Akan tetapi, langkah yang diperlukan adalah memberikan perempuan kesempatan pembelajaran dan pelatihan kepemimpinan, baik individu maupun kolektif, di mana pengetahuan, keterampilan, dan ide dapat dibagikan secara kolaboratif.
Dari artikel penelitian kedua ada tiga temuan utama: (1) perempuan yang berpartisipasi tidak melaporkan perasaan diskriminasi di tempat kerjanya; (2) para pembuat keputusan memandang bahwa perempuan juga terwakili dalam sektor kesehatan di Mozambik;Â
dan (3) para pembuat keputusan memandang perempuan sebagai pribadi yang lebih peka terhadap isu-isu yang berpusat pada perempuan daripada laki-laki. Ketiga temuan ini perlu diperiksa kembali untuk partisipan perempuan Indonesia.
Meskipun pada pandangan pertama data menunjukkan bahwa bias gender tidak menjadi perhatian bagi perempuan di sektor kesehatan di Mozambik, mengkontekstualisasikan temuan ini dalam literatur yang ada memungkinkan kita untuk melihat faktor lain yang berperan.Â
Mengingat komitmen lama Mozambik terhadap keterwakilan perempuan, ada kemungkinan bahwa efek dari memiliki keterwakilan perempuan begitu lama memang menormalkan kepemimpinan perempuan, setidaknya di sektor kesehatan. Terkait kesetaraan gender, seharusnya Indonesia jauh lebih maju.Â
Namun demikian, bahkan di negara yang paling kaya sumber daya dan berfokus pada kesetaraan gender, diskriminasi gender masih ada dan memengaruhi perempuan di seluruh dunia.
Sedangkan pada artikel terakhir berkontribusi pada bidang neuroleadership dan working engagement, dan mengeksplorasi model empat kuadran All Quadrants All Lines (AQAL) dari teori integral. Menerapkan metode umum penelitian pembangunan teori dalam disiplin ilmu terapan. Tujuannya untuk menentukan peran neuroleadership dalam meningkatkan keterlibatan kerja.Â
Pengembangan SDM (sumber daya manusia) kurang fokus dalam penelitian teoritis karena kurangnya kejelasan hubungan penelitian dengan praktek dan kurangnya minat pada isu teoritis (Storberg-Walker, 2006). Temuan penelitian ini menunjukkan bagaimana organisasi menerapkan keterlibatan kerja.Â
Temuan dari meta-triangulasi dan bracketing menyajikan kerangka kerja EngageInMind untuk neuroleadership dan keterlibatan kerja. Kerangka kerja ini relevan dan dapat diterapkan. Aplikasi dalam bisnis untuk perbaikan ke depannya.Â
Implikasi praktis untuk manajerial; wawasan bahwa neuroleadership meningkatkan keterlibatan kerja melalui dimensi psikologis, neurobiologis, sosiologis dan organisasi, seperti yang disajikan dalam kerangka EngageInMind.
Sayangnya keterlibatan jumlah peserta dalam focus group yang dilakukan tidak terlalu banyak dan diakui peneliti sebagai salah satu limitasi. Selain mempunyai tantangan tersendiri dengan pengunaan berbagai pendekatan kualitatif (mulai dari perancangan desain peneliti, pengambilan data, pengumpulan data, analisis data),Â