Dua lelaki kehilangan seorang wanita tercinta. Raibnya bukan tersesat di jalan terjal kehidupan. Bukan pula karena perselingkuhan atau  pengkhianatan. Atau pun berpaling ke lain hati. Sama sekali bukan! Namun karena pergi jauh menembus langit, memenuhi panggilan Bapa Surgawi.
Dua lelaki itu adalah aku dan Alba, anak lelaki semata wayangku. Sedang wanita yang telah menghirup kedamaian abadi itu adalah Bunga, istriku. Jiwaku tertikam oleh kepergiannya, itu pasti. Hati Alba pun terpukul meronta-ronta. Kondisi seperti itu begitu mencengkeram untuk beberapa bulan lamanya.
Akan tetapi, life must go on! Seiring mengalirnya waktu, meski kadang tertatih, mau tidak mau harus kami jalaninya dengan kelegawaan. Bagaimana pun, dalam segala perkara, kami harus selalu bersyukur kepada Sang Pemberi Hidup.
***
"Yah, tolong jemput aku di rumahnya Dodo." Pinta Alba via telepon, sore ini.
"Di mana rumahnya?"
"Di Jalan Gembala no. 5."
Setelah sampai di sana, aku diperkenalkan dengan mamanya Dodo. Kata Alba, ibu temannya yang cantik itu sudah janda. Umurnya kuperkirakan belum sampai empat puluh tahun. Jadi masih muda.
"Sayang banget, semuda itu ia sudah harus jadi single parent," batinku.
***
Dalam waktu tiga bulan ini juga, Alba memperkenalkan aku dengan dua wanita yang lain. Secara kebetulan atau sudah di skenariokan, aku tidak tahu. Tapi yang jelas, dua wanita itu, ada kesamaannya dengan mamanya Dodo. Sama-sama masih muda. Sama-sama cantik. Sama-sama ibunya teman sekolahnya. Dan sama-sama sudah berstatus janda. Juga cara memperkenalkannya pun sama, yaitu aku diminta jemput dia di rumah temannya.
Ada apa dengan itu semua?
"Ayah, kata Pak Pendeta, menikahi janda itu sah-sah saja. Tetapi idealnya, harus janda yang sudah ditinggal mati oleh suaminya," tutur anak cowokku.
"Lho, ngapain tiba-tiba kamu kok bicara soal itu dengan Pak Pendeta?"
"Aku hanya pengin tahu saja....."
"Memang dalam Alkitab ada ayat yang mengatur tentang hal itu. Sebab kalau jandanya karena cerai, dan mantan suaminya masih hidup, terus menikah lagi, itu disebut berzinah." Kujelaskan seingatku dan sebisaku kepadanya.
"Kalau gitu, ya nggak bisa deh...!" raut mukanya siratkan kekecewaan.
"Yang nggak bisa itu apanya?"
"Mamanya teman-temanku itu tak bisa menikah lagi." Makin murung wajahnya.
"Apa mereka memang mau menikah lagi?" kejarku penasaran.
"Ya, mana aku tahu..."
"Kalau begitu, ngapain kamu pikirin?"
"Aku nggak mikirin mereka, tapi justru mikirin Ayah."
"Haah....., apa katamu?" tanyaku makin tak paham.
Akhirnya, Alba mengaku juga. Ia mengenalkanku dengan para janda mama teman-temannya itu, tujuannya untuk memberi kesempatan padaku agar bisa dekat pada mereka. Pikirnya, siapa tahu cocok dan bisa berjodoh dengan salah satunya.
Aku cukup terkejut dengan ide dan usahanya. Tapi niatnya kuyakin sangat tulus dan mulia. Alba ternyata sangat memikirkanku juga. Padahal aku sendiri, sama sekali belum berpikir ke situ. Namun anehnya, kenapa yang ingin dinominasikannya kok hanya yang janda-janda saja?
"Ayah kan sudah duda, pantasnya ya dapat yang sudah janda juga, dong!"
***
Sepeninggal istriku, untuk sarapan dan makan siang, kami berlangganan katering. Makan malamnya, baru beli di luar. Namun malam ini, aku dan Alba akan menikmati menu istimewa. Kusebut istimewa, karena yang kami makan adalah hasil masakan kami sendiri.
"Apa pendapat Ayah," tanyanya setelah kelar makan, "Kalau ada seorang wanita yang sudah waktunya menikah, tapi masih terus menjomblo, kira-kira alasannya apa ya, Yah?"
"Lho, kok kamu tiba-tiba tanya soal itu? Siapa sih wanita itu?"
"Dia guru favoritku, guru matematikaku, Yah. Umurnya kira-kira sekitar 35 tahunan."
"Tidak menikah atau belum menikah, penyebabnya pasti macam-macam. Salah satunya, karena faktor kepribadian. Misalnya, orangnya suka jutek dan judes. Kalau seperti itu, biasanya para pria akan males mendekatinya."
"Tapi menurutku, Bu Astuti itu tidak seperti itu. Dia baik sekali kok padaku!"
Begitu dengar nama Astuti, sontak ingatanku menuju ke seorang gadis yang 15 tahun lalu pernah jadi pacarku. Bahkan dia adalah cinta pertamaku. Kalau barusan, Alba menyebut bahwa umurnya sekitar 35 tahun, ya pas juga. Kalau dia cantik dan pintar, Astutiku yang dulu ya seperti itu.
Sesungguhnya dulu kami sama-sama saling mencintai. Akibat kesombongan ibunya, yang tak menyetujui hubungan kami, cinta kami kandas di tengah jalan. Itu terjadinya di kota kelahiranku dulu.
Setelah aku meninggalkan kota tersebut, dan menetap di kota ini sampai sekarang, aku tak tahu lagi apapun tentangnya. Namun apakah gurunya Alba tersebut adalah Astutiku yang dulu? Ini yang mesti digali lebih jauh dari anakku.
"Kenapa, Yah......kok diam saja?"
"Enggak apa-apa kok! Cuma dulu ketika Ayah masih muda, memang pernah punya teman yang namanya Astuti juga. Oh, ya.....apakah kamu punya foto ibu gurumu itu?"
"Ada! Aku punya! Sebentar......" ia lalu membuka galeri di hapenya, "Nah ini dia, Yah!"
Tidak salah lagi! Ia memang Astuti yang dulu adalah kekasihku. Namun benarkah sampai sekarang dia masih menjomblo?
***
Perjumpaan kembali antar mantan kekasih, biasanya menerbitkan gairah dan kebahagiaan. Seperti itulah yang kurasakan saat berjumpa kembali dengan Astuti. Excitement yang serupa kuyakin dinikmati juga oleh guru cantik itu.
Dari proses saling tanya dan saling jawab tentang kehidupan masing-masing, tahulah aku, bahwa ternyata kami bernasib sama. Sama-sama menjomblo lagi..
Aku ditinggal mati oleh Bunga lewat serangan jantung. Ia pun ditinggal mati oleh suaminya akibat serangan jantung juga. Waktu kematiannya pun hampir bersamaan. Yaitu dua tahun yang lalu.
Bedanya, aku sudah punya anak, sedang Astuti tidak. Bedanya lagi, kepergian Bunga meninggalkan kesedihan yang dalam atasku dan Alba. Namun kepergian suaminya, menurut Astuti, justru memberikan kelegaan dan kebebasan kepadanya.
"Maaf, aku kok belum paham maksudmu?" tanyaku.
"Kawinku dulu kan boleh dibilang terpaksa? Aku dipaksa ibuku untuk dikawinkan dengan Basofi. Seorang juragan emas di pasar besar."
"Wah.....bahagia dong!"
"Dianya yang bahagia, tapi aku yang ngenes!"
"Lho......kok begitu?"
"Ya memang begitu!" tegasnya, "Aku ngenes, karena aku sama sekali tak mencintainya. Dia pun sebenernya tak mencintaiku. Dia menikahiku cuma untuk puaskan libidonya saja. De jure-nya aku memang istri resminya, tapi de facto-nya aku mirip seperti wanita simpanannya saja."
"Wanita simpanannya? Berarti dia punya istri yang lainnya?" kejarku penasaran.
"Memang punya, yaitu istri pertamanya...."
"................................" aku ternganga kelu dan masygul.
"Sudah begitu, Basofi masih suka main gila dengan 'wanita penjaja cinta' di luaran. Kematian mendadaknya pun terjadi akibat kegilaannya itu. Serangan jantung menghantamnya ketika ia berduaan dengan cewek lain di sebuah kamar hotel. "
Empatiku tiba-tiba mengalir deras terhadap Astuti. Rasa hormat dan ketaatannya terhadap perintah ibunya telah memangsa dirinya sendiri. Maka wajar jika ia sampai berkata, bahwa sebenarnya ia adalah seorang istri yang ngenes. Karena setiap saat harus "makan hatinya sendiri".
***
"Ayah, benarkah Bu Astuti itu adalah teman lama Ayah?" tanya Alba seusai makan malam. "Ya, benar! Beliau gak nyangka kalau kamu adalah anakku. Kata beliau, kamu adalah murid kesayangannya. Sebab itu, kamu harus lebih giat lagi belajarmu! Agar beliau tambah sayang lagi padamu."
"Siap Yah! Tapi sebenernya, beliau itu sudah punya suami atau belum, Yah?"
"Beliau sekarang ini berstatus janda tanpa anak. Suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu."
"Wah.... ya bagus dong!" sahutnya mesem, sambil mengacungkan jempolnya.
"Maksudmu?"
"Maksudku, Ayah dan beliau sudah sama-sama ngejomblo. Mestinya kan juga sama-sama rindu akan pasangan baru. Â Lagian, Ayah dan beliau kan sudah lama berteman baik. Bu Astuti pun kan juga cantik? Secantik Mama dulu. Lalu nunggu apa lagi? Dijadiin saja, Yah!"
"Apa kamu sendiri memang mau, menerima beliau jadi mama sambungmu?" tantangku.
"Ngapain kagak mau? Ya, mau banget dong! Orang beliau selama ini baik banget padaku."
"Kalau Alba memang mau, ayah pun mau juga!" jaminku. Sontak anak remajaku itu menghambur kepadaku dan merangkulku.
***
Di luar sepengetahuanku, ternyata diam-diam beberapa hari ini, Alba gerak cepat merayu ibu gurunya. Menurut laporannya, hasilnya sangat memuaskan hatinya. Sekarang, gong terakhirnya terletak pada keputusanku.
"Kok bisa seperti itu, gimana ceritanya?" tanyaku kepo berat.
"Pertama, kutanya dulu pada beliau. Kalau beliau pengin punya anak, yang diinginkannya anak yang seperti apa? Jawabnya, beliau pengin punya anak yang seperti aku." jawabnya bangga.
"Kemudian beliau bertanya balik padaku, kalau aku pengin mama baru, aku pengin mama yang seperti siapa? Ya, langsung saja kujawab, bahwa aku pengin punya mama baru yang seperti beliau." Tambah Alba bersemangat.
"Terus....terus gimana lagi?"
"Kok terus, terus...? Ya, Ayah dong yang nerusinnya! Aku kan sudah mau, andai beliau jadi mama baruku? Beliau pun pengin juga punya anak sepertiku. Jadi sekarang, giliran Ayah dong yang memfinalisasinya!"
Alba sudah membuka jalan bagi cinta lamaku untuk bersemi kembali. Astuti pun sudah membuka lebar-lebar pintu hatinya. Bodoh banget, kalau aku sampai mengabaikannya. Karenanya, peluang emas ini harus segera kuambil.
Dalam hati, tak habis-habisnya aku memuji perjuangan mulia Alba. Dia benar-benar matchmaker sejatiku!
Â
***
"Aku tersanjung banget, Kang! Karena Kakang sudah mau menerimaku kembali, dan akan menikahiku. Bahkan sudah memaafkan almarhum ibuku yang pernah nyakiti hati Kakang."
"Karena Adik mau menerimaku juga, aku pun amat bahagia! Kalau soal memaafkan, itu sudah kulakuin sejak dulu. Tuhan Yesus sudah mengampuni kita. Maka kita pun harus rela saling memaafkan."
"Tapi apa Dia juga berkenan mengampuniku...Kang?" tanyanya mengagetkanku.
"Ya pasti diampuni-Nya, dong! Kan kita adalah pengikut-Nya?"
"Maaf, aku baru mau ngomong Kakang sekarang. Sebenernya, aku sudah lama meninggalkan Kristus. Orang bilang, aku sudah murtad...."
"Haah.....masak.....?" kejarku sambil terperangah.
Kemudian Astuti memberi penjelasannya. Sejak dipaksa kawin oleh ibunya, ia sudah tak pernah ke gereja lagi. Pernikahannya pun, waktu itu dilakukan menurut tatacara keyakinan Basofi. Akibatnya, sejak saat itu, Astuti merasa sangat berdosa dan merasa sudah terbuang jauh dari hadirat Kristus.
Perasaan berdosa seperti itulah, yang membuatnya menjadi sangat menderita. Punya harta dan segala macam fasilitas, tapi hatinya ngenes. Sehingga seringkali terbit niat untuk bercerai saja dari suaminya. Lalu kembali ke pangkuan Tuhan Yesus.
Namun, untuk mewujudkannya, Astuti tidak tahu caranya. Selain itu, ia belum yakin apa Tuhan mau mengampuni dan menerimanya kembali.
"Kalau Adik sungguh mau bertobat dan kembali kepada-Nya, pasti Tuhan Yesus mau mengampuni dan menyambut Adik kembali. Ingatlah pengajaran tentang seorang anak yang hilang. Ia telah meninggalkan bapanya. Tapi setelah anak itu bertobat kembali, bapanya menyambutnya dengan sukacita (Lukas 15:11-32)"
"Ingatlah juga, Petrus pernah menyangkali Tuhan Yesus sampai tiga kali. Namun setelah menyesali dosanya yang besar itu, ia bukan hanya diampuni. Tetapi juga masih tetap dipercaya oleh Tuhan Yesus menjadi pemimpin para rasul-Nya. Bahkan kepadanya, Kristus berjanji akan memberikan kunci Kerajaan Surga." Imbuhku mencerahinya.
"Oh iya, aku ingat!" sela Astuti, "Paulus pun pernah dianggap oleh Tuhan Yesus telah menganiaya diri-Nya. Dosanya pasti b banget. Tapi setelah bertobat, ia diangkat menjadi alat pilihan bagi-Nya (Kisah Para Rasul 9:1-19a)."
"Dik Astuti yang cantik, untung Kristus itu bukan sekadar manusia hebat saja. Tapi Ia adalah Tuhan Allah itu sendiri. Sehingga Ia punya kuasa untuk mengampuni dosa manusia. Punya kuasa untuk memberikan kunci Kerajaan Surga. Berdaulat untuk memilih manusia menjadi rasul-Nya. Dan mampu mengubah kehidupan para pembenci-Nya menjadi pengabdi-Nya."
"Trims banget Kang, atas bimbingannya! Sekarang ini, secara resmi kudeklarasikan bahwa aku bertobat, minta ampun dan menerima Yesus Kristus menjadi Tuhan dan Juruselamatku kembali. Dan siap mendampingi Kakang selamanya!"
==000== Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Bambang Suwarno - Palangkaraya, April 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H