"Ade, kat kebun die."
"Masih takut jumpa perempuan ke?"
"Entah. Nanti kalau jumpa saya tanyakan."
Tentu Heri tak akan tanyakan perkara itu kepada Jamal. Ia hanya ingin bersikap baik kepada semua orang, terlebih kepada pelanggan. Heri tidak tahu apa yang telah terjadi pada Jamal. Dia tahu bahwa sahabatnya itu pernah beberapa kali diabaikan perempuan. Pinangannya ditolak. Mungkin itu sebab ia menjauhi perempuan.
Tapi sebentar. Rasa-rasanya Soraya seorang yang sungguh Jamal kasihi. Perempuan lain, hanya pelampiasan. Pelampiasan. Itulah yang Heri sesalkan. Jamal memang agak sedikit temberang.Â
Beberapa tahun lalu, ketika pinangannya ditolak ayah Soraya, Jamal hampir-hampir tak percaya. Â Ia remuk sekaligus marah. Semakin merah marahnya ketika beberapa bulan kemudian Soraya menikah dengan seseorang dari tanah seberang, lalu meninggalkan Kijang.Â
Jamal berbual akan segera mendapatkan pengganti Soraya. Bahkan yang lebih cantik. Selepas itu dalam dua tahun ia meminang beberapa perempuan. Semuanya cantik. Semua mengabaikannya. Jamal seperti tak sadar, bahwa ia tak ada cukup bekal untuk begitu saja meminang perempuan. Atau sepertinya alam memang tak hendak merestui perbuatan membalas dendam macam itu. Heri pun, dalam hati, tak suka perbuatan Jamal.
***
Suatu hari ketika Heri datang menengok, Jamal tiba-tiba berkata, "Her, kawani aku ke kota." Heri terheran-heran.
"Tak ada angin tak ada hujan..."
"Aku rindu minum di kedai kopi."