Sebab, untuk bisa menghakimi segala dosa serta kengerian yang diakibatkan oleh dosa, maka sang Hakim supaya bisa menghakimi dengan KASIH, harus bisa mengalami dan merasakan segala penderitaan, kepahitan, kengerian, kematian dan semua kesakitan akibat dari dosa. Mustahil Allah bisa. Hanya manusia yang bisa. Tetapi Yesus adalah manusia – karena itu Dia bisa.
Sebab, untuk bisa menghakimi tempat terdalam di hati sanubari setiap manusia atas seluruh hidupnya, maka sang Hakim supaya bisa menghakimi dengan ADIL, harus-lah Maha-tahu. Mustahil manusia bisa. Hanya Allah yang bisa. Tetapi Yesus adalah Yang Ilahi – karena itu Dia bisa.
Sebab, di dalam diri Yesus: Yang Ilahiah dan yang insaniah saling bertaut (interlock), saling berpotongan (intersect) dan saling rambah (overlap) satu dengan yang lain. Karena itu Dia disebut Anak Manusia dan juga Anak Allah. Sebab kasih Tuhan pada manusia dan kasih manusia pada Tuhan, saling bertaut dan saling rambah di dalam kesatuan diriNya, sehingga kasih manusia dengan sesama menjadi mungkin. Demikianlah KASIH dan ADIL ada di dalam diriNya – karena itu Dia menjadi hakim atas seluruh manusia.
Pengadilan Yesus, dengan demikian, bukan lagi pengadilan atas nature keberdosaan manusia – karena dosa yang tidak bisa ditanggung oleh manusia itu, telah ditebusNya – melainkan respons dari kehendak bebas manusia sendiri atas kesempatan kedua yang diberikan oleh Yesus. Suatu pengadilan atas hati.
Oleh Sebab itu, maka segala ritual keagamaan dan perbuatan baik yang dilakukan oleh manusia yang telah ditebus, bukanlah dipandangNya sebagai alat dan kewajiban untuk menjadi selamat (jangan ada yang memegahkan diri – seolah-olah selamat itu karena usaha ritual agama dan perbuatan baiknya sendiri), melainkan segala perbuatan baik dan puji-pujian itu adalah sebagai ungkapan syukur karena telah diselamatkan oleh Yesus – yang telah menggantikannya – dari hukum dosa dan maut. Bukan sebagai beban kewajiban tetapi sebagai hak dari rasa syukur dan kegembiraan. Perbuatan baik bukanlah sebab tetapi akibat.
Hukum Taurat ataupun hukum-hukum agama manapun hanyalah bukti untuk membungkam semua manusia yang merasa dirinya adalah makhluk suci dan layak berdiri di hadapan Yang-Maha-Kudus. Hukum agama adalah cermin yang menunjukkan betapa kotornya diri manusia berdosa – tetapi cermin itu sendiri tidak bisa membersihkan kekotoran itu. Hukum Taurat dan hukum agama manapun membuktikan bahwa manusia adalah benar makhluk selfish genes yang tidak bisa menolong dirinya sendiri. Oleh karena itu, hukum agama membuktikan dan mendesak semua manusia bahwa mereka membutuhkan seorang penolong – bahasa Alkitabnya: MESIAS.
Pengadilan Yesus adalah pengklasifikasian atas dua kelompok kehendak bebas dan karakter manusia – seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya – kelompok yang ingin tinggal bersamaNya dalam kekudusan yaitu kelompok yang berkata kepada Tuhan: ‘jadilah kehendakMu;’ ATAU kelompok lain yang masih ingin meneruskan nature dan nafsu selfish gene-nya sampai pada kekekalan dan karena itu tetap ingin menjadi Allah atas dirinya sendiri. Dan Dia akan memberikannya pada kita apa yang kita ingini: ‘jadilah kehendakmu.’
“There are only two kinds of people in the end: those who say to God, "Thy will be done," and those to whom God says, in the end, "Thy will be done." All that are in Hell, choose it. Without that self-choice there could be no Hell. No soul that seriously and constantly desires joy will ever miss it. Those who seek find. Those who knock it is opened.” (C.S. Lewis – The Great Divorce).
Yupp granted…Yesus ingin orang-orang melakukan perbuatan super baik. Itu tidak salah. Tetapi lebih dari pada itu – Dia ingin orang-orang pada akhirnya memiliki KARAKTER super baik. Hanya dengan karakter yang baik, maka perbuatan baik dapat hadir dalam bentuknya yang paling baik. Perbuatan-baik adalah akibat, sedangkan karakter-baik adalah penyebab – karakter adalah mesin penghasilnya.
Kita telah lihat bahwa hanya Allah Trinitas yang menyediakan karakter instrinsik BAIK di dalam diriNya secara kekal. Oleh karena itu menjadi semakin serupa dengan karakter Allah Trinitas yang Mahakudus dan Mahakasih adalah alasan bagi setiap manusia mengapa hidup ini memiliki arti dan layak dijalani.
“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti BAPAMU yang di sorga adalah SEMPURNA.” (Matius 5.48)