Mohon tunggu...
Applepi
Applepi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembaca

Halo, saya Applepi. Saya suka membaca komik. Karena saya ingin mengutarakan perasaan saya tentang komik yang saya baca, saya pun menulisnya dalam bentuk puisi dan membagikannya.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Perbandingan Cerpen "Merenda Waktu" Karya Nuryana Asmaudi SA dengan Puisi "Ibuku Yang Perkasa" Karya Ariadi Rasidi

17 Desember 2024   22:51 Diperbarui: 17 Desember 2024   22:51 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

PERBANDINGAN CERPEN “MERENDA WAKTU” KARYA NURYANA ASMAUDI SA DENGAN PUISI “IBUKU YANG PERKASA” KARYA ARIADI RASIDI

Davina Isnadia Safitri

Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Andalas

Korespondensi: 2410723004_davina@student.unand.ac.id

ABSTRAK

Karya sastra seperti cerpen dan puisi merupakan salah satu hal yang digemari pembaca sastra. Penyajiannya yang singkat membuat pembaca tidak mudah bosan. Penggunaan gaya bahasa yang indah memberikan perasaan indah di dalam hati pembaca. Pada cerpen dan puisi sering ditemui cerita yang memiliki persamaan dari berbagai sudut, baik itu tema, pesan moral, maupun isu yang diangkat di dalam cerita. Untuk penentukan adanya persamaan dalam dua karya sastra itu diperlukan teknik membandingkan kedua karya sastra dengan menganalisis unsur-unsur yang ada di dalam karya sastra tersebut.

Kata Kunci: Cerpen, Puisi, dan Sastra Banding

 

ABSTRACT

Literary works such as short stories and poems are one of the things that are favored by literary readers. The short presentation makes the reader not easily bored. The use of beautiful language style gives a beautiful feeling in the reader's heart. In short stories and poems, there are often stories that have similarities from various angles, be it themes, moral messages, or issues raised in the story. To determine the similarities in the two literary works, it is necessary to compare the two literary works by analyzing the elements in the literary works.

Keywords: Short Story, Poetry, and Comparative Literature

 

A. PENDAHULUAN

Secara singkat sastra merupakan hasil dari kreativitas seseorang. Kata sastra sendiri berasal dari bahasa Sansekerta, yakni sas dan tra. Sas memiliki arti mengarahkan, mengajarkan, dan memberi petunjuk. Sedangkan kata tra berarti alat atau sarana. Namun makna sastra sendiri mengalami perluasan yang pada mulanya merujuk pada kitab-kitab suci, kini merujuk juga pada karya sastra yang tertulis maupun tidak dengan syarat di dalamnya mengandung nilai seni dan perasaan indahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Renne Wellek dan Austin Warren (1977: 3) dalam Hawa (2017) yang mengartikan sastra sebagai suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Menurut Hawa (2017) sastra tidak hanya berupa karya seni yang didokumentasikan melalui tulisan tetapi bisa jadi sastra itu masih berupa cerita-cerita yang kunci kisahnya hanya diketahui oleh orang tertentu.

Cerpen merupakan salah satu karya sastra yang bergenre prosa. Menurut Sadikin (2010) dalam jurnal Rosana, Fitriani, dan Effendi (2021), mengemukakan bahwa cerita pendek dapat diartikan sebagai cerita yang berbentuk prosa naratif fiktif, cenderung padat, dan langsung pada tujuannya. Cerpen sendiri menjadi pilihan pemula yang mempelajari sastra. Cerita yang singkat membuatnya mudah untuk dianalisis. Puisi juga menjadi alternatif bagi pemula, karena isi yang singkat. Namun puisi lebih sulit dianalisi karena diksi yang biasanya digunakan para penyair hebat lebih sulit dimengerti maknanya. Menurut Fadilah, Zuriyati, dan Herlina (2020) puisi adalah sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembangun.

Sebenarnya banyak kemiripan cerita dalam karya sastra. Tidak hanya cerita, sering sekali ditemui kemiripan pada unsur-unsur yang membangunnya. Pada cerpen dan puisi unsur pembangun yang dapat dibandingkan hanyalah isi, tema, dan amanat. Untuk menemukan persamaan maupun perbedaan cerpen dengan puisi digunakan teori sastra banding. Zahro (2021) dalam jurnalnya menyebutkan sastra bandingan pada umumnya berbicara mengenai relasi di antara dua buah karya sastra yang berbeda budaya, tetapi memiliki kesejajaran baik bentuk maupun isi. Yang artinya karya sastra yang dibandingkan harus memiliki kemiripan diantara salah satu unsur pembangunnya.

B. LANDASAN TEORI

1. Teori Strukturalisme

Teori strukturalisme diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure untuk menganalisis struktur bahasa, dan di dalamnya menggunakan analisis sebagai sistem korelasi antara bentuk dan makna. Selain itu Levi Strauss menyatakan strukturalisme dapat digunakan untuk menganalisis berbagai masalah budaya. Pada pembahasan Syahfitri (2018), Abrams dalam analisis Pradopo (2005), pendekatan strukturalis dalam karya sastra merupakan sebuah totalitas yang dibangun secara komprehensif oleh berbagai unsur pembentuknya. Untuk mengkaji unsur intrinsik dalam penelitian dibatasi pada unsur alur, penokohan, latar, sudut pandang, dan tema (Syahfitri, 2018).

2. Teori Feminisme Marxis-Sosialis

Menurut Marzuki (2007) feminisme marxis-sosialis merupakan restrukturisasi masyarakat agar tercapainya kesetaraan gender karena ketimpangan gender yang disebabkan oleh sistem kapitalisme, termasuk di dalam keluarga. Sesuai dengan adopsinya yang berasal dari praxis Marxisme, teori ini mengajak perempuan untuk berani melangkah maju agar terbebas sebagai pihak yang dirugikan atau bahkan ditindas dalam keluarga maupun masyarakat sosial.

3. Teori Sastra Bandingan

Menurut Fancois Jost (1974) dalam Zahro (2021), sastra bandingan memusatkan pada kemiripan di antara dua atau lebih karya sastra. Hal ini berarti membandingkan dengan menganalisis karya sastra satu dengan karya sastra lainnya yang memiliki kemiripan dari segi tema, isu, gaya bahasa, amanat, dan lainnya.

 

C. METODE

Artikel ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Anggito dan Setiawan (2018) metode kualitatif ialah pengumpulan data pada suatu latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dimana peneliti adalah instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal. Data diperoleh dari tulisan karya sastra berupa cerpen dan puisi. Data tersebut dianalisis kemudian dibandingkan untuk menemukan persamaan dalam unsur intrinsik maupun isu yang ada di dalam karya sastra tersebut.

Sumber data berasal dari cerpen karya Nuryana Asmaudi S.A. yang berjudul “Merenda Waktu” dan puisi karya Ariadi Rasidi dengan judul “Ibuku Yang Perkasa”. Langkah pertama untuk mendapatkan data ialah membaca kedua karya sastra. Kemudia dianalisis unsur pembangunnya dan menyesuaikan isu yang ada dengan teori sastra. Dari cerpen dan puisi tersebut diperoleh data berupa unsur-unsur pembangun dan isu yang terdapat di dalamnya. Kemudian mendeskripsikan persamaan dan perbedaan yang ada di antara kedua karya sastra tersebut.

 

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Cerpen

Cerpen berjudul Merenda Waktu dipublis pada 8 November 2024 oleh Nuryana Asmaudi S.A. di Kompas.id. Cerpen ini menceritakan seorang laki-laki (aku) yang sedang mengamati seorang perempuan tua karena merindukan ibunya. Perempuan tua yang kesehariannya beraktivitas di kebun halaman dan kembali kerumah diwaktu petang. Perempuan tua mantan guru agama di desanya. Perempuan tua janda yang sabar dalam menghadapi sulitnya mengasuh anak. Perempuan tua yang sudah tiga kali menikah, tetapi suami kedua dan ketiga tidak bertanggung jawab. Perempuan tua menyiratkan ketenangan yang membuat laki-laki tersebut ingin menghampirinya, akan tetapi laki-laki tersebut tidak berani.

Berhari-hari laki-laki itu telah mengamati perempuan tua dan pada akhirnya perempuan itu bersenandung dengan isi untuk menghampirinya tanpa keraguan, karena ia akan senang menyambut kembali laki-laki tersebut. Laki-laki itu bingung menganggap mungkin ada orang lain yang juga memperhatikan perempuan tua itu. Perempuan tua terus melantunkan kata-kata yang membuat laki-laki tersebut teringat masa lalunya. Perempuan tua menceritakan bagaimana laki-laki itu lahir, bagaimana kesehariannya, dan bagaimana ibunya bersusah payah merawatnya dan saudara lainnya. Perempuan tua terus bercerita hingga waktu pulang. Laki-laki terus mengikuti dalam sembunyi. Perempuan tua mengatakan kepada laki-laki itu untuk menemuinya tanpa takut maupun ragu, karena perempuan tua hanya ingin bertemu kembali dengan anak laki-lakinya sebelum ajal datang menjemputnya. Perempuan tua mengatakan ingin bertemu kembali tanpa mengharapkan harta benda atau apapun itu dari laki-laki tersebut.

Dari cerita pendek ini didapatkan unsur-unsur intrinsik berdasarkan teori strukturalisme dan isu yang ada sesuai dengan teori feminisme marxis sosialis. Data yang didapat sebagai berikut:

a. Strukturalisme

Tema                 : Anak yang rindu ibunya.

Tokoh                : 1. Laki-laki (aku)

2. Perempuan tua (ibu)

3. suami pertama

4. suami kedua

5. suami ketiga

6. istri pertama suami kedua

7. pemilik sekolah (atasan)

Penokohan        : 1. Laki-laki berwatak peragu dan tidak percaya diri.

2. Perempuan tua berwatak mandiri, tegar, penyabar, penyayang, dan bertanggung jawab.

3. Suami pertama bertanggung jawab dan pintar.

4. Suami kedua memiliki sifat tidak bertanggung jawab dan pendendam.

5. Suami ketiga semula bertanggung jawab akhirnya tidak lagi dan tukang selingkuh.

6. Istri pertama suami kedua semula baik akhirnya perhitungan.

7. Pemilik sekolah seorang yang bijaksana.

Alur                   : maju mundur

Latar tempat     : kebun, rumah, teras belakang rumah, dan di luar

Latar waktu       : hampir senja, sudah lama, masa silam, sudah sepuluh windu, empat tahun kemudian, dan malamnya

Latar suasana    : perasaan damai, malu, penasaran, terkesima, angin bersenandung di pepohonan, sedih, pilu, merinding, gemetaran, nostalgia, rindu, dan hatiku terharu biru

Sudut pandang  : orang pertama

Amanat             : Meskipun pergi merantau jangan lupa dengan orang rumah yang telah berjasa selama ini. Temuilah orangtua sesekali karena mereka pasti rindu.

b. Feminisme marxis sosialis

Pada kutipan “Namun, menjadi istri kedua ternyata tidak enak. Lebih sering makan hati karena tidak mendapat nafkah sebagaimana mestinya. Sehingga perempuan itu mencari cara untuk melepaskan diri sebagai istri kedua. Dia ikut mendaftar jadi guru agar bisa dijadikan pegangan hidup pada masa depan bersama anak-anaknya,” terdapat dua poin dari feminisme marxis sosialis. Pertama ketika si “perempuan itu” (ibunya) berani untuk mencari cara agar ia bercerai dengan suami keduanya demi mengubah nasibnya. Kedua ketika ia memilih mencari pekerjaan dengan mendaftar menjadi guru. Hal ini menunjukkan bahwa perempun itu merasa sanggup untuk bekerja mencari uang yang seharusnya dilakukan oleh suaminya.

2. Analisis Puisi

IBUKU YANG PERKASA

Karya Ariadi Rasidi

 

Seorang ibu tegar menatap arah

perempuan perkasa ditinggal suami

tanpa ada tetes air mata mengalir

perempuan cantik tertakdir berjuang seorang diri

di tangannya bergelantungan empat buah hati

 

Perempuan perkasa berhati baja

hadir sebagai seorang pahlawan keluarga

ditempuhnya jalan buram dengan tertatih-tatih

terseok-seok memburu rupiah demi rupiah

lewat putaran roda mesin jahit

 

Perempuan perkasa berhati mulia

dari jiwanya mengucur embun-embun bening

air suci bersih tulus dan ikhlas

tekad di dadanya membara satu

membesarkan menyekolahkan anak-anak setinggi langit

 

Ia tegar menatap arah

walau fisik dan batin luka arang keranjang

terus ditempuhnya jalan berliku kadang terjal

hatinya selembar jarit bercorak sidomukti

bagi selimut keselamatan empat anak-anaknya

 

Perempuan perkasa berhati mulia

telapak kakimu adalah surga bagi kami

jiwa dan raga rela dikorbankan demi kami

lewat sajak ini kulangitkan doa untukmu ibu

tepat di hari ibu yang membahagiakan.

Puisi ini menceritakan doa anak dengan mengungkapkan perjuangan ibunya dalam membesarkan anak-anaknya. Seorang janda yang ditinggal suami tidak tahu karena maut atau perpisahan, ia tetap berusaha banting tulang demi kebutuhan anak-anaknya. Seorang ibu yang tulus bekerja tanpa keluh kesah dengan mimpi yang ia genggam agar anaknya dapat bersekolah setinggi mungkin. Dari puisi di atas jelas perjuangan ibunya tidak berjalan mulus, tetapi si ibu tetap tidak menyerah akan keadaan dan anak-anaknya. Meskipun pendapatanya tidak seberapa, akan tetapi ia terus memenuhi kebutuhan keempat anaknya. Amanat yang terkandung di puisi ini yakni hargai dan doakan ibu demi kebaikannya sebagai rasa terima kasih atas perjuangan selama ini.

3. Perbandingan Karya Sastra

a. Persamaan

Kedua karya sastra ini memiliki dua persamaan, yakni tema dan isu yang ada di dalamnya. Meskipun secara spesifik tema yang ditunjukkan berbeda, akan tetapi memiliki judul besar yakni tentang anak dan ibu. Cerpen “Merenda Waktu” memiliki tema anak yang rindu dengan ibunya, namun ia malu untuk bertemu. Pada cerpen ini juga menceritakan perjuangan ibunya dimasa lalu di tengah cerita. Bagaimana kehidupannya dengan pernikahannya yang selalu sial mendapatkan suami yang tidak tulus selain suami pertamanya. Bagaimana ibunya yang melamar menjadi seorang guru karena tidak mendapatkan nafkah untuknya dan anak-anaknya. Hingga akhirnya dia seorang diri yang mencari nafkah untuk kesebelas anaknya. Pada bagian cerpen ini mirip dengan puisi “Ibuku Yang Perkasa” yang juga menceritakan ibunya yang mencari nafkah seorang diri untuk keempat anaknya karena ditinggal oleh suaminya.

Dari persamaan tema di atas dapat disimpulkan isu yang juga sama. Isu seorang ibu yang selalu menanggung semua tanggung jawab seorang diri karena keadaan yang memaksa. Ibu yang rela menanggung beratnya mencari uang demi memberi makan anak-anaknya. Ibu yang selalu menjadi tempat harapan terakhir anak-anak disaat ayahnya tidak memenuhi kewajibannya sebagai kepala keluarga. Keinginan seorang ibu untuk mengubah kodrat yang seharusnya dilakukan laki-laki ini disebutkan pada teori feminisme marxis sosialis. Menurut Marzuki (2007) feminisme marxis sosialis merupakan restrukturisasi masyarakat agar tercapainya kesetaraan gender karena ketimpangan gender yang disebabkan oleh sistem kapitalisme, termasuk di dalam keluarga. Ibu yang terpaksa mengambil peran yang semestinya dilakukan oleh suaminya merupakan sikap mandiri dan ingin mengubah nasib agar menjadi lebih layak untuk ia dan anaknya jalani. Hal ini sesuai dengan maksud dari feminisme marxic sosialis.

b. Perbedaan

pada kedua karya sastra ini tentu memiliki banyak perbedaan akibat genre yang berbeda. Hal ini terlihat karena perbedaan unsur pembentuk pada cerpen dan puisi. Menurut Fadilah, Zuriyati, dan Herlina (2020) dalam penelitiannya membagi unsur-unsur puisi menjadi dua, yakni unsur fisik puisi dan unsur batin puisi. Unsur fisik meliputi diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, dan tipografi. Sedangkan unsur batinnya terdiri dari tema, perasaan, nada dan suasana, serta amanat. Berbeda dengan unsur pembangun cerpen yang terdiri dari unsur intrinsik dan ekstrinsik. Menurut Rosana, Fitriani, dan Effendi (2021) dalam jurnalnya, unsur intrinsik terdiri dari alur, tema, penokohan, dan latar. Sedangkan unsur ekstrinsik faktor luar yang mempengaruhi cerita, seperti kondisi sosial, ekonomi, ideologi, politik, agama, budaya, dan lainnya.

Dari unsur-unsur pembangun dua karya sastra tersebut yang memiliki persamaan hanyalah tema dan amanat. Jika membandingkan amanat cerpen dan puisi, maka ditemukan perbedaan. Pada cerpen “Merenda Waktu” memiliki amanat untuk mengingat orangtua (ibu) ketika sudah merantau dan jangan takut untuk menemui orangtua karena merekalah tempat paling nyaman untuk pulang. Di sisi lain puisi “Ibuku Yang Perkasa” memiliki amanat untuk tetap menyayangi serta menghargai orangtua dengan mendoakannya.

E. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan didapatkan persamaan dari cerpen “Merenda Waktu” dengan puisi “Ibuku Yang Perkasa” dari temanya dan isu yang ada di dalamnya. Kedua karya sastra ini memiliki tema anak dengan ibunya. Sedangkan isu yang dimiliki mengenai perempuan yang berani untuk mengambil peran laki-laki demi anak-anaknya. Perbedaan sudah pasti ditemui pada cerpen dan puisi ini dikarenakan adanya perbedaan pada unsur yang membangunnya. Namun perbedaan yang dapat dibandingkan adalah amanatnya. Cerpen memiliki amanat untuk selalu ingat pada orangtua. Sedangkan puisi mengamanatkan untuk menghargai dan mendoakan orangtua.

REFERENSI

Anggito, Albi & Setiawan, Johan, (S.Pd.). (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: CV Jejak.

Fadilah, D.F., Zuriyati, & Herlina. (2020). Resepsi Pembaca Terhadap Unsur Pembangun Puisi Afrizal Malna Dalam Antologi Puisi Berlin Proposal. DEIKSIS, 12(2), 116-131.

Hawa, Masnuatul, (M.Pd.). (2017). Teori Sastra. Yogyakarta: Deepublish.

Marzuki. (2007). Kajian Awal Tentang Teori-Teori Gender. Jurnal Civisc, 4(2).

Rosana, R., Fitriani, Y., & Effendi, D. (2021). Peningkatan Kemampuan Menganalisis Unsur-unsur Pembangun Cerpen Melalui Model Discovery Learning pada Siswa. JRTI (Jurnal Riset Tindakan Indonesia, 6(2), 151-156.

Syahfitri, Dian, (S.S., M.Hum.). (2018). Teori Sastra Konsep Dan Metode. Yogyakarta: Pustaka Ilmu.

Zahro, Alhasanah. (2021). Perbandingan Ekokritik Pada Puisi "Pesan Dari Situ" Karya Muhammad Bintang Yanita Putra Dengan Cerpen "Situ Gintung" Karya Putu Wijaya (Kajian Sastra Bandingan). CaLLs, 7(1).

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun