jiwa dan raga rela dikorbankan demi kami
lewat sajak ini kulangitkan doa untukmu ibu
tepat di hari ibu yang membahagiakan.
Puisi ini menceritakan doa anak dengan mengungkapkan perjuangan ibunya dalam membesarkan anak-anaknya. Seorang janda yang ditinggal suami tidak tahu karena maut atau perpisahan, ia tetap berusaha banting tulang demi kebutuhan anak-anaknya. Seorang ibu yang tulus bekerja tanpa keluh kesah dengan mimpi yang ia genggam agar anaknya dapat bersekolah setinggi mungkin. Dari puisi di atas jelas perjuangan ibunya tidak berjalan mulus, tetapi si ibu tetap tidak menyerah akan keadaan dan anak-anaknya. Meskipun pendapatanya tidak seberapa, akan tetapi ia terus memenuhi kebutuhan keempat anaknya. Amanat yang terkandung di puisi ini yakni hargai dan doakan ibu demi kebaikannya sebagai rasa terima kasih atas perjuangan selama ini.
3. Perbandingan Karya Sastra
a. Persamaan
Kedua karya sastra ini memiliki dua persamaan, yakni tema dan isu yang ada di dalamnya. Meskipun secara spesifik tema yang ditunjukkan berbeda, akan tetapi memiliki judul besar yakni tentang anak dan ibu. Cerpen “Merenda Waktu” memiliki tema anak yang rindu dengan ibunya, namun ia malu untuk bertemu. Pada cerpen ini juga menceritakan perjuangan ibunya dimasa lalu di tengah cerita. Bagaimana kehidupannya dengan pernikahannya yang selalu sial mendapatkan suami yang tidak tulus selain suami pertamanya. Bagaimana ibunya yang melamar menjadi seorang guru karena tidak mendapatkan nafkah untuknya dan anak-anaknya. Hingga akhirnya dia seorang diri yang mencari nafkah untuk kesebelas anaknya. Pada bagian cerpen ini mirip dengan puisi “Ibuku Yang Perkasa” yang juga menceritakan ibunya yang mencari nafkah seorang diri untuk keempat anaknya karena ditinggal oleh suaminya.
Dari persamaan tema di atas dapat disimpulkan isu yang juga sama. Isu seorang ibu yang selalu menanggung semua tanggung jawab seorang diri karena keadaan yang memaksa. Ibu yang rela menanggung beratnya mencari uang demi memberi makan anak-anaknya. Ibu yang selalu menjadi tempat harapan terakhir anak-anak disaat ayahnya tidak memenuhi kewajibannya sebagai kepala keluarga. Keinginan seorang ibu untuk mengubah kodrat yang seharusnya dilakukan laki-laki ini disebutkan pada teori feminisme marxis sosialis. Menurut Marzuki (2007) feminisme marxis sosialis merupakan restrukturisasi masyarakat agar tercapainya kesetaraan gender karena ketimpangan gender yang disebabkan oleh sistem kapitalisme, termasuk di dalam keluarga. Ibu yang terpaksa mengambil peran yang semestinya dilakukan oleh suaminya merupakan sikap mandiri dan ingin mengubah nasib agar menjadi lebih layak untuk ia dan anaknya jalani. Hal ini sesuai dengan maksud dari feminisme marxic sosialis.
b. Perbedaan
pada kedua karya sastra ini tentu memiliki banyak perbedaan akibat genre yang berbeda. Hal ini terlihat karena perbedaan unsur pembentuk pada cerpen dan puisi. Menurut Fadilah, Zuriyati, dan Herlina (2020) dalam penelitiannya membagi unsur-unsur puisi menjadi dua, yakni unsur fisik puisi dan unsur batin puisi. Unsur fisik meliputi diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, dan tipografi. Sedangkan unsur batinnya terdiri dari tema, perasaan, nada dan suasana, serta amanat. Berbeda dengan unsur pembangun cerpen yang terdiri dari unsur intrinsik dan ekstrinsik. Menurut Rosana, Fitriani, dan Effendi (2021) dalam jurnalnya, unsur intrinsik terdiri dari alur, tema, penokohan, dan latar. Sedangkan unsur ekstrinsik faktor luar yang mempengaruhi cerita, seperti kondisi sosial, ekonomi, ideologi, politik, agama, budaya, dan lainnya.
Dari unsur-unsur pembangun dua karya sastra tersebut yang memiliki persamaan hanyalah tema dan amanat. Jika membandingkan amanat cerpen dan puisi, maka ditemukan perbedaan. Pada cerpen “Merenda Waktu” memiliki amanat untuk mengingat orangtua (ibu) ketika sudah merantau dan jangan takut untuk menemui orangtua karena merekalah tempat paling nyaman untuk pulang. Di sisi lain puisi “Ibuku Yang Perkasa” memiliki amanat untuk tetap menyayangi serta menghargai orangtua dengan mendoakannya.