Mereka berdua membaca dengan penuh antusias tulisan yang menghiasi mesin waktu itu. "Dilarang membawa kopi ke masa depan. Jika tertangkap, akan dikenai denda sejumlah satu kilogram kopi pilihan."
Novita Wiyanti: "Ini pasti becanda, kan, Guys?"
Slamet Tohari: "Kita nggak akan tahu kecuali kita coba. Tapi sepertinya kita harus nyobain. Masa depan Banyumas mungkin sedang menanti kita."
Tanpa pikir panjang, mereka nekat naik dan memasukkan tanggal masa depan Banyumas yang terlihat di panel kontrol mesin waktu.
Mereka pun meluncur ke depan waktu, melewati kilatan cahaya yang membuat perasaan mereka campur aduk. Begitu mereka tiba di destinasi, pemandangan yang menyambut mereka tak bisa lebih berbeda dari Banyumas yang mereka kenal.
Jalan-jalan yang tadinya berdebu kini terubah menjadi jalan tol modern yang canggih. Tempat warung kopi mereka? Berubah menjadi caf berteknologi tinggi dengan meja-meja yang dilengkapi dengan layar sentuh, dan mesin kopi pintar yang bisa mengenali rasa dan aroma yang diinginkan pelanggan.
Joko Pacul: "Wah, Pak Slamet Tohari, ini masa depan Banyumas yang luar biasa! Infrastrukturnya sudah canggih sekali."
Novita Wiyanti: "Dan lihat, pendidikan dan pelatihan terintegrasi dengan teknologi. Anak-anak di sini pasti memiliki pengetahuan yang luar biasa."
Slamet Tohari: "Ngapak Time Machine ini benar-benar membawa kita ke masa depan yang fantastis. Tapi, jangan lupa, kita di sini untuk memperbaiki masa depan, bukan hanya melihatnya."
Mereka pun bergegas menjelajahi tempat tersebut, mencari petunjuk bagaimana mereka bisa membantu Banyumas tanpa kehilangan kearifan lokalnya. Namun, tak disangka, petualangan mereka di masa depan baru saja dimulai.
Adegan 3: Banyumas di Masa Depan yang Penuh Teknologi