Mohon tunggu...
Basir SH
Basir SH Mohon Tunggu... Pengacara - Mahasiswa Pasca UNMA BANTEN

Saya adalah Mahasiswa Pasca Sarjana pada Perguruan Tinggi Universtitas Matlaul Anwar Banten

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Implementasi Norma Agama dalam Keabsahan Setatus Anak Berdasarkan Isbat Nikah

11 Mei 2024   13:51 Diperbarui: 11 Mei 2024   13:53 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

 

Dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, disebutkan bahwa kekuatan hukum Peraturan Perundang-undagan sesuai dengan hierarki tersebut diatas.dengan melihat urutan PerUndang-Undangan diatas, Instruksi Presiden sebagai produk yang dikeluarkan oleh Lembaga presiden berada di bawah Undang-Undang, termasuk urutan kelima setelah Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945, Tap MPR, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.[9]

 

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak berlaku surut, oleh karena itu perkawinan baik yang pertama atau yang kedua dan seterusnya yang terjadi sebelum tanggal 1 Oktober 1975 yang dilakukan adalah sah. Sehingga menurut penulis perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UNDANG-UNDANG No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan inilah yang harus dikabulkan oleh Pengadilan Agama jika dimintakan permohonan itsbat nikah, dan hal inilah yang menjadi pokok dalam masalah Itsbat Nikah karena pernikahan sebelum Tahun 1974 perlu dan penting untuk mendapat bukti otentik yaitu Akta Nikah demi kepentingan keluarga guna mendapatkan kepastian hukum, keadailan bahkan kemanfaat dimasa depan dalam bertindak untuk hukum.

 

Ada kesamaan persepsi dikalangan praktisi hukum, khususnya hakim peradilan agama, bahwa yang dimaksud dengan itsbat nikah merupakan produk hukum declarative sekedar untuk menyatakan, perkawinan yang dilaksanakan secara sah menurut hukum agama namun tidak dicatatkan tersebut setelah diitsbatkan menjadi memiliki kepastian hukum (rechtszekerheid). Dalam beberapa event pembinaan dan bimbingan tehnis hakim peradilan agama, H.M. Tahir Hasan, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Banten menekan bahwa itsbat nikah tidak identik dengan istilah "tashih nikah" yang mengesahkan matter peristiwa akadnya atau substansi nikahnya. Itsbat nikah hanya sebuah pernyataan (declaratoir) terhadap perkawinan yang secara substantive telah sah dan memenuhi ketentuan syari'at Islam. Oleh karena hanya bersifat declaratoir saja, itsbat nikah tak ubahnya bagai surat keterangan penting lainnya semisal surat kematian dan kelahiran.[10]

 

Dari ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan pasal 100 KUH Perdata, dapat disimpulkan bahwa adanya suatu perkawinan hanya bisa dibuktikan dengan adanya akta perkawinan atau akta nikah yang dicatatdalam register. Bahkan ditegaskan, akta ta perkawinan atau akta nikah merupakan satu-satunya alat bukti perkawinan. Namun dmeikian, menurut Undang-Undang Perkawinan itu sendiri, akta nikah dan pencatatan perkawinan bukan satu-satunya alat bukti keberadaan atau keabsahan perkawinan. Oleh karena itu, walaupun dipandang sebagai alat bukti, akta perkawinan agamalah yang menentukan keberadaan dan keabsahaan perkawinan. Kalau demikian, fungsi dan kedudukan pencatatan perkawinan pada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama (bagi pasangan suami isteri yang beragama Islam) adalah untuk menjamin ketertiban hukum (legal order) semata.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun