MAKALAH MIKROBIOLOGI LANJUT
STRUKTUR ORGANISASI SEL, KARAKTER MORFOLOGIS
DAN FISIOLOGIS FUNGI
Disusun oleh
Meika Novarya Larasati
11/316199/BI/08754
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1.Latar Belakang
Fungi merupakan organisme eukariotik, memproduksi spora, tidak mempunyai klorofil, mengambil nutrisi secara absorpsi. Pada umumnya reproduksi dilakukan secara seksual dan aseksual serta strukturnya terdiri atas filamen yang bercabang – cabang, dinding selnya terdiri atas khitin, selulosa ataupun keduanya (Alexopoulos et al., 1996). Fungi dapat hidup sebagai parasit, saprofit maupun bersimbiosis dan hidup di lingkungan yang lembab dengan suhu antara 20 – 30 oC (Hogg, 2005). Sebagian besar fungi merupakan organisme terrestrial dan bersifat parasit pada tanaman serta beberapa fungi juga bersifat pathogen pada hewan. Namun, ada beberapa fungi yang bersimbiosis dengan tanaman, termasuk dalam hal memperoleh mineral dari tanah. Selain itu, fungi juga banyak bermanfaat untuk manusia, dimana membantu dalam proses fermentasi dan biosintesis antibiotik (Madigan et al., 2012).
Dalam makalah ini akan di bahas bagaimana susunan struktur sel dari fungi. Struktur tersebut yang membedakan fungi dengan organisme dan tiap golongan dalam fungi. Fungi yang merupakan organisme eukariotik memiliki struktur yang lebih kompleks dibandingkan bakteri dan archaea yang merupakan organisme prokariotik.
1.2.Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
Untuk mengetahui struktur organisasi sel fungi.
Untuk mengetahui karakteristik secara morfologi dan fisiologi fungi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Cara Hidup Fungi
Fungi merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil dan bereproduksi dengan spora (Carris dan Lori, 2009). Fungi bersifat khemoorganotrof dan memperoleh nutrisinya secara absorpsi dengan bantuan enzim ekstraseluler untuk memecah biomolekul kompleks seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi monomernya yang akan diasimilasi menjadi sumber karbon dan energi (Madigan et al., 2012). Bahan makanan ini akan diurai dengan bantuan enzim yang diproduksi oleh hifa menjadi senyawa yang dapat diserap dan digunakan untuk tumbuh dan berkembang (Sinaga, 2000). Penyerapan makanan dilakukan oleh hifa yang terdapat pada permukaan tubuh fungi (Lockwood, 2011).
Fungi termasuk organisme saprofit sangat menguntungkan bagi manusia. Fungi tersebut akan menghancurkan sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks dan menguraikannya menjadi zat kimia yang lebih sederhana, kemudian mengembalikannya ke dalam tanah dan selanjutnya dapat meningkatkan kesuburan tanah tersebut. Fungi juga dapat hidup dalam bentuk dismorfisme, yang berarti bahwa organisme tersebut dapat ada dalam bentuk uniseluler (Khamir) dan bentuk benang/filamen (Kapang). Fase khamir timbul bila organisme tersebut berperan sebagai parasit atau patogen dalam jaringan sedangkan bentuk kapang jika organisme tersebut merupakan saprofit (Pelczar, 1986).
Fungi menempati lingkungan yang sangat beragam yang berasosiasi secara simbiotik dengan berbagai macam organisme. Meskipun paling sering ditemukan pada habitat darat, fungi juga hidup di lingkungan akuatik, dimana fungi tersebut berasosiasi dengan organisme laut dan air tawar serta bangkainya. Lichen, perpaduan antara fungi dan alga, banyak terdapat di berbagai tempat dan ditemukan pada beberapa tempat yang tidak sesuai dengan habitatnya. Fungi simbiotik lainnya hidup dalam jaringan tumbuhan yang sehat dan spesies lain membentuk mutualisme-mutualisme pengkomsumsi selulosa dengan serangga, semut dan rayap (Campbell et al., 2010).
Basidiomycetes merupakan golongan fungi yang dapat mendekomposisi kayu, baju, kertas, dan produk lainnya yang berasal dari alam. Lignin adalah senyawa polimer kompleks yang tersusun oleh komponen fenolik dan sangat penting dalam tanaman berkayu. Lignin yang berasosiasi dengan selulosa dapat memberikan bentuk kaku terhadap tanaman berkayu tersebut. Lignin tersebut dapat didekomposisi oleh Basidiomycetes yang merupakan jenis fungi yang sangat penting dan memiliki jumlah paling banyak di alam (Madigan et al., 2012). Golongan fungi yang termasuk hidup dalam air adalah oomycota dan chytridiomycota, sedangkan golongan fungi yang hidup di darat (tanah) misalnya, Mucorales, Ascomycota, deuteremycetes dan beberapa Peronosporales (Gunawan et al., 2004).
2.2.Bentuk Fungi
Berdasarkan struktur dasarnya, fungi dibagi menjadi 3 kelompok yaitu khamir (yeast), kapang (mold) dan cendawan (mushroom).
a.Khamir (Yeast)
Yeast merupakan sel tunggal (uniseluler) yang membentuk tunas dan pseudohifa (Webster dan Weber, 2007). Hifanya panjang, dapat bersepta atau tidak bersepta dan tumbuh di miselium. Yeast memiliki ciri khusus bereproduksi secara aseksual dengan cara pelepasan sel tunas dari sel induk. Beberapa khamir dapat bereproduksi secara seksual dengan membentuk aski atau basidia dan dikelompokkan ke dalam Ascomycota dan Basidiomycota. Dinding sel yeast adalah struktur yang kompleks dan dinamis dan berfungsi dalam menanggapi perubahan lingkungan yang berbeda selama siklus hidupnya (Hoog et al., 2007).
Gambar 1. Tomogram elektron sel yeast. Gambar ini menunjukkan membran plasma, mikrotubulus dan vakoula cahaya (hijau), nucleus, vakuola dan vesikula gelap (emas), mitokondria gelap dan besar (biru) dan vesikel muda (merah muda) (Hoog et al., 2007).
Gambar 2. Gambar 2. Sel Yeast (Madigan et al., 2012).
b.Kapang (mold)
Kapang adalah jenis lain dari fungi, sebagian besar memiliki tekstur yang tidak jelas dan biasanya ditemukan pada permukaan makanan yang membusuk atau hangat, dan tempat-tempat lembab. Sebagian besar kapang berreproduksi secara aseksual, tetapi ada beberapa spesies yang bereproduksi secara seksual dengan menyatukan dua jenis sel untuk membentuk zigot dengan produk uniselular sel (Viegas, 2004).
Talusnya terdiri dari filamen panjang yang bergabung bersama membentuk hifa. Hifa dapat tumbuh banyak sekali, hifa fungi tunggal di oregon dapat mencapai 3,5 mm. Sebagian besar kapang, hifanya bersepta dan bersifat uniseluler. Hifanya disebut hifa bersepta. Pada beberapa kelas fungi, hifanya tidak bersepta dan di sepanjang selnya terdapat banyak nukleus yang disebut coenocytichyphae.
Gambar 3. Rhizopus sp.
c.Cendawan (Mushroom)
Cendawan merupakan salah satu kelompok dalam phylum fungi yang biasa disebut dengan mushroom. Cendawan (mushroom) adalah fungi makroskopis yang memiliki tubuh buah dan sering digunakan untuk konsumsi. Cendawan sedikit berbeda. Cendawan memiliki bagian yang disebut dengan tubuh buah. Tubuh buah tersebut terdiri dari holdfast atau bagian yang menempel pada substrat, lamella, dan pileus (Dwidjoseputro, 1994).
Menurut Schlegel dan Schmidt (1994), cendawan merupakan organisme yang berinti, mampu menghasilkan spora, tidak mempunyai klorofil karena itu jamur mengambil nutrisi secara absorbsi. Pada umumnya berreproduksi secara seksual dan aseksual, struktur somatiknya terdiri dari filamen yang bercabang-cabang. Cendawan memiliki dinding sel yang terdiri atas kitin atau selulosa ataupun keduanya.
Gambar 4. Struktur Cendawan (Mushroom).
2.3.Karakteristik Morfologi Dan Fisiologi (Struktur Sel) Fungi
a. Hifa
Fungi secara morfologi tersusun atas hifa. Dinding sel hifa bebentuk tabung yang dikelilingi oleh membran sitoplasma dan biasanya berseptat. Fungi yang tidak berseptat dan bersifat vegetatif biasanya memiliki banyak inti sel yang tersebar di dalam sitoplasmanya. Fungi seperti ini disebut dengan fungi coenocytic, sedangkan fungi yang berseptat disebut monocytic (Madigan et al., 2012).
Kumpulan hifa akan bersatu dan bergerak menembus permukaan fungi yang disebut miselium. Hifa dapat berbentuk menjalar atau menegak. Biasanya hifa yang menegak menghasilkan alat perkembangbiakan yang disebut spora. Septa pada umumnya memiliki pori yang sangat besar agar ribosom dan mitokondria dan bahkan nukleus dapat mengalir dari satu sel ke sel yang lain. Miselium fungi tumbuh dengan cepat, bertambah satu kilometer setiap hari. Fungi merupakan organisme yang tidak bergerak, akan tetapi miselium mengatasi ketidakmampuan bergerak itu dengan menjulurkan ujung-ujung hifanya denagan cepat ke tempat yang baru (Campbell et al., 2010).
Pada ujung batang hifa mengandung spora aseksual yang disebut konidia. Konidia tersebut berwarna hitam, biru kehijauan, merah, kuning, dan cokelat. Konidia yang menempel pada ujung hifa seperti serbuk dan dapat menyebar ke tanah dengan bantuan angin. Beberapa fungi yang makroskopis memiliki struktur yang disebut tubuh buah dan mengandung spora. Spora tersebut juga dapat menyebar dengan bantuan angin, hewan, dan air (Madigan et al., 2012).
Kavanagh (2011) melaporkan bahwa sebagian besar hifa pada yeast berbentuk lembaran, seperti pada Cythridomycetes dan Sacharomyces cerreviceae. Hifa mengandung struktur akar seperti rhizoid yang berguna sebagai sumber daya nutrisi.
Gambar 5. Struktur Dasar Hifa.
Hifa dapat dijadikan sebagai ciri taksonomi pada fungi. Beberapa jenis fungi ada yang memiliki hifa berseptat dan ada yang tidak. Oomycota dan Zygomycota merupakan jenis fungi yang memiliki hifa tidak berseptat, dengan nuklei yang tersebar di sitoplasma. Berbeda dengan kedua jenis tersebut, Ascomycota dan Basidiomycota berasosiasi aseksual dengan hifa berseptat yang memiliki satu atau dua nuklei pada masing-masing segmen (Webster dan Weber, 2007).
Hifa yang tidak bersepta disebut hifa senositik, memiliki sel yang panjang sehingga sitoplasma dan organel-organelnya dapat bergerak bebas dari satu daerah ke daerah lainnya dan setiap elemen hifa dapat memiliki beberapa nukleus. Hifa juga dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsinya. Hifa vegetatif (miselia), bertanggungjawab terhadap jumlah pertumbuhan yang terlihat di permukaan substrat dan mempenetrasinya untuk mencerna dan menyerap nutrisi. Selama perkembangan koloni fungi, hifa vegetatif berkembang menjadi reproduktif atau hifa fertil yang merupakan cabang dari miselium vegetatif. Hifa inilah yang bertanggungjawab terhadap produksi tubuh reproduktif fungi yaitu spora (Campbell et al., 2010).
Hifa tersusun dari dinding sel luar dan lumen dalam yang mengandung sitosol dan organel lain. Membran plasma di sekitar sitoplasma mengelilingi sitoplasma. Filamen dari hifa menghasilkan daerah permukaan yang relatif luas terhadap volume sitoplasma, yang memungkinkan terjadinya absorpsi nutrien. (Willey et al., 2009).
b.Dinding Sel
Sebagian besar dinding sel fungi mengandung khitin, yang merupakan polimer glukosa derivatif dari N-acetylglucosamine. Khitin tersusun pada dinding sel dalam bentuk ikatan mikrofibrillar yang dapat memperkuat dan mempertebal dinding sel. Beberapa polisakarida lainnya, seperti manann, galaktosan, maupun selulosa dapat menggantikan khitin pada dinding sel fungi. Selain khitin, penyusun dinding sel fungi juga terdiri dari 80-90% polisakarida, protein, lemak, polifosfat, dan ion anorganik yang dapat mempererat ikatan antar matriks pada dinding sel (Madigan et al., 2012).
Dinding sel fungi berfungsi untuk melindungi protoplasma dan organel-organel dari lingkungan eksternal. Struktur dinding sel tersebut dapat memberikan bentuk, kekuatan seluler dan sifat interaktif membran plasma. Selain khitin, dinding sel fungi juga tersusun oleh fosfolipid bilayer yang mengandung protein globular. Lapisan tersebut berfungsi sebagai tempat masuknya nutrisi, tempat keluarnya senyawa metabolit sel, dan sebagai penghalang selektif pada proses translokasi. Komponen lain yang menyusun dinding sel fungi adalah antigenik glikoprotein dan aglutinan, senyawa melanins berwarna coklat berfungsi sebagai pigmen hitam. Pigmen tersebut bersifat resisten terhadap enzim lisis, memberikan kekuatan mekanik dan melindungi sel dari sinar UV, radiasi matahari dan pengeringan) (Kavanagh, 2011).
Gambar 6. Struktur dinding sel Fungi,dan tabel perbedaan komponen dinding sel pada setiap kelas Fungi.
c.Nukleus
Nukleus atau inti sel fungi bersifat haploid, memiliki ukuran 1-3 mm, di dalamnya terdapat 3 – 40 kromosom. Membrannya terus berkembang selama pembelahan Nuclear associated organelles (NAOs). Terkait dengan selubung inti, berfungsi sebagai pusat-pusat pengorganisasian mikrotubula selama mitosis dan meiosis. Nukleus pada fungi juga mempengaruhi kerja kutub benang spindel dan sentriol.
d.Organel-organel Sel Lainnya
Fungi memiliki mitokondria yang bentuknya rata atau flat seperti krista mitokondria. Badan golgi terdiri dari elemen tunggal saluran cisternal.
Pada struktur sel fungi juga memiliki ribosom, retikulum endoplasma, vakuola, badan lipid, glikogen partikel penyimpanan, badan mikro, mikrotubulus, vesikel.
Gambar 7. Struktur sel fungi.
2.4.Pembagian Kelas-Kelas Fungi
Menurut Maligan et al. (2012), fungi secara filogenetik dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu chytridiomycetes, zygomycetes, glomeromycetes, ascomycetes, dan basidiomycetes. Pembagian kelompok tersebut berdasarkan cara bereproduksi.
Gambar 8. Pohon Filogenetik Fungi (Madigan et al., 2012)
a.Chytridiomycota
Sel berflagela pada minimal satu siklus hidupnya, bisa memiliki satu atau lebih flagela. Dinding sel mengandung kitin dan β-1,3-1,6-glukan; glikogen sebagai bentuk cadangan karbohidrat. Hifanya bersifat senositik, septum baru dibentuk ketika akan membuat alat reproduksi sporangium. Mula-mula sporangium mengandung protoplasma berinti banyak yang kemudian membelah menjadi bagian-bagian kecil berinti tunggal, yang selanjutnya memperoleh flagella posterior dan disebut zoospora. Zoospora keluar dari sporangium melalui papillae atau melalui lubang di dinding sporangium, dan berenang sebelum menjadi kista. Kista kemudian berkecambah menjadi hifa baru.
Reproduksi seksual berlangsung dengan cara kopulasi antara planogamet-planogamet yang memiliki morfologi sama atau tidak sama dengan menghasilkan zigot, yang akan tumbuh kembali menjadi hifa.
Gambar 9. Siklus hidup Chytridiomycota
Gambar 10. Chytridiomycota
b. Zygomycota
Dinding sel terdiri dari kitosan atau kitin. Talus biasanya filamentus dan nonseptat, tanpa silia, reproduksi seksual menghasilkan zigospora berdinding tebal yang berornamen. Sedangkan reproduksi aseksualnya biasanya dengan membentuk aplanospora.
Reproduksi aseksual Zygomycota dimulai dari pertumbuhan spora menjadi benang hifa yang bercabang-cabang membentuk miselium. Beberapa hifa akan tumbuh ke atas dan ujungnya mengembung membentuk sporangium. Sporangium yang masak kemudian pecah dan spora yang ada didalamnya tersebar. Spora yang jatuh di tempat yang sesuai akan berkecambah.
Reproduksi seksualnya dimulai ketika terjadi peleburan dua inti (+ dan -) dari spora haploid membentuk zygospora diploid. Zygospora akan berada dalam keadaan dorman sampai menemukan tempat yang sesuai untuk tumbuh. Ketika zygospora menemukan tempat yang sesuai selanjutnya akan melalukan meiosis dan membentuk sporangium yang berisi spora haploid.
Gambar 11. Siklus reproduksi Zygomycota
Gambar 12. Apophysomyces sp.
c.Ascomycota
Reproduksi seksual meiosis dengan nukleus diploid dalam askus, berkembang menjadi askospora, sebagian besar juga mengalami reproduksi aseksual dengan pembentukan konidiospora dengan hifa aerial khusus disebut konidiospora. Banyak yang memproduksi aski dengan tubuh buah kompleks disebut askokarp. Termasuk saprofit, parasit, sebagian mutualisme dengan mikroba fototropik membentuk liken. Dinding sel terbuat dari kitin.
Gambar 13. Struktur sel Ascomycotina.
d.Basidiomycota
Umumnya termasuk cendawan. Reproduksi seksual meliputi pembentukan basidium dengan basidiospora haploid. Umumnya 4 spora per basidium tapi kadang 1 – 8. Reproduksi seksual dengan fusi membentuk miselium dikariotik menghasilkan sepasang nukleus induk tetapi tidak berfungsi.
Gambar 14. Struktur sel Basidiomycota
e.Glomeromycota
Filamentus, sebagian besar endomikoriza, arbuskular, tidak bersilia, bentuk spora aseksual di luar inang, tidak bersentriol, konidia dan spora aerial.
Gambar 15. Glomus claroideum.
f.Microsporidia
Microsporidia adalah parasit obligat intraseluler berukuran kecil yang awalnya dianggap protozoa eukariot primitif tetapi sekarang diklasifikasikan sebagai fungi. Tidak memiliki mitokondria, peroksisom, kinetosom, silia dan sentriol; spora memiliki dinding dalam kitin dan dinding luar protein, produksi tabung untuk penetrasi inang. Contoh : Enterocytozoon bieneusi dan E. intestinalis. Fungi ini diketahui bertanggungjawab pada kasus diare pasien penderita AIDS dan pasien pencangkokan (Verweij et al., 2007).
BAB III
SIMPULAN
Fungi merupakan mikroorganisme eukariota yang sebagian besar bersifat multiseluler. Fungi atau cendawan terdiri dari kapang dan khamir. Secara umum Fungi hidup dengan 3 cara yaitu sebagi saprofit, parasitik dan diomorfis. Fungi adalah heterotrof yang mendapatkan nutriennya melalui penyerapan (absorpsi).
Fungi menempati lingkungan yang sangat beragam yang berasosiasi secara simbiotik dengan banyak organisme baik di darat maupun di air. Sebagian besar fungi adalah organisem multiseluler dengan hifa yang dibagi menjadi sel-sel oleh dinding yang bersilangan atau septa. Dinding sel pada fungi dilindungi olehSelulosa dan Kitin (polisakarida yang mengandung unsur N). Fungi dapat berkembang biak dengan dua cara yaitu cara seksual dan aseksual.
Fungi secara filogenetik dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu chytridiomycetes, zygomycetes, glomeromycetes, ascomycetes, dan basidiomycetes. Pembagian kelompok tersebut berdasarkan cara reproduksi.
DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulus, C. J. C. W. Mims and M. Blackwell. 1996. Introductory Mycology 4rd edition. John Willey. New York.
Campbell, N.A. and J. B. Reece. 2010. Biology 8th Edition. Pearson Education. Inc. San Fransisco.
Dwidjoseputro, D. 1994. Pengantar Mikologi. Alumni. Bandung.
Hoog, J. L., Schwartz C. and Noon A. T. O’toole E.T.. Mastronarde DN. McIntosh JR. Antony C. 2007. Organization of interphase microtubules in fission yeast analyzed by electron tomography. Dev Cell. 12(3): 349-61.
Kavanagh, K. 2011. Fungi: Biology and Application. Wiley Press. USA.
Lockwood’s, T. 2011. Fungi. http://www.kklinedesigns.com/mkline /Fungi.pdf. Diakses pada 29 September 2011.
Lori. C. 2009. General Mycology. http://classes.plantpath.wsu.edu/plp521/General_Micology. Diakses pada 30 September 2011.
Madigan, M. T., J. M. Martinko, D. A. Stahl. and D. P. Clark. 2012. Brock Biology of Microorganisms. Pearson Education. Inc.. San Francisco.
Schlegel, H. G. dan K. Schmidt. 1994. MikrobiologiUmum. UGM Press. Yogyakarta.
Verweij, J. J. R., Hove E. A. T., Brienen L. and Lieshout. 2007. Multiplex Detection of Enterocytozoon bieneusi and Enchephalitozoon spp. in fecal samples using real time PCR. Diagnostic Moleculer and Infectious Disease. 57 (2): 163-167
Viegas, J. 2004. Fungi and Mold. The Rosen Publishing Group. New York.
Webster, J. and R. Weber. 2007. Introduction to Fungi. Cambridge University Press. New York.
Willey, J. M., L. M. Sherwood and C. J. Woolverton. 2009. Prescott’s Principles of Microbiology. 2009. McGraw-Hill International Edition.
- MAKALAH MIKROBIOLOGI LANJUT
- “STRUKTUR DAN KARAKTERISASI FUNGI”
- KELOMPOK 17
- Anggota:
- Fajar Priyambada (11/316158/BI/08738)
- Meika Novarya L. (11/316199/BI/08754)
- Tania Yossi N.R (11/316201/BI/8755)
- Serafica Btari
- Atikah Istianah
- FAKULTAS BIOLOGI
- UNIVERSITAS GADJAH MADA
- YOGYAKARTA
- 2014
PRAKATA
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam atas segala nikmat-Nya, sehingga penyusun mampu menyelesaikan makalah Mikrobiologi Lanjut ini dengan lancar. Tidak lupa kami segenap penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
- Drs. Langkah Sembiring, M.Sc.,Ph.D. selaku dosen pengampu Mikrobiologi Lanjut.
- Teman-teman angkatan 2011 yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Makalah ini dibuat sebagai pelengkap tugas presentasi Mikrobiologi Lanjut yang dilaksanakan di ruang kuliah Perpustakaan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya sehingga saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan ke depannya.
Demikian, pembuatan makalah ini semoga bermanfaat bagi kita semua.
- Yogyakarta, Oktober 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H