Mohon tunggu...
Azrina Khalwa Hanani
Azrina Khalwa Hanani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya Jurusan Bimbingan dan Konseling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Model Pengembangan Kurikulum Pendidikan

5 Juni 2022   20:42 Diperbarui: 5 Juni 2022   20:46 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konsep Pengembangan Kurikulum Pendidikan

Azrina Khalwa Hanani

Program Studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya

zrinahanaa@gmail.com

Abstrak

                Pendidikan merupakan proses kegaitan transfer ilmu pengetahuan atau ketrampilan. Pendidikan dijalankan dengan mengacu pada kurikulum. Kurikulum merupakan konsep rencana isi pendidikan yang disesuaikan dengan luaran yang diharapkan dalam pendidikan tersebut. Kurikulum dikembangkan melalui empat fase yaitu fase I (perencanaan), fase II (isi dan metode), fase III (implementasi), fase IV (evaluasi dan pelaporan). Fase perencanaan merupakan dasar bagi langkah pengembangan kurikulum. Fase dua menentukan hasil yang dimaksudkan (apa yang dapat dilakukan peserta didik setelah berpartisipasi dalam kegiatan kurikulum), isi (apa yang akan diajarkan), dan metode (bagaimana itu akan diajarkan). Fase implementasi meliputi: 1) saran untuk menemukan dan mengevaluasi materi yang ada; 2) kriteria evaluasi; dan 3) saran pembuatan materi kurikulum. Evaluasi merupakan fase dalam model pengembangan kurikulum sekaligus langkah spesifik. Model pengembangan kurikulum dibagi menjadi 3 yaitu terpusat pada subjek, terpusat pada masalah, dan terpusat pada pelajar.

Kata Kunci :  Pendidikan, Kurikulum, Model, Pengembangan, Jenis

Abstract

Education is a process of transferring knowledge or skills. Education is carried out with reference to the curriculum. The curriculum is a concept of an educational plan that is adapted to the expected outcomes of the education. The curriculum is developed through four phases, namely phase I (planning), phase II (content and methods), phase III (implementation), phase IV (evaluation and reporting). The planning phase is the basis for the curriculum development step. Phase two determines the results that can be done (what students do after participating in the activity), content (what will be taught), learning methods to be taught). Implementation phase: 1) suggestions for finding and finding existing materials; 2) Evaluation criteria; and 3) suggestions for making curriculum materials. Evaluation is a phase in curriculum model development as well as a specific step. The curriculum development model is divided into 3, namely based on the subject, attention to problems, and attention to students.

Keywords : education, curriculum, model, development, type

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan kegiatan pengajaran ilmu pengetahuan, keterampilan maupun pelatihan. Cara tersebut dilakukan agar dapat mencapai tujuan dari Pendidikan secara maksimal. Kurikulum merupakan salah satu penunjang tercapainya tujuan dari pendidikan. Kurikulum tidak hanya meliputi tentang jumlah mata pelajaran, namun juga mengenai sesuatu yang dapat mempengaruhi peserta didik (Majir, 2017).

Kurikulum adalah rancangan mengenai isi dan tujuan untuk memudahkan tercapainya tujuan dari pendidikan yang disusun oleh para guru di sekolah untuk para siswa. Kurikulum dikatakan sangat penting karena memegang peran utama dalam tercapainya tujuan dari pendidikan. Tujuan kurikulum dapat disimpulkan berdasarkan perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi masyarakat yang didasari dengan berbagai macam pemikiran yang akan mencapai nilai-nilai filosofis. Kurikulum merupakan salah satu komponen pendidikan yang berperan penting untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Untuk itu, penyusunan kurikulum harus dibuat dengan sebaik mungkin agar tidak terjadi kesalahan. Karena jika terjadi, kurikulum tersebut dapat menggagalkan suatu pendidikan yang berlangsung (Rouf et al., 2020).

PEMBAHASAN

Pengembangan Konsep Kurikulum

Mengingat pentingnya pengembangan kurikulum dalam pendidikan formal, kurikulum telah menjadi proses yang dinamis karena perubahan yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, dalam arti luasnya, kurikulum mengacu pada "pengalaman belajar total individu tidak hanya di sekolah tetapi juga masyarakat" (Bilbao et al., 2008).

Pengembangan kurikulum didefinisikan sebagai proses yang terencana, terarah, progresif, dan sistematis untuk menciptakan perbaikan positif dalam sistem pendidikan. Setiap kali ada perubahan atau perkembangan yang terjadi di seluruh dunia, kurikulum sekolah akan terpengaruh. Terdapat kebutuhan untuk memperbarui kurikulum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Aprilia, 2020).

Orang-orang mengajari anak-anak mereka pengetahuan dan keterampilan untuk bertahan hidup dengan menangkap ikan atau berburu hewan untuk dimakan selama zaman kuno. Mereka tidak memiliki pendidikan formal selama waktu itu, tetapi anak-anak mereka belajar dan memperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk bertahan hidup (Rouf et al., 2020).

Jenis kurikulum ini mengacu pada semacam kurikulum yang ada selama zaman kuno di mana tujuan pengajaran adalah untuk bertahan hidup. Namun, ketika efek penemuan menjadi tak terhindarkan, cara hidup orang-orang kuno telah berubah menjadi lebih baik. Akibatnya, pendidikan menjadi formal, dan pengembangan kurikulum berkembang menjadi sistematis, terencana, terarah, dan progresif. Pengembangan kurikulum memiliki cakupan yang luas karena tidak hanya soal sekolah, peserta didik, dan guru. Hal ini juga tentang perkembangan masyarakat pada umumnya (Dakir, 2019).

Dalam ekonomi pengetahuan saat ini, pengembangan kurikulum memainkan peran penting dalam meningkatkan ekonomi suatu negara. Hal ini juga memberikan jawaban atau solusi untuk kondisi dan masalah dunia yang mendesak, seperti ancaman terhadap lingkungan, masalah politik, masalah sosial-ekonomi, dan masalah lain yang berkaitan dengan kemiskinan, perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan. Harus ada rantai proses perkembangan untuk mengembangkan masyarakat (Dakir, 2019). Pertama, kurikulum sekolah, khususnya di pendidikan tinggi, harus dirancang untuk menjaga identitas nasionalnya dan memastikan pertumbuhan dan stabilitas ekonominya. Dengan demikian, presiden suatu negara harus memiliki visi yang jelas bagi rakyatnya dan bangsa.

Misalnya, di Filipina, jika Presiden Aquino ingin negara itu menjadi pusat pariwisata Asia-Pasifik, maka kurikulum sekolah harus dikembangkan di sepanjang garis itu. Program kurikuler untuk pendidikan tinggi dapat dibuat sedemikian rupa sehingga akan mendongkrak industri pariwisata di tanah air. Misalnya, model yang berbeda dapat muncul, seperti edu-tourism, eco-tourism, cultural tourism, medo-tourism, biz-tourism, techno-tourism, agri-tourism, archi-tourism (Rouf et al., 2020).

Jika universitas memiliki program kurikuler yang inovatif sehingga meningkatkan permintaan di pasar lokal atau global, banyak siswa, bahkan dari luar negeri akan mendaftar. Jumlah pendaftar yang lebih tinggi akan meningkatkan pendapatan dari pihak universitas. Alhasil, jika penghasilannya tinggi, bisa digunakan untuk promosi, beasiswa, dan remunerasi guru. Hal ini juga dapat digunakan untuk mendanai upaya penelitian dan pengembangan dan memasang fasilitas sekolah, perpustakaan, dan laboratorium (Kosassy, 2017).

Perekonomian negara dapat meningkatkan cara hidup masyarakat melalui pengembangan kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, para ahli kurikulum atau spesialis harus bekerja sama dengan anggota parlemen seperti senator dan anggota Kongres, pejabat pemerintah daerah, gubernur, dan walikota. Demikian juga, komunitas bisnis dan industri dan pemain berorientasi ekonomi lainnya dalam masyarakat dapat terlibat dalam menetapkan dan menerapkan aturan dan kebijakan reformasi pendidikan (Dakir, 2019).

Oleh karena itu, pengembangan kurikulum sangat penting dalam menetapkan arah perubahan dalam suatu organisasi, tidak hanya pada tingkat mikro tetapi juga pada tingkat makro. Selama tujuan dan sasaran pengembangan kurikulum terlihat jelas di benak perencana, pencapaian mutakhir dalam berbagai keprihatinan dapat terwujud (Rouf et al., 2020).

Proses pengembangan kurikulum secara sistematis mengatur apa yang akan diajarkan, siapa yang akan diajarkan, dan bagaimana itu akan diajarkan. Setiap komponen mempengaruhi dan berinteraksi dengan komponen lain. Misalnya, apa yang akan diajarkan dipengaruhi oleh siapa yang diajar (misalnya, tahap perkembangan mereka dalam usia, kedewasaan, dan pendidikan) (Dakir, 2019). Metode tentang bagaimana konten diajarkan dipengaruhi oleh siapa yang diajar, karakteristik mereka, dan pengaturannya (Rouf et al., 2020). Dalam mempertimbangkan tiga komponen penting di atas, berikut ini secara luas dianggap sebagai pertimbangan penting dalam pendidikan pengalaman dalam pengaturan non-formal:

Pertimbangan esensial untuk pengembangan kurikulum di antaranya adalah mengidentifikasi masalah atau keperluan, mengetahui karkteristik target dan kebutuhan target, mengetahui apa isi kurikulum yang penting dan berhubungan, mengetahui bagaimana metode yang diterapkan memenuhi luaran yang ingin dicapai, dan mengevaluasi strategi untuk metode, isi kurikulum, dan luaran yang diinginkan (Kosassy, 2017).

Fase I (Perencanaan)

                Fase perencanaan merupakan dasar bagi langkah pengembangan kurikulum. Langkah-langkah dalam fase ini meliputi: identifikasi masalah, pembentukan tim pengembangan kurikulum, dan melakukan keperluan penilaian dan analisis. Kebutuhan akan pengembangan kurikulum biasanya muncul dari kekhawatiran tentang masalah besar atau masalah dari satu atau lebih audiens target. Bagian ini mengeksplorasi beberapa pertanyaan yang perlu ditangani untuk mendefinisikan masalah dan untuk mengembangkan pernyataan yang akan memandu pemilihan anggota tim pengembangan kurikulum. Pernyataan masalah ini juga berfungsi untuk mengidentifikasi secara luas, ruang lingkup (apa yang akan dimasukkan) dari konten kurikulum (Dakir, 2019).

Setelah sifat dan ruang lingkup masalah telah didefinisikan secara luas, anggota tim pengembangan kurikulum dapat dipilih. Topik-topik yang dibahas dalam bagian ini meliputi: (1) peran dan fungsi anggota tim, (2) proses untuk memilih anggota tim pengembangan kurikulum, dan (3) prinsip-prinsip kolaborasi dan kerja tim. Tujuannya adalah untuk memperoleh keahlian untuk bidang-bidang yang termasuk dalam ruang lingkup konten kurikulum di antara anggota tim dan mengembangkan tim yang efektif (Huda, 2017).

Ada dua fase dalam proses penilaian kebutuhan. Fase pertama adalah prosedur untuk melakukan penilaian kebutuhan. Sejumlah teknik ditujukan untuk mempelajari apa yang dibutuhkan dan oleh siapa relatif terhadap masalah yang diidentifikasi. Teknik yang dibahas dalam bagian ini meliputi: KAP - Knowledge, Attitude, and Practice Survey; kelompok fokus; dan pemindaian lingkungan (Kosassy, 2017).

Bagian kedua dari langkah penilaian kebutuhan ini adalah analisis yang menjelaskan teknik tentang cara menggunakan data dan hasil informasi yang dikumpulkan, termasuk di dalamnya adalah: cara untuk mengidentifikasi kesenjangan antara pengetahuan dan praktik.

Fase II (Isi dan Metode)

                Fase ini menentukan hasil yang dimaksudkan (apa yang dapat dilakukan peserta didik setelah berpartisipasi dalam kegiatan kurikulum), isi (apa yang akan diajarkan), dan metode (bagaimana itu akan diajarkan).

Setelah masalah didefinisikan, tim kurikulum dibentuk, kebutuhan dinilai, dianalisis dan diprioritaskan, langkah selanjutnya adalah memperbaiki dan menyatakan kembali masalah, jika diperlukan, dan mengembangkan hasil yang dimaksudkan atau tujuan pendidikan. Hasil yang dimaksudkan menyatakan apa yang dapat dilakukan peserta didik sebagai hasil dari berpartisipasi dalam kegiatan kurikulum.

Bagian ini meliputi: (1) definisi hasil yang dimaksudkan, (2) komponen hasil yang dimaksudkan (kondisi, kinerja, dan standar), (3) contoh hasil yang dimaksudkan, dan (4) gambaran umum perilaku belajar. Penjelasan yang lebih lengkap tentang jenis dan tingkat perilaku belajar termasuk dalam Adendum serta contoh hasil yang dimaksudkan dari materi pendidikan populasi (Kosassy, 2017).

Tantangan selanjutnya dalam proses pengembangan kurikulum adalah memilih konten yang akan membuat perbedaan nyata dalam kehidupan peserta didik dan masyarakat secara keseluruhan. Pada titik ini, pertanyaan utamanya adalah: "Jika hasil yang dimaksudkan ingin dicapai, apa yang perlu diketahui oleh pelajar? Pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku apa yang perlu diperoleh dan dipraktikkan?"

Ruang lingkup (luasnya pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku) dan urutan (urutan) konten juga dibahas. Hasil yang dimaksudkan dari pendidikan kependudukan dengan topik konten disediakan di bagian Adendum sebagai contoh dan penerapan bagaimana hasil yang dimaksudkan dikaitkan dengan konten (Kosassy, 2017).

Setelah konten dipilih, langkah selanjutnya adalah merancang kegiatan (pengalaman belajar) untuk membantu peserta didik mencapai hasil yang diinginkan dengan tepat. Model pembelajaran berdasarkan pengalaman dan komponennya (yaitu, pengalaman, berbagi, memproses, menggeneralisasi, dan menerapkan) dibahas di bagian ini.

Topik tambahan meliputi: gaya dan kegiatan pembelajaran yang sesuai untuk setiap gaya; daftar jenis kegiatan (dengan deskripsi); lembar kerja desain kegiatan untuk fasilitator; dan diskusi singkat tentang lingkungan belajar dan mode penyampaian (Huda, 2017).

Fase III (Implementasi)

Setelah konten dan metode pengalaman disepakati, produksi materi kurikulum yang sebenarnya dimulai. Bagian ini meliputi: 1) saran untuk menemukan dan mengevaluasi materi yang ada; 2) kriteria evaluasi; dan 3) saran pembuatan materi kurikulum. Langkah ini mencakup saran untuk memilih lokasi pengujian dan melakukan evaluasi formatif materi kurikulum selama fase produksi. Formulir evaluasi sampel disediakan (Kosassy, 2017).

Hal ini adalah pemborosan sumber daya untuk mengembangkan materi kurikulum jika pelatihan yang memadai tidak disediakan bagi fasilitator untuk mengimplementasikannya. Saran untuk merekrut fasilitator yang tepat diberikan dengan contoh program pelatihan tiga hari. Implementasi yang efektif dari produk kurikulum yang baru dikembangkan tidak mungkin terjadi tanpa perencanaan (Ikhsan and Hadi, 2018).

Fase IV (Evaluasi dan Pelaporan)

Strategi Evaluasi Desain

Evaluasi merupakan fase dalam model pengembangan kurikulum sekaligus langkah spesifik. Dua jenis evaluasi, formatif dan sumatif, digunakan selama pengembangan kurikulum. Evaluasi formatif digunakan selama penilaian kebutuhan, pengembangan produk, dan langkah-langkah pengujian. Evaluasi sumatif dilakukan untuk mengukur dan melaporkan hasil kurikulum. Langkah ini meninjau strategi evaluasi dan menyarankan prosedur sederhana untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat diandalkan. Serangkaian pertanyaan diajukan untuk memandu proses evaluasi sumatif dan format evaluasi sampel disarankan (Azis, 2018).

Pelaporan dan Pengamanan Sumber Daya

Elemen terakhir dalam strategi evaluasi adalah "memberikan hasil (yaitu, mendapatkan hasil ke tangan orang-orang yang dapat menggunakannya). Pada langkah ini, saran untuk apa dan bagaimana melaporkan kepada pemegang saham utama, terutama pendanaan dan pembuat keputusan kebijakan, disediakan dan diskusi singkat tentang cara mengamankan sumber daya untuk pemrograman tambahan (Hamdi, 2017).

Model Pengembangan Kurikulum

Terpusat pada Subjek

Model ini menekankan keterampilan dan pengetahuan khusus yang terkait dengan bidang subjek (Azis, 2018). Sebagian besar jenis kurikulum yang terstandarisasi secara luas berada di bawah pendekatan yang berpusat pada mata pelajaran. Model ini adalah pendekatan yang paling umum digunakan di seluruh sekolah K-12 di AS, tetapi juga ditemukan di seluruh ruang kelas perguruan tinggi, terutama di kelas kuliah besar 1000 tingkat. Ketika Anda mendengar istilah "kurikulum inti," itu mengacu pada pendekatan yang berpusat pada subjek. Meskipun model ini bermaksud untuk menciptakan pengalaman belajar yang setara di berbagai sekolah dan kelas, model ini tidak selalu berhasil seperti itu dalam praktiknya. Dikarenakan pendekatan ini tidak berpusat pada siswa, model ini dapat menyebabkan kurangnya keterlibatan dan kinerja yang berpotensi lebih rendah. Selain itu, pendekatan ini menyisakan sedikit ruang untuk koneksi lintas subjek. Contoh: Jika guru mengajar kursus pengantar sejarah Eropa, kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran dapat mencakup detail dan pemain kunci perang besar (Aprilia, 2020).

Terpusat pada Masalah

                Pendekatan ini bertujuan untuk membekali siswa dengan keterampilan dunia nyata yang relevan. Peserta didik diajarkan bagaimana melihat suatu masalah dan sampai pada solusi (Azis, 2018). Beberapa manfaat dari pendekatan ini adalah peningkatan penekanan pada pemikiran kritis, fokus pada kolaborasi, dan lebih banyak inovasi di kelas. Siswa masih belajar keterampilan dan pengetahuan kunci, tetapi dengan konteks tambahan. Contoh: Pendekatan yang berpusat pada masalah untuk mengajar kursus hubungan masyarakat mungkin melibatkan penugasan sekelompok siswa dengan menilai strategi PR bisnis nyata dan mengembangkan kampanye yang dapat ditindaklanjuti (Azis, 2018).

Terpusat pada Pelajar

Desain yang berpusat pada pelajar menekankan kebutuhan dan tujuan setiap peserta didik sebagai individu. Dengan pendekatan ini, analisis pengetahuan dan gaya belajar siswa yang sudah ada sebelumnya (Azis, 2018). Kebutuhan peserta didik akan memandu proses pengembangan kurikulum. Umumnya, jenis pengembangan kurikulum ini paling selaras dengan kurikulum yang berfokus pada proses (Bahri, 2017).

Contoh: Salah satu cara untuk memasukkan desain yang berpusat pada pelajar ke dalam kurikulum adalah dengan mengundang siswa untuk mengisi survei pra-kursus untuk melihat apa yang sudah mereka ketahui tentang mata pelajaran dan bidang apa yang paling mereka minati untuk dipelajari. Ini bisa sangat bermanfaat untuk kursus tingkat atas --- mudah-mudahan, siswa datang dengan dasar pengetahuan yang kuat, tetapi pendekatan yang berpusat pada pelajar menggunakan data daripada asumsi untuk menentukan tujuan kurikuler (Dakir, 2019).

KESIMPULAN

                Konsep pengembangan kurikulum merupakan perencanaan kurikulum yang dilakukan dengan tujuan memenuhi target pendidikan nasional. Terdapat empat fase dalam konsep pengembangan kurikulum yaitu fase I (perencanaan), II (Isi dan Metode), III (Implementasi), IV (Evaluasi dan Pelaporan). Metode pengembangan kurikulum dibagi menjadi tiga yaitu terpusat pada subjek, terpusat pada masalah, dan terpusat pada pelajar.

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, W. (2020). Organisasi dan Desain

Pengembangan Kurikulum. Islamika, 2(2), 208-226.

Azis, R. (2018). Implementasi pengembangan

kurikulum. Jurnal Inspiratif Pendidikan, 7(1), 44-50.

Bahri, S. (2017). Pengembangan kurikulum dasar

dan tujuannya. Jurnal Ilmiah Islam Futura, 11(1), 15-34.

Dakir, H. (2019). Perencanaan dan pengembangan

kurikulum.

Fajri, K. N. (2019). Proses Pengembangan

Kurikulum. Islamika, 1(2), 35-48.

Hamdi, M. M. (2017). Konsep Pengembangan

Kurikulum. Intizam, Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 1(1), 1-13.

Huda, N. (2017). Manajemen Pengembangan

Kurikulum. Al-Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 1(2), 52-75.

Ikhsan, K. N., & Hadi, S. (2018). Implementasi dan

pengembangan kurikulum 2013. Jurnal Edukasi (Ekonomi, Pendidikan dan Akuntansi), 6(1), 193-202.

Kosassy, S. O. (2017). Analisis konsep dan

implementasi kurikulum 2013. Pelita Bangsa Pelestari Pancasila, 12(1), 78-89.

Majir, A. (2017). Dasar pengembangan 

kurikulum. Deepublish.

Rouf, M., Said, A., & HS, D. E. R (2020). Pengembangan Kurikulum Sekolah: Konsep, Model, dan Implementasi. AL-IBRAH, 5(2) , 23-40.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun