Mohon tunggu...
Benito Rio Avianto
Benito Rio Avianto Mohon Tunggu... Dosen - Ekonom, Statistisi, Pengamat ASEAN, Alumni STIS dan UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Blogger, Conten Creator, You Tuber. Stay di Jakarta, tertarik dengan isu Ekonomi ASEAN dan perekonomian global. Aktif menulis di beberapa media. Menyukai pergaulan dan komunitas internasional. Berharap sumbangan pemikiran untuk kemaslahatan bangsa. Bersama Indonesia ASEAN kuat, bersama ASEAN Indonesia maju. https://www.youtube.com/watch?v=Y95_YN2Sysc

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sinergi dan Kolaborasi Transisi Energi pada masa Presidensi G20 Indonesia Berbasis Komunitas

8 Juli 2022   08:40 Diperbarui: 8 Juli 2022   08:42 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

                            Posisi strategis Presidensi G20 Indonesia

Pada tahun 2022, Indonesia mendapat kepercayaan yang begitu besar dari dunia internasional yaitu memegang Keketuaan/Presidensi G20 sekaligus menjadi tuan rumah, sejak 1 Desember 2021 hingga akhir tahun 2022. Kepercayaan global ini memberikan harapan besar bagi Indonesia untuk memimpin proses pemulihan ekonomi di tengah masa Pandemik Covid-19, untuk itu.Indonesia mengusung tema Recover Together, Recover Stronger atau Pulih Bersama, Lebih Kuat. Tema tersebut mengandung harapan “Dari Indonesia, Dunia Pulih Bersama”. Tema tersebut terinspirasi dari jiwa dan semangat bangsa Indonesia yaitu semangat Gotong Royong/Together makes Stronger. 

Presidensi G20 Indonesia merupakan momentum terbaik bagi Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinan/leadership dan semangat kolaborasi dalam skala global.  Indonesia perlu mengadvokasi berbagai kepentingan nasional, negara berkembang dan negara miskin, agar tata dunia berlaku secara lebih adil dan berazaskan kesetaraan.

Kepemimpinan Indonesia dalam G20 memiliki arti penting bagi dunia global di tengah masa pandemi yang telah berlangsung selama lebih dari dua tahun yang memberi tantangan dari sisi kesehatan dan sosial-ekonomi (Airlangga Hartarto, Menko Perekonomian, 2022).  Di tengah Pandemi Covid-19 tersebut, Indonesia telah menunjukkan progress pemulihan ekonomi yang positif dan membaik dibandingkan negara-negara lain yang masih mengalami kontraksi pertumbuhan ekonominya. Menurut Bank Dunia, pada tahun 2022 perekonomian Indonesia diproyeksikan tumbuh sebesar 5,2%, jauh lebih baik dari pada tahun 2021 yang tumbuh sebesar 3,69%. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam General Lecturer Series-1 Bulan Februari 2022 yang diadakan oleh Lembaga Administrasi Negara Indonesia Republik Indonesia (LAN RI) menyampaikan bahwa  Presidensi G20 Indonesia dalam situasi Covid-19 merupakan momentum krusial bagi pemulihan ekonomi global.  Apalagi Presidensi ini diemban di tengah perubahan geopolitik yang sangat dinamis dan cukup panas.  Hal ini perlu dimanfaatkan Indonesia untuk mendorong tujuan pembangunan nasional dan prioritas proses transformasi ekonomi menuju Indonesia maju.

Pada masa Presidensi G20, Indonesia akan memimpin dan memandu (sherpa) semangat pulih bersama.  Untuk itu Indonesia telah menetapkan tiga isu agenda utama, yaitu arsitektur kesehatan global (Global Health Architecture), transformasi ekonomi berbasis digital (Digital Tranformation), dan transisi energi berkelanjutan yang adil dan terjangkau (Sustainable Energy Transitions).  Dalam Presidensi G20 ini, Indonesia berupaya menghasilkan sisi aksi konkrit yang dapat diimplementasikan di berbagai tempat dan bermanfaat bagi masyarakat global. Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia akan bekerjasama dengan negara anggota G20 dan berbagai organisasi internasional.

  Priorities Issues G20: Sustainable Energy Transitions

Sustainable energy transitions atau transisi energi berkelanjutan menjadi salah satu isu prioritas pada Presidensi G20 Indonesia tahun 2022, di samping dua topik lainnya yakni Sistem Kesehatan Dunia serta Transformasi Ekonomi dan Digital.

Forum Transisi Energi Presidensi G20 Indonesia dalam format Energy Transitions Working Group (ETWG), berfokus kepada tiga prioritas, yaitu akses, teknologi, dan pendanaan. Dengan tiga fokus tersebut, G20 diharapkan dapat mencapai kesepakatan bersama dalam mempercepat transisi energi global, sekaligus memperkuat sistem energi global yang berkelanjutan dan transisi yang berkeadilan,.

Melalui Forum G20 ini, Indonesia berkesempatan mendorong upaya kolektif dunia dalam mewujudkan kebijakan untuk mempercepat pemulihan ekonomi global secara inklusif. Indonesia pun memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia, dukungan penuh terhadap transisi energi global.

Negara-negara anggota G20 menyumbang sekitar 75% dari permintaan energi global. Maka dari itu, negara-negara G20 memegang tanggung jawab besar dan peran strategis dalam mendorong pemanfaatan energi bersih. Dalam Forum Energy Transitions Working Group (ETWG) memfokuskan pembahasan pada keamanan energi, akses dan efisiensi, serta transisi ke sistem energi rendah karbon, termasuk juga investasi dan inovasi dalam teknologi yang lebih bersih dan efisien.

Pemerintah Indonesia pun telah berkomitmen dalam mempercepat transisi energi. Selain mematok target bauran energi dari Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025, Presiden Joko Widodo juga menegaskan komitmen Indonesia dalam pemenuhan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Menteri ESDM Arifin Tasrif memberikan pernyataan bahwa transisi energi harus mampu menciptakan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Berbagai langkah diambil Kementerian ESDM untuk memuluskan jalan menuju target hijau tersebut. Salah satunya adalah mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Berdasarkan hasil studi ASEAN Center for Energy (ACE) tahun 2021, sektor energi diperlukan berbagai dalam kegiatan ekonomi seperti industri, transportasi, pertanian, komersial, dan perumahan.  Kebutuhan energi pada berbagai aktivitas perekonomian terkendala dengan terbatasnya pasokan energi serta tuntutan penggunaan energi bersih (EBT).

Kabupaten/Kota di Indonesia

Badan Pusat Statistik pada tahun 2021 mencatat, pada saat ini terdapat 514 kabupaten/kota yang terdiri dari atas 416 kabupaten dan 98 kota yang tersebar di seluruh 34 provinsi di seluruh Indonesia. Pulau Sumatera memiliki jumlah kabupaten/kota terbanyak di Indonesia, yaitu sejumlah 154, sedangkan Kepulauan Maluku mempunyai kabupaten/kota paling sedikit yaitu 21. Pulau Jawa memiliki 119 kabupaten/kota, sedangkan Kabupaten Sragen merupakan salah satu provinsi di Jawa Tengah yang memiliki 35 kabupaten/kota.

Sebagai Negara Anggota G20, sekaligus sebagai presidensi (ketua), Indonesia berkomintmen untuk mengurangi ketergantungannya dari energy fosil ke energy terbarukan (renewable energy/RE) dengan target capaian RE sebesar 23% pada tahun 2025, dan mencapai 30% pada tahun 2050.  Pada tahun 2020, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat penggunaan RE masih relatif rendah yakni sebesar 11,2%.  Hal ini tentu saja perlu mendapat perhatian bagi kepala deerah, termasuk di Kabupaten Sragen. .

Dukungan Sustainable Energy Transitions bagi Kabupaten/Kota

Indonesia memiliki posisi strategis dalam Presidensi G20 tahun 2022 ini.  Indonesia merepresentasikan negara berkembang dan satu-satunya anggota G20 yang juga menjadi anggota ASEAN.  Sebagai catatan, keanggotaan G20 terdiri atas 11 negara maju dan 9 negara berkembang, terdiri atas 67% populasi dunia, menguasai 80% Produk Domestik Bruto (PDB), dan menguasai 75% perdagangan dunia.

Dalam masa Presidensi G20 ini, Indonesia perlu menerapkan tema transisi energi sebagai salah satu deliverables nya untuk dapat diterapkan di kabupaten/kota.  Apalagi jumlah kabupaten/kota jumlahnya cukup banyak (514) dan tersebar di berbagai pulau dan provinsi.  Selain itu, kabupaten/kota juga memiliki karateristik masing-masing dalam pengembangan RE. Untuk itu berbagai model pengembangan RE perlu di ketahui, dan dalam jurnal ini disajikan salah satu model yakni Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berbasis komunitas.

Integrated Sustainable Energy Transitions terintegrasi berbasis Komunitas

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memimpin Sherpa Track G20, yang membahas isu-isu prioritas, salah satunya adalah Sustainable Energy Transitions. Untuk itu, Indonesia perlu menyampaikan implementasi Sustainable Energy Transitions yang terjangkau dan berkeadilan, juga terintegrasi berbasis komunitas untuk menjaga keberlangsungan (sustainable) energi transisi itu sendiri.  Selain itu, implementasi transisi dalam hal ini adalah penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga surya (PLTS) yang terintegrasi dan berbasis komunitas sehingga membawa kemanfaatan bagi banyak pihak dan dapat berlangsung dalam jangka waktu lama (sustainable).

Salah satu model yang dapat diinisiasi sebagai show case dalam Forum G20 ini adalah implementasi PLTS terintegrasi berbasis komunitas dengan memasukkan unsur kearifan local melalui pembentukan Konsorium Serikat Surya Handayani (SSH) di Gunung Kidul, Yogyakarta pada bulan Februari 2022.  Model bisnis inilah yang diarahkan untuk menciptakan ekosistem usaha menggunakan energi terbarukan zero emisi dengan partisipasi masyarakat pedesaan sebagai motor penggeraknya. Mengutip laman www.ugm.ac.id bulan Februari 2022, model ini melibatkan perguruan tinggi (Universitas Gadjah Mada) sebagai sebagai pemberi hibah dan pembimbing teknologi dan Bank Indonesia (BI) sebagai pihak pemberi dana hibah sebagai bentuk Corporate Social responsibility (CSR), maupun sumber dana lainnya seperti APBD.  

Dalam pelaksanaannya, model bisnis ini melibatkan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Baitul Maal wa Tamwil (KSPPS BMT) "UMMAT" sebagai institusi sumber pembiayaan, dua sektor ekonomi yaitu sektor Usaha Menengah, Kecil, dan Koperasi (UMKM) dan Pertanian, Pendidikan vokasi yaitu keterlibatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan mitra teknis bidang energi terbarukan.

Implementasi program PLTS dilakukan dilakukan antara lain karena sifat teknologinya yang memungkinkannya untuk 1) menjangkau lokasi terpencil sekalipun di seluruh wilayah nusantara untuk berbagai kegunaan, 2) dioperasikan oleh perseorangan maupun komunitas, dan 3) disusun dengan konfigurasi tertentu sehingga sangat andal sekaligus relatif sederhana pengoperasian dan pemeliharaannya (Pusat Ekonomi Kerakyatan/PUSTEK, UGM). Sedangkan jenis usaha yang dapat didukung oleh listrik ramah lingkungan PLTS ini antara lain berupa: 1) usaha kuliner olahan makanan dan minuman; 2) industri rakyat batik; 3) usaha air minum baik isi ulang maupun kemasan, dan 4) mobile solar water pumping system, yaitu pengairan sawah dan kebun menggunakan mesin pompa bertenaga surya.

 

Gambar 5. Contoh Mobile Solar Pumping System

Menurut Rachmawan Budiarto, Sekretaris PUSTEK UGM, Konsorsium SSH nantinya juga akan dikembangkan peranannya sebagai center of excellence di sektor bisnis hijau (Green Business, Green Jobs) di mana tim teknisnya (yang mempunyai kemampuan melakukan pelatihan dan pendampingan teknis) dapat menjadi sebuah katalis yang membuka lapangan kerja ramah lingkungan melalui kolaborasi dengan SMK, khususnya SMK di bidang elektro dan ketenagalistrikan. Kehadiran SMK ini akan berperan sebagai pemelihara teknis teknologi PLTS, serta diharapkan dapat meningkatkan koordinasi, kontrol, dan keberlanjutan implementasi energi terbarukan bagi Pelaku Usaha. Keterlibatan SMK juga memberikan manfaat bagi SMK sendiri karena dengan berperan dalam pemeliharaan teknis PLTS menjadi tempat praktik atau teaching factory dan pembelajaran berbasis penyelesaian masalah di lapangan.

Sementara itu, BMT UMMAT sebagai salah satu komponen pembentuk Konsorsium SSH akan berfungsi sebagai investor energi terbarukan atau aktor penyedia pembiayaan/leasing penyedia sumber energi bagi unit usaha atau masyarakat untuk meningkatkan produktivitasnya, dengan sekaligus mereduksi emisi karbon. BMT UMMAT juga berperan sebagai lead consortium dalam mengelola manajemen dan keuangan SSH. 

Pengembangan model ekosistem terintegrasi berbasis komunitas dalam bidang energi terbarukan di masa mendatang dapat dilakukan melalui dua model dasar, yakni pengembangan dan replikasi. Melalui pengembangan ekosistem yang dibangun dan dikembangkan dalam skala dengan melibatkan lebih banyak sumber daya setempat, yaitu Lembaga Keuangan, Sektor Usaha, SMK, dan vendor (supplier PLTS), maupun pemberi hibah (CSR). Sementara itu melakukan model replikasi berarti menciptakan ekosistem serupa (duplikasi) di lokasi lain dengan berbagai adaptasi/kontekstualisasi rancangan bisnis, teknis energi, dan sosiologi-institusional.

 

Kesimpulan dan Saran

Model SSH Gunung Kidul, Yogyakarta, dapat menjadi show case upaya implementasi sustainable energy transitions, yang terintegrasi dan melibatkan komunitas setempat.  Hal ini diperlukan untuk menjaga keberlangsungan model tersebut, dan meningkatkan azas manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat yang mungkin diterapkan di berbagai kabupaten/kota.

Implementasi PLTS di atas, sebagaimana menjadi bagian prioritas utama dalam Sustainable Energy Transitions di Presidensi G20 Indonesia, patut dipertimbangkan sebagai model yang dapat dikembangkan dan direplikasi, khususnya di negara berkembang dan miskin. Apalagi model ini juga menganut azas keterjangkauan dan berkeadilan. Hal ini dapat diusulkan menjadi salah satu concentrate deliverables dalam Presidensi G20 Indonesia.

Model PLTS di atas yang terintegrasi dan berbasis komunitas, sekiranya dapat dijadikan model solutif transisi energi yang dapat direplikasi dan dikembangkan baik di negara berkembang maupun negara miskin.  Ketergantungan energi fosil secara global yang mencapai 75% dapat menjadi alasan kuat bagi Indonesia dalam memberikan solusi dalam transisi energi di masa mendatang. 

Indonesia sebagai wakil negara berkembang dapat meminta negara-negara maju untuk memberikan “CSR”nya sebagai hibah untuk mengembangkan dan mereplikasi PLTS.  Tidak hanya PLTS, Indonesia dapat mengembangkan Sustainable Energy Transitions menggunakan sumber energi lainnya seperti biomass, air, angin, dan lainnya yang disesuaikan di negara setempat. 

Harapan pada Presidensi G20 Indonesia

Presidensi G20 Indonesia hendaknya dapat memberikan benchmark dan model transisi energi, baik dari jenis renewable energi, maupun model kerjasama yang melibatkan komunitas sehingga hal ini mendukung proses yang berkelanjutan dalam jangka waktu panjang. Apalagi bila model ini juga dapat dijadikan concentrate deliverables pada masa Presidensi G20 Indonesia melalui pendekatan hibah atau CSR.  Hal ini mempunyai peran strategis pada saat Presidensi G20 Indonesia sebagai wakil negara berkembang, dan dapat diterapkan di kabupaten kota sesuai dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs).

Indonesia dapat mendorong kemitraan yang lebih luas dari sesama anggota G20 maupun dunia global untuk berpartisipasi dalam proses transisi energi yang berkelanjutan yang melibatkan komunitas.  Apabila model ini dapat dilakukan secara massif, maka proses emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang saat ini mencapai 75% dapat berkurang secara signifikan dengan memberikan azas manfaat yang lebih luas baik bagi negara berkembang, apalagi di negara miskin.

Aksesibilitas negara berkembang, apalagi negara miskin terhadap ekonomi inklusif, salah satunya pada sektor energi bersih perlu dukungan dan kepeimpinan di tingkat global.  Hal ini dapat dilakukan dalam masa Presidensi G20 Indonesia dimana dunia menaruh harapan besar akan adanya pemerataan yang berkeadilan dalam memenuhi standar SDGs. 

Melalui kepemimpinan Indonesia dalam dunia global di G20, maka Indonesia mampu memnerikan contoh nyata dengan mengimplementasikannya di berbagai kabupaten/kota dengan sebaran yang cukup luas. Hal ini dapat mendukung sebagai sebuah upaya solutif dalam menghadapi kelangkaan energy dimasa mendatang

                            Posisi strategis Presidensi G20 Indonesia

Pada tahun 2022, Indonesia mendapat kepercayaan yang begitu besar dari dunia internasional yaitu memegang Keketuaan/Presidensi G20 sekaligus menjadi tuan rumah, sejak 1 Desember 2021 hingga akhir tahun 2022. Kepercayaan global ini memberikan harapan besar bagi Indonesia untuk memimpin proses pemulihan ekonomi di tengah masa Pandemik Covid-19, untuk itu.Indonesia mengusung tema Recover Together, Recover Stronger atau Pulih Bersama, Lebih Kuat. Tema tersebut mengandung harapan “Dari Indonesia, Dunia Pulih Bersama”. Tema tersebut terinspirasi dari jiwa dan semangat bangsa Indonesia yaitu semangat Gotong Royong/Together makes Stronger. 

Presidensi G20 Indonesia merupakan momentum terbaik bagi Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinan/leadership dan semangat kolaborasi dalam skala global.  Indonesia perlu mengadvokasi berbagai kepentingan nasional, negara berkembang dan negara miskin, agar tata dunia berlaku secara lebih adil dan berazaskan kesetaraan.

Kepemimpinan Indonesia dalam G20 memiliki arti penting bagi dunia global di tengah masa pandemi yang telah berlangsung selama lebih dari dua tahun yang memberi tantangan dari sisi kesehatan dan sosial-ekonomi (Airlangga Hartarto, Menko Perekonomian, 2022).  Di tengah Pandemi Covid-19 tersebut, Indonesia telah menunjukkan progress pemulihan ekonomi yang positif dan membaik dibandingkan negara-negara lain yang masih mengalami kontraksi pertumbuhan ekonominya. Menurut Bank Dunia, pada tahun 2022 perekonomian Indonesia diproyeksikan tumbuh sebesar 5,2%, jauh lebih baik dari pada tahun 2021 yang tumbuh sebesar 3,69%. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam General Lecturer Series-1 Bulan Februari 2022 yang diadakan oleh Lembaga Administrasi Negara Indonesia Republik Indonesia (LAN RI) menyampaikan bahwa  Presidensi G20 Indonesia dalam situasi Covid-19 merupakan momentum krusial bagi pemulihan ekonomi global.  Apalagi Presidensi ini diemban di tengah perubahan geopolitik yang sangat dinamis dan cukup panas.  Hal ini perlu dimanfaatkan Indonesia untuk mendorong tujuan pembangunan nasional dan prioritas proses transformasi ekonomi menuju Indonesia maju.

Pada masa Presidensi G20, Indonesia akan memimpin dan memandu (sherpa) semangat pulih bersama.  Untuk itu Indonesia telah menetapkan tiga isu agenda utama, yaitu arsitektur kesehatan global (Global Health Architecture), transformasi ekonomi berbasis digital (Digital Tranformation), dan transisi energi berkelanjutan yang adil dan terjangkau (Sustainable Energy Transitions).  Dalam Presidensi G20 ini, Indonesia berupaya menghasilkan sisi aksi konkrit yang dapat diimplementasikan di berbagai tempat dan bermanfaat bagi masyarakat global. Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia akan bekerjasama dengan negara anggota G20 dan berbagai organisasi internasional.

  

Priorities Issues G20: Sustainable Energy Transitions

Sustainable energy transitions atau transisi energi berkelanjutan menjadi salah satu isu prioritas pada Presidensi G20 Indonesia tahun 2022, di samping dua topik lainnya yakni Sistem Kesehatan Dunia serta Transformasi Ekonomi dan Digital.

Forum Transisi Energi Presidensi G20 Indonesia dalam format Energy Transitions Working Group (ETWG), berfokus kepada tiga prioritas, yaitu akses, teknologi, dan pendanaan. Dengan tiga fokus tersebut, G20 diharapkan dapat mencapai kesepakatan bersama dalam mempercepat transisi energi global, sekaligus memperkuat sistem energi global yang berkelanjutan dan transisi yang berkeadilan,.

Melalui Forum G20 ini, Indonesia berkesempatan mendorong upaya kolektif dunia dalam mewujudkan kebijakan untuk mempercepat pemulihan ekonomi global secara inklusif. Indonesia pun memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia, dukungan penuh terhadap transisi energi global.

Negara-negara anggota G20 menyumbang sekitar 75% dari permintaan energi global. Maka dari itu, negara-negara G20 memegang tanggung jawab besar dan peran strategis dalam mendorong pemanfaatan energi bersih. Dalam Forum Energy Transitions Working Group (ETWG) memfokuskan pembahasan pada keamanan energi, akses dan efisiensi, serta transisi ke sistem energi rendah karbon, termasuk juga investasi dan inovasi dalam teknologi yang lebih bersih dan efisien.

Pemerintah Indonesia pun telah berkomitmen dalam mempercepat transisi energi. Selain mematok target bauran energi dari Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025, Presiden Joko Widodo juga menegaskan komitmen Indonesia dalam pemenuhan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Menteri ESDM Arifin Tasrif memberikan pernyataan bahwa transisi energi harus mampu menciptakan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Berbagai langkah diambil Kementerian ESDM untuk memuluskan jalan menuju target hijau tersebut. Salah satunya adalah mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Berdasarkan hasil studi ASEAN Center for Energy (ACE) tahun 2021, sektor energi diperlukan berbagai dalam kegiatan ekonomi seperti industri, transportasi, pertanian, komersial, dan perumahan.  Kebutuhan energi pada berbagai aktivitas perekonomian terkendala dengan terbatasnya pasokan energi serta tuntutan penggunaan energi bersih (EBT).

Kabupaten/Kota di Indonesia

Badan Pusat Statistik pada tahun 2021 mencatat, pada saat ini terdapat 514 kabupaten/kota yang terdiri dari atas 416 kabupaten dan 98 kota yang tersebar di seluruh 34 provinsi di seluruh Indonesia. Pulau Sumatera memiliki jumlah kabupaten/kota terbanyak di Indonesia, yaitu sejumlah 154, sedangkan Kepulauan Maluku mempunyai kabupaten/kota paling sedikit yaitu 21. Pulau Jawa memiliki 119 kabupaten/kota, sedangkan Kabupaten Sragen merupakan salah satu provinsi di Jawa Tengah yang memiliki 35 kabupaten/kota.

Sebagai Negara Anggota G20, sekaligus sebagai presidensi (ketua), Indonesia berkomintmen untuk mengurangi ketergantungannya dari energy fosil ke energy terbarukan (renewable energy/RE) dengan target capaian RE sebesar 23% pada tahun 2025, dan mencapai 30% pada tahun 2050.  Pada tahun 2020, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat penggunaan RE masih relatif rendah yakni sebesar 11,2%.  Hal ini tentu saja perlu mendapat perhatian bagi kepala deerah, termasuk di Kabupaten Sragen. .

Dukungan Sustainable Energy Transitions bagi Kabupaten/Kota

Indonesia memiliki posisi strategis dalam Presidensi G20 tahun 2022 ini.  Indonesia merepresentasikan negara berkembang dan satu-satunya anggota G20 yang juga menjadi anggota ASEAN.  Sebagai catatan, keanggotaan G20 terdiri atas 11 negara maju dan 9 negara berkembang, terdiri atas 67% populasi dunia, menguasai 80% Produk Domestik Bruto (PDB), dan menguasai 75% perdagangan dunia.

Dalam masa Presidensi G20 ini, Indonesia perlu menerapkan tema transisi energi sebagai salah satu deliverables nya untuk dapat diterapkan di kabupaten/kota.  Apalagi jumlah kabupaten/kota jumlahnya cukup banyak (514) dan tersebar di berbagai pulau dan provinsi.  Selain itu, kabupaten/kota juga memiliki karateristik masing-masing dalam pengembangan RE. Untuk itu berbagai model pengembangan RE perlu di ketahui, dan dalam jurnal ini disajikan salah satu model yakni Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berbasis komunitas.

Integrated Sustainable Energy Transitions terintegrasi berbasis Komunitas

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memimpin Sherpa Track G20, yang membahas isu-isu prioritas, salah satunya adalah Sustainable Energy Transitions. Untuk itu, Indonesia perlu menyampaikan implementasi Sustainable Energy Transitions yang terjangkau dan berkeadilan, juga terintegrasi berbasis komunitas untuk menjaga keberlangsungan (sustainable) energi transisi itu sendiri.  Selain itu, implementasi transisi dalam hal ini adalah penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga surya (PLTS) yang terintegrasi dan berbasis komunitas sehingga membawa kemanfaatan bagi banyak pihak dan dapat berlangsung dalam jangka waktu lama (sustainable).

Salah satu model yang dapat diinisiasi sebagai show case dalam Forum G20 ini adalah implementasi PLTS terintegrasi berbasis komunitas dengan memasukkan unsur kearifan local melalui pembentukan Konsorium Serikat Surya Handayani (SSH) di Gunung Kidul, Yogyakarta pada bulan Februari 2022.  Model bisnis inilah yang diarahkan untuk menciptakan ekosistem usaha menggunakan energi terbarukan zero emisi dengan partisipasi masyarakat pedesaan sebagai motor penggeraknya. Mengutip laman www.ugm.ac.id bulan Februari 2022, model ini melibatkan perguruan tinggi (Universitas Gadjah Mada) sebagai sebagai pemberi hibah dan pembimbing teknologi dan Bank Indonesia (BI) sebagai pihak pemberi dana hibah sebagai bentuk Corporate Social responsibility (CSR), maupun sumber dana lainnya seperti APBD.  

Dalam pelaksanaannya, model bisnis ini melibatkan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Baitul Maal wa Tamwil (KSPPS BMT) "UMMAT" sebagai institusi sumber pembiayaan, dua sektor ekonomi yaitu sektor Usaha Menengah, Kecil, dan Koperasi (UMKM) dan Pertanian, Pendidikan vokasi yaitu keterlibatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan mitra teknis bidang energi terbarukan.

Implementasi program PLTS dilakukan dilakukan antara lain karena sifat teknologinya yang memungkinkannya untuk 1) menjangkau lokasi terpencil sekalipun di seluruh wilayah nusantara untuk berbagai kegunaan, 2) dioperasikan oleh perseorangan maupun komunitas, dan 3) disusun dengan konfigurasi tertentu sehingga sangat andal sekaligus relatif sederhana pengoperasian dan pemeliharaannya (Pusat Ekonomi Kerakyatan/PUSTEK, UGM). Sedangkan jenis usaha yang dapat didukung oleh listrik ramah lingkungan PLTS ini antara lain berupa: 1) usaha kuliner olahan makanan dan minuman; 2) industri rakyat batik; 3) usaha air minum baik isi ulang maupun kemasan, dan 4) mobile solar water pumping system, yaitu pengairan sawah dan kebun menggunakan mesin pompa bertenaga surya.

 

Menurut Rachmawan Budiarto, Sekretaris PUSTEK UGM, Konsorsium SSH nantinya juga akan dikembangkan peranannya sebagai center of excellence di sektor bisnis hijau (Green Business, Green Jobs) di mana tim teknisnya (yang mempunyai kemampuan melakukan pelatihan dan pendampingan teknis) dapat menjadi sebuah katalis yang membuka lapangan kerja ramah lingkungan melalui kolaborasi dengan SMK, khususnya SMK di bidang elektro dan ketenagalistrikan. Kehadiran SMK ini akan berperan sebagai pemelihara teknis teknologi PLTS, serta diharapkan dapat meningkatkan koordinasi, kontrol, dan keberlanjutan implementasi energi terbarukan bagi Pelaku Usaha. Keterlibatan SMK juga memberikan manfaat bagi SMK sendiri karena dengan berperan dalam pemeliharaan teknis PLTS menjadi tempat praktik atau teaching factory dan pembelajaran berbasis penyelesaian masalah di lapangan.

Sementara itu, BMT UMMAT sebagai salah satu komponen pembentuk Konsorsium SSH akan berfungsi sebagai investor energi terbarukan atau aktor penyedia pembiayaan/leasing penyedia sumber energi bagi unit usaha atau masyarakat untuk meningkatkan produktivitasnya, dengan sekaligus mereduksi emisi karbon. BMT UMMAT juga berperan sebagai lead consortium dalam mengelola manajemen dan keuangan SSH. 

Pengembangan model ekosistem terintegrasi berbasis komunitas dalam bidang energi terbarukan di masa mendatang dapat dilakukan melalui dua model dasar, yakni pengembangan dan replikasi. Melalui pengembangan ekosistem yang dibangun dan dikembangkan dalam skala dengan melibatkan lebih banyak sumber daya setempat, yaitu Lembaga Keuangan, Sektor Usaha, SMK, dan vendor (supplier PLTS), maupun pemberi hibah (CSR). Sementara itu melakukan model replikasi berarti menciptakan ekosistem serupa (duplikasi) di lokasi lain dengan berbagai adaptasi/kontekstualisasi rancangan bisnis, teknis energi, dan sosiologi-institusional.

 

Kesimpulan dan Saran

Model SSH Gunung Kidul, Yogyakarta, dapat menjadi show case upaya implementasi sustainable energy transitions, yang terintegrasi dan melibatkan komunitas setempat.  Hal ini diperlukan untuk menjaga keberlangsungan model tersebut, dan meningkatkan azas manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat yang mungkin diterapkan di berbagai kabupaten/kota.

Implementasi PLTS di atas, sebagaimana menjadi bagian prioritas utama dalam Sustainable Energy Transitions di Presidensi G20 Indonesia, patut dipertimbangkan sebagai model yang dapat dikembangkan dan direplikasi, khususnya di negara berkembang dan miskin. Apalagi model ini juga menganut azas keterjangkauan dan berkeadilan. Hal ini dapat diusulkan menjadi salah satu concentrate deliverables dalam Presidensi G20 Indonesia.

Model PLTS di atas yang terintegrasi dan berbasis komunitas, sekiranya dapat dijadikan model solutif transisi energi yang dapat direplikasi dan dikembangkan baik di negara berkembang maupun negara miskin.  Ketergantungan energi fosil secara global yang mencapai 75% dapat menjadi alasan kuat bagi Indonesia dalam memberikan solusi dalam transisi energi di masa mendatang. 

Indonesia sebagai wakil negara berkembang dapat meminta negara-negara maju untuk memberikan “CSR”nya sebagai hibah untuk mengembangkan dan mereplikasi PLTS.  Tidak hanya PLTS, Indonesia dapat mengembangkan Sustainable Energy Transitions menggunakan sumber energi lainnya seperti biomass, air, angin, dan lainnya yang disesuaikan di negara setempat. 

Harapan pada Presidensi G20 Indonesia

Presidensi G20 Indonesia hendaknya dapat memberikan benchmark dan model transisi energi, baik dari jenis renewable energi, maupun model kerjasama yang melibatkan komunitas sehingga hal ini mendukung proses yang berkelanjutan dalam jangka waktu panjang. Apalagi bila model ini juga dapat dijadikan concentrate deliverables pada masa Presidensi G20 Indonesia melalui pendekatan hibah atau CSR.  Hal ini mempunyai peran strategis pada saat Presidensi G20 Indonesia sebagai wakil negara berkembang, dan dapat diterapkan di kabupaten kota sesuai dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs).

Indonesia dapat mendorong kemitraan yang lebih luas dari sesama anggota G20 maupun dunia global untuk berpartisipasi dalam proses transisi energi yang berkelanjutan yang melibatkan komunitas.  Apabila model ini dapat dilakukan secara massif, maka proses emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang saat ini mencapai 75% dapat berkurang secara signifikan dengan memberikan azas manfaat yang lebih luas baik bagi negara berkembang, apalagi di negara miskin.

Aksesibilitas negara berkembang, apalagi negara miskin terhadap ekonomi inklusif, salah satunya pada sektor energi bersih perlu dukungan dan kepeimpinan di tingkat global.  Hal ini dapat dilakukan dalam masa Presidensi G20 Indonesia dimana dunia menaruh harapan besar akan adanya pemerataan yang berkeadilan dalam memenuhi standar SDGs. 

Melalui kepemimpinan Indonesia dalam dunia global di G20, maka Indonesia mampu memnerikan contoh nyata dengan mengimplementasikannya di berbagai kabupaten/kota dengan sebaran yang cukup luas. Hal ini dapat mendukung sebagai sebuah upaya solutif dalam menghadapi kelangkaan energy dimasa mendatang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun