"Kalau kamu menang pun percuma, buktinya Mbak Leli memihak padaku."
Kang Naryo tersenyum. "Itu lumrah, Dil, penonton perempuan, apalagi dia yang tak tahu soal catur cenderung memihak pada pemain yang berpotensi kalah."
Baidil terhenyak. "Tapi kamu cemburu, kan?"
Kang Naryo tertawa terpingkal-pingkal.
Tahu-tahu Mbak Leli sudah berdiri di depan mereka. "Sehat benar tawamu, Kang? Ada apa?"
"Dia menyerah," jawab Kang Naryo sambil menunjuk hidung Baidil.
"Jangan dong, Dil. Kamu pasti menang. Mbak doakan, ya?"
Baidil tambah merengut. Sudah jelas mau keok kok dibilang akan menang?
"Tiga langkah lagi kamu mati, Dil!" ancam Kang Naryo.
Baidil menyeringai. "Jangan sombong dulu, Kang. NIH, LIHAT!" teriaknya sambil menggeser patihnya ke baris terdepan.
"Aha, dua langkah lagi, Dil!"