana dahulu kita menghabiskan sore kita di tempat ini?"

Niluh mengangguk.

" Dan kita dulu ..." Niluh segera menaruh jari telunjuknya di mulut Reymond. Niluh kelihatan sekali tidak menginginkan perkataan Reymond itu berlanjut.

" Bagaimana kabar Hasyim, Jono, Budiman dan Rofiq mas?"

" Semua telah meninggal luh, tinggal aku sama Hasyim yang masih hidup." Reymond menangis. " dan aku tidak ada waktu saat mereka sakit. Karirku sedang susah-susahnya saat itu. Sedangkan aku tidak bersama mereka tinggal di Surabaya."

" Emang saat itu mas di mana?"

" Jakarta luh, aku masih menjadi karyawan rendahan saat itu. Gajinya tidak seberapa, dan tentu tidak akan cukup buatku pulang ke desa atau menjenguk mereka ke Surabaya."

" Aku turut berduka mas. Emang mereka sakit apa mas?"

" Yang aku tahu, mereka terkena HIV."

" Bagaimana bisa mas?" Niluh tampak panik.

" Kegiatan bercinta mereka tidak tertib Luh. Mereka diketahui terkena HIV juga baru sekitar 2 tahun sebelum meninggalnya. Sekitar sembilan tahun lalu. Kata Hasyim, saat itu kondisi mereka sudah benar -benar buruk."

" Bagaimana kondisi keluargamu?"

" Aku tidak menikah luh, tapi aku punya anak." Reymond tertawa. 

" Kok bisa mas?"

" Saat Budiman habis dimakamkan, Hasyim tiba-tiba mendatangi apartemenku di jakarta dengan membawa dua orang anak yang baru lulu SD. Mereka berdua kembar, namun beda kelamin. Namanya Relia dan Roy." Reymond mengambil Gawainya dan di sodorkan pada niluh. " Itu Relia sekarang, cantik kan?"

" Cantik mas. Pasti orang tuanya bangga punya anak secantik dia."

" Dia sudah lulus kuliah sekarang dan memiliki sebuah cafe di pusat perbelanjaan di Surabaya. Kelak, saat kamu ke Surabaya, cobalah mampir ke Cafenya. Dia SMP cuma dua tahun dan SMA juga. Kecerdasannya mengingatkanku pada diriku semasa itu. Tapi sayangnya, dia anak dari Budiman." Reymond murung.

" Bagaimana dengan Roy mas?" Niluh membukakan botol anggurnya.

" Roy begitu tampan Luh, banyak sekali wanita yang mengejarnya sehingga sekolahnya berantakan. Sekarang dia masih aku hukum, tidak aku berikan uang saku. Karena dia terlambat lulus. Tapi dia justru di biayai oleh wanita-wanitanya. Dan anehnya, dia tidak pernah sungkan untuk minta uang pada mereka." Reymond tampak malu. Dia ambil kembali gawainya dari tangan Niluh. Dia perikasa foto kedua anak angkatnya. Reymond menggelengkan kepala.

" Luh, kamu kenal dengan istri Budiman, katanya dia punya warung di sini juga?"

" Kamu ingat Laila?"

Reymond mengangguk.

" Laila itulah istri Budiman. Tiap minggu Budiman mengunjungi Laila."

" Kapan mereka menikah Luh?"

" Setelah Budiman lulus kuliah mas."

" Berarti Budiman meninggal setelah keduanya menikah luh?"

" Tidak hanya Budiman mas yang meninggal, Lailapun juga. Laila meninggal lebih dahulu. Kami tidak tahu dia sakit apa, tiba-tiba saja dia jatuh sakit dan tiga hari setelahya meninggal."

" Kapan Laila meninggal?"

Niluh menenggak anggurnya kembali. Sambil menyalakan rokok. " ngomong-ngomong, anggurmu enak mas." Niluh membuang asap rokoknya dengan sangat pelan. Sehingga tampak seolah dibiarkan tidak keluar dari mulutnya. "Kenapa mas menanyakan itu?"

" Tidak, aku sama sekali kehilangan momen itu Luh. Aku ingin tahu saja, biar nanti dapat aku ceritakan ke anak-anaknya."

" Enam tahun setalah pernikahannya. Atau sekitar setahun sebelum Budiman meninggal mas. Budiman sangat berduka saat itu, hingga dia keluar dari pekerjaannya dan membuka toko kelontong di pasar. Dia tidak ingin waktu kebersamaannya dengan kedua anaknya tersita oleh perusahaan."

Reymond menemukan kejanggalan dari cerita tentang Budiman. Cerita yang diberikan oleh Hasyim sangatlah berbeda dengan apa yang di sampaikan oleh Niluh. 

" Apakah budiman sering melakukan Pesta Sex?"

" Tidak mas, setahuku dia orang yang baik. Mungkin penyakitnya menular dari Laila."

" Bagaimana dengan yang lain?" Bentak Reymond. 

Niluh berdiri membelakangi Reymond. " Aku tidak tahu mas."

Reymond bangkit dan kemudian menarik baju Niluh dibagian lehernya sehingga tampak seperti seorang yang hendak mencekiknya.

" Denganku" Niluh meludahi muka Reymond.

" Mereka bertiga semua bercinta denganmu?" Reymond semakin mengeratkan pegangan tangannya pada leher Niluh.

Niluh mengangguk. " Dasar Pelacur." Reymond melontarkan tubuh Niluh ke Tanah. Tampak Niluh meronta ke sakitan.  

Niluh menangis. Air matanya mengalir dengan deras melewati pipi dan menetes ke tanah." Kamu pikir aku lebih rendah dari keluargamu?" Niluh langsung melompat ke tubuh Remond hingga Reymond terjatuh di tanah. " Keluarga terhormat yang bahkan tidak mau menerima seorang wanita hamil?"

Dengan sedikit sisa tenaga dan kesadarannya, Reymond segera bangkit dan kemudian memeluk Niluh. "Jangan kau ungkit kematian Sisi adikku. Dia sudah cukup menderita di dunia." Reymmond mencoba menenangkan niluh dengan memeluknya.

" Aku pelacur, sudah banyak lelaki yang tidur denganku. Kau tidak patut memelukku?" bisik Niluh.

Segera Reymond membungkam mulut Niluh. " Maafkan aku." Reymond menangis. " Akupun sekarang mulai menduga-duga bagaimana virus keji itu tertular ke mereka."

" Aku tahu arah pembicaraan ini Mas. Aku tahu kau hanya akan menyudutkanku. Akupun tahu kamu masih termakan cemburu cinta lamamu itu padaku. Kau tentu berpikir kalau aku yang tidur dengan ketiga temanmu dan sekarang aku jawab iya. Mereka pula yang membiayai hidupku." Niluh tersenyum sinis.

Reymond berdiri menjauhi Niluh. Dia menyalakan rokok untuk mensetabilkan emosinya. Reymond kembali menghampiri Niluh yang masih terpaku di tempatnya. " Mereka berdua anak ku bukan? Mereka berdua anak kita bukan?"

Giliran Niluh menghampiri Remond dan menamparnya. " Jaga mulutmu. Aku seorang pelacur, mana mungkin bisa punya anak." Niluh kembali menangis.

" Adikku pernah cerita kalau sekitar dua bulan setelah kepergianku ke kota, datanglah seorang wanita ke Rumahku dan mengaku telah mengandung anakku. Namun ibuku mengusirnya." Reymond menangis tersedu-sedu. 

" Nasi telah menjadi bubur, mas. " 

" Dia anak kita niluh..." Suara Reymond tertahan oleh suara botol pecah.

" Dimana kamu waktu itu?"

" Aku kuliah luh, dan harus menyelesaikannya."

"Mereka anakku. Aku yang menghidupinya sejak lahir. Aku menjajakan diriku untuk lelaki-lelaki hidung belang itu hanya untuk melihat kedua anakku dapat tumbuh dengan baik. Tidak seorangpun tahu bagaimana beratnya menghidupi mereka berdua."

" Kau apakan aku luh?" Reymond merasa ada sesuatu yang menggores lengan kirinya. Benda yang sangat tajam hingga terasa begitu mudah memutus nadinya. Darah mengalir deras dan meresap kedalam tanah.

" Aku tidak ingin anak-anakku tahu kalau mereka adalah keturunan dari keluargamu. Orang -- orang brengsek yang telah menghancurkan kehidupanku. Dan Jikapun kau tahu, akulah yang telah menyuruh orang memperkosa adik cantikmu itu." Niluh menarik napas panjang. "Dia mendatangiku beberapa kali untuk memungut kedua anakku. Saat itulah waktu yang tepat buatku menyuruh orang memperkosanya."

Reymond mencoba menghentikan pendarahannya. Tangan kanannya mencoba menekan lengannya. Namun dia merasa tubuhnya sudah mulai ringan dan tenaganya sudah menghilang. Terakhir, dia saksikan bagaimana Niluh menyobek tangannya dengan cara yang sama dengan apa yang dilakukan padanya. Niluh tidur di sebelahnya sambil memeluk tubuhnya.

" Kau tahu, dengan siapapun aku bercinta. Kau tetap satu-satunya yang ada di Hatiku."

Reymond menangis. Pelan-pelan dia lepaskan tangan kanannya dari lengan kirinya. Di tatanya Niluh agar kepalanya tetap pada pelukannya. Diambilnya pisau lipat yang masih dipegang niluh dengan erat. 

" Biarlah di batas hidup kita, monster ini yang menanggung perbuatan mu."

Reymond teringat pada telpon Sisi adiknya. Sebelum kematiannya, Sisi pernah bilang padanya kalau dia punya anak kembar yang cantik. Namun Reymond mengabaikannya. Dia merasa tidak pernah melakukan hubungan intim dengan seorang wanita.

Dokter terakhir yang menangani operasinya juga mencurigai bahwa Reymond dan kedua anak angkatnya memiliki ikatan keluarga. Reymondpun tidak mau menerimanya. Dia masih bersikukuh kalau mereka tidak memiliki hubungan selain antara ayah dan anak angkatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun