Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Gi

15 September 2020   06:00 Diperbarui: 15 September 2020   06:32 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Siapa dia punya nama?" tanya Ayah kepada salah seorang anggota kepolisian.

"Idan, Jendral."

Terperanjat aku ketika nama itu disebutkan. Idan, aktivis anti penyelundupan orang itu, adalah salah seorang anggota sindikat yang hendak membunuhku? Sukar aku hendak percaya.

"Idan? Aku kira dia mati karena balas dendam sindikat kepada polisi?', ucapku dengan nada tak percaya.

"Dendam?"

"Orang-orang sindikat yang mati. Pekerjaan polisi, kan?"

Ayah terbahak.

"Itulah. Kau pikir kau hebat. Kau tak paham betapa peliknya permainan."

Pening kepala aku. Apa yang sebenarnya telah terjadi? Apakah selama ini aku telah terbodohi oleh diriku yang merasa sebagai wartawan hebat?

"Pembunuhan-pembunuhan itu, sindikat yang lakukan." Ucapan Ayah lagi-lagi membuatku heran. Mengapa mereka membunuh anggota mereka sendiri?

"Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui," ucap Ayah janggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun