Mohon tunggu...
Muh. Zulfikri Arman
Muh. Zulfikri Arman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menulislah karena itu akan membuat kita dikenang tanpa perlu terkenal.

jalani hidup dengan santai dan penuh semangat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pertemuan Pertama

25 April 2021   00:26 Diperbarui: 25 April 2021   00:35 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pertemuan Pertama

Oleh: Penjelajah Mars

Tepat pukul 04.30, alarm ponselku berbunyi. Mengingat hari ini merupakan hari pertama orientasi mahasiswa baru. Aku bangkit dari tempat tidur, bergegas menuju masjid untuk melaksanakan Shalat subuh. Dalam perjalanan, aku berpapasan dengan Zakaria, ia juga seorang mahasiswa baru sejurusanku dan sahabat pertamaku di kampus. Kami berkenalan saat melakukan pendaftaran ulang.

            “Bro, kamu ke kampus jam berapa?” tanyanya sambil berjalan.

            “Paling, setelah Shalat ini aku pulang, beres-beres lalu berangkat.”

            “Oke bro, nanti berkabar aja, kita sama-sama ke kampus.”

            “Oke, ayo buruan sudah iqamah,” Jawabku.

Sebelum aku melanjutkan ceritaku, perkenalkan namaku Agung Wirawan. Aku, berasal dari Kalimantan selatan, yang merupakan seorang mahasiswa baru Sekolah tinggi ekonomi, jurusan manajemen. Alasan utamaku memilih jurusan tersebut. Dimasa depan aku ingin menjadi seorang manajer, di suatu perusahaan minyak.

Selepas Shalat subuh, aku balik ke kontrakan, mempersiapkan segala kebutuhanku. Waktu telah menunjukkan pukul 05.45, semuanya telah beres, tanpa ada satu pun yang ketinggalan. ting..., ponselku berbunyi, aku melihat pesan whatsapp masuk, berasal dari grup MABA (Mahasiswa Baru), yang heboh dengan pembagian nama-nama setiap kelompok. Tak selang beberapa lama pesan masuk dari Zakaria.

“Assalamualaikum, sudah liat grup enggak, bro?.”

“Waalaikumsalam. Sudah, kita sekelompok bro,” balasku, berjalan menuju ruang tengah.

“Oke bro, ayo otw, bro.”

Sambil memakai sepatu, pesannya ku balas singkat, “Gaskan bro.”

Aku berjalan keluar rumah menuju motorku terparkir, ku lihat ada yang janggal dari ban belakangnya. Sungguh apes hari ini, ternyata bannya bocor. Tak selang beberapa lama, Zakaria datang lalu menepikan motornya.

“Motormu kenapa bro?” ujarnya, sambil berjalan ke arahku.

“Sialan, bannya bocor bro,” jawabku dengan sedikit kesal.

“Ya udah, kita bareng aja, menunggu bengkel juga udah enggak sempat,” jawabnya. Tanpa berlama-lama, kami pun berangkat ke kampus.

Tak selang beberapa menit, kami pun tiba. Zakaria memarkirkan motornya di parkiran, tak jauh dari mahasiswa lainnya berkumpul. Kami berjalan menuju keramaian tersebut. kemudian datang salah seorang panitia ospek, menghimbau kami menuju aula, melaksanakan geladi bersih. Tak selang beberapa lama setelah geladi, akhirnya yang di tunggu sedari tadi telah dimulai.

***

Acara pembukaan ospek telah selesai, suasana ruangan yang tadinya hening kembali ribut. Dari kejauhan terlihat kak Bayu, seorang perwakilan dari BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), menghimbau agar semuanya tenang. Dia membacakan kembali nama-nama kelompok beserta pendamping, yang telah di bagikan di grup WhatsUp. Setelah nama-nama di bacakan dia menghimbau agar masing-masing kelompok menemui pendampingnya.

Setelah dibacakan, semuanya berlarian menghampiri pendampingnya. Tapi, tidak denganku, yang hanya berjalan dengan santai. Tidak segaja aku di tabrak dari belakang oleh seorang perempuan yang tak ku tahu namanya. Ia terjatuh. Dengan memasang muka agak panik.

            “Maaf-maaf, aku tak sengaja!” ucap perempuan tadi sedikit ketakutan.

            “Iya, enggak papa. Lain kali hati-hati,” kataku, sambil menolongnya

Kemudian datang seorang perempuan menghampiri kami, dia merupakan teman satu kelompok, perempuan yang baru saja menabrakku. Dia pergi begitu saja tanpa memperkenalkan dirinya. Aku. bergegas menuju ke tempat kelompokku berkumpul. Aku  persilahkan duduk di paling depan, berpapasan langsung dengan pendamping.

Setelah semuanya terkumpul, kakak pendamping yang ada di hadapanku mulai memperkenalkan dirinya. Namanya kak Arli, dia juga merupakan senior dari jurusan manajemen. Setelah memperkenalkan diri dan menceritakan sedikit pengalamannya selama kuliah. Kak Arli menghadap kearahku, berkata,

“Kamu yang paling depan, perkenalkan dirimu.”

Kemudian aku berdiri memperkenalkan diri, selanjutnya di ikuti oleh yang lainnya. Setelah semuanya memperkenalkan diri. Kak Arli langsung menunjukku, sebagai ketua kelompok. Tanpa basa basi yang lain langsung menyetujuinya.

Tak selang beberapa saat kemudian, terdengar pengumuman agar semua MABA (Mahasiswa Baru), berkumpul kembali di aula. Kami pun beranjak dari tempat duduk semula, menuju ke aula. Setelah semuanya terkumpul, kak Bayu akan mengadakan sebuah permainan tanya jawab. Ketika salah menjawab maka, kami akan di hukum. Namun aku mengarahkan perhatianku, ke sosok perempuan yang menabrakku tadi.

Tiba-tiba, Kak Bayu mengagetkanku, dia memberikanku pertanyaan. Aku yang melamun langsung gelagapan. Akibat salah menjawab pertanyaanya, aku kemudian dihukum. Tanpa sepengetahuanku, Kak Bayu sudah memperhatikan aku yang tengah fokus kepada perempuan yang menabrakku tadi. Kak Bayu tersenyum licik memandangku. Keringatku dingin bercucuran tiba-tiba. Dengan spontan Kak bayu langsung memanggil perempuan itu. Mau tidak mau, aku pasrah. Aku di suruh berkenalan sekaligus merayunya.

“Dik! Iya, kamu yang berkerudung merah!” teriak Kak Bayu. Perempuan tadi menengok sambil menunjuk dirinya. Dia ragu, kenapa ada yang berteriak memanggilnya.

“Iya, kamu. Kesini sebentar,” ucap Kak Bayu. Perempuan berkerudung merah tadi pun berdiri dan perlahan berjalan ke arah kelompok kami. Kak Bayu yang merasa senang, tersenyum sendiri.

“Nama kamu siapa?”

“Delia, Kak. Ada apa ya?”

“Jadi gini, Delia. Ada satu anak dari kelompok lain melakukan kesalahan saat dalam permainan. Dan, dia dapat hukuman. Kenalan sama mahasiswa baru tapi perempuan." Kak Bayu menjelaskan panjang lebar. Aku sudah tidak fokus, karena saking malunya. Kenapa aku kepergok di acara begini ya allah. Jantungku tak henti-hentinya berdegup. Rasanya ingin kabur saja sekarang.

Posisi kami berdua, sekarang sudah berada di atas panggung. Semuanya bertepuk tangan, seraya menyemangati aku yang kena hukuman dan harus berkenalan dengan Delia.

“Ayo, Gung! Masa diam saja kamu,” ujar Zakaria berteriak menggodaku.

“Atau Delia dulu yang kenalan?”. Kak Bayu menawarkan sambil terkikik sendiri.

Delia melihat ke arahku. Lalu, tersenyum malu dan mengajak kenalan. Sedangkan aku? Rasanya ingin kabur saat itu juga.

“Delia,” ucap Delia sambil mengulurkan tangannya mengajak aku bersalaman. Semuanya seketika berteriak heboh.

“Agung, jangan diam saja kamu! Masa laki-laki enggak berani sih,” celetuk salah satu senior yang agak rese.

Akhirnya, aku hanya bisa pasrah, dan ku coba memberanikan diri untuk membalas uluran tangan Delia. Semuanya bersorak kegirangan.

“Sekarang rayu dia bro, tunggu apa lagi!” teriak Zakaria. Rasanya aku ingin menerkam dia saat ini juga. Awas aja dia. Batinku berkata.

Kak Bayu menyerahkan mikropon kepadaku. aku mulai merayunya. Ia hanya diam tak berkata-kata, sambil menundukkan wajahnya yang merah merona.

***

Setelah empat sampai lima jam kami menjalani ospek. Mulai dari perkenalan sampa permainan. Akhirnya, sampai juga ke penghujung acara. Panas yang datangnya dari matahari, membuat keringatku demi sedikit keluar dari kulitku.

Aku masih terngiang-ngiang kejadian tadi. Tak ku sangka, aku bisa berkenalan langsung dan melihat wajah manisnya lagi. Aku terus melamun sampai Zakaria memandangiku penuh dengan selidik

“Uhuy, ada yang senyam-senyum sendiri. Nampaknya dia senang ada gebetan baru,” sindir Zakaria langsung dapat pukulan kecil dariku.

“Sialan gara-gara kamu, aku di permalukan di depan banyak orang.”

Ospek hari pertama akhirnya selesai, dan semuanya di bersiap-siap pulang ke rumah masing-masing. Tapi tidak dengan kelompok kami. Ada sedikit arahan dari Kak Arli. Beberapa menit setelah itu, baru kami diperbolehkan bubar. Kak Arli menepuk pundakku sambil tersenyum penuh arti.

“Kak Arli, kita balik dulu ya!” pamit Zakaria.

Akibat dari ospek tadi, perut kami yang kecil tidak kuasa menahan lapar meronta. Aku dan Zakaria langsung keluar kampus dan mencari warung makan terdekat. Tampaknya, burjo dengan cat warna hijau memanggil kami untuk segera kesana untuk makan siang.

“Bang, pesan nasi orek satu sama es teh,”

“Oke, Bang,”

“Kamu apa, Gung?”.

“Sama deh, Zak,” ucapku sambil melepas tas punggungku dan menaruh di sampingku. Tiba-tiba, aku membelalakan mata, lantaran perempuan berkerudung merah, siapa lagi kalau bukan Delia. Dia datang bersama temannya ke burjo tempat kami makan.

“Kamu Agung, ya?” tanya Delia lalu duduk persis di sampingku.

“Iya, yang tadi merayumu.” Entah apa yang merasukiku, aku berani menjawab pertanyaan dia. Padahal sebelumnya, malu sampai keringat dingin.

“Eh, Delia disini juga. Salam kenal! Aku Zakaria,” ucap temanku yang resenya gak ketulungan. Bisa-bisanya dia pede sekali berkenalan. Sedangkan aku?

“Eh, iya. Salam kenal juga ya. Udah tau namaku, Kan?”.

“Ya sudah dong. Nih, temenku seneng bisa berduaan denganmu tadi.” Mendengar hal itu. Jantungku berdegup tak karuan. Kalau tidak sedang di depan Delia, bisa baku hantam saat itu juga dengan teman reseku.

Wajah Delia kembali memerah sambil tersenyum kemudian dia kembali fokus ke temannya dan menu di warung itu. Zakaria menyenggol lenganku sambil tertawa. Aku sudah tidak fokus dengan makan siang hari ini.

***

Langit biru mulai tampak di pagi hari ini. Hari pertamaku masuk kuliah pertama setelah seminggu kemarin kegiatan ospek di kampus. Dan, aku pun masih terngiang-ngiang kejadian awal ospek bersama Delia.

“Ngelamun aja lo!” teriak Bimo tepat di telingaku. Aku berjalan bersama Bimo ke fakultasku. Zakaria sudah berangkat lebih dulu, karena ada keperluan. Sambil mengrobrol dengan Bimo. Insiden kedua kali terjadi lagi. Delia tak sengaja menabrakku dan tumpukan buku yang dia bawa terjatuh semua.

“Astaghfirullah.” Delia langsung mengambil bukunya yang terjatuh. Aku juga ikut membantu membereskannya.

“Ini,”

“Terima kasih, Gung,” ucap Delia kemudian pamit pergi. Aku memandanginya sampai dia hilang dari pandangan. Bimo menyenggol lenganku hingga aku sadarkan diri.

Sambil melanjutkan perjalanan aku menepuk-nepuk mukaku. Aku ini sedang apa, aku merantau hanya untuk mencari ilmu bukan mencari cinta buta macam ini.

Tanpa sadar, Delia berbalik arah dan melihat kami jalan berdua ke arah fakultas. Dia tersenyum sendiri kemudian pergi lagi.

                         

***

“ Aku tak pernah benci dengan pertemuan. Namun yang kubenci adalah rasa yang datang tanpa permisi”.

https://penjelajahmars.blogspot.com/2021/04/pertemuan-pertama.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun