Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menimbang Rencana Pendirian Perguruan Tinggi Lamakera: Antara Peluang dan Tantangan

15 Mei 2024   20:14 Diperbarui: 15 Mei 2024   20:42 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setidaknya ada beberapa aspek pertimbangan (lainnya) yang terbilang agak penting untuk menjadi perhatian bersama sebelum menentukan dan merumuskan nomenklatur kampus dan prodi. Pertimbangan dimaksud bertalian dengan prinsip penting dalam penentuan dan perumusan nomenklatur kampus dan prodi. Dikatakan demikian oleh sebab semua pihak yang mengajukan dan mengusulkan pendirian perguruan tinggi selalu mempertimbangkannya. Tentunya terlepas beberapa kasus di lapangan. Hal demikian wajar-wajar saja karena pengajuan dan pengusulan kampus akan dipertimbangkan dan diterima oleh kementerian terkait manakala memenuhi prinsip tersebut.

Sekiranya pengajuan dan pengusulan pendirian kampus mempertimbangkan prinsip dimaksud, maka dapat dipastikan Kementerian terkait pun akan mempertimbangkan untuk memberikan predikat "akreditasi minimun" sebagai syarat untuk mendapatkan ijin operasional (ijop) dalam rangka untuk menyelenggarakan sistem pendidikan tinggi. Sebaliknya, bilamana prinsip dimaksud luput, maka dapat dipastikan peluang untuk mendapatkan predikat akreditasi minumun yang berujung pada mendapat ijop sangat kecil dan tipis. Pada konteks ini bisa saja proses pengajuan dan pengusulan berjalan lancar hingga assessment lapangan (AL), namun karena prinsip tersebut tidak terpenuhi, maka tidak diloloskan.

Olehnya, sekali lagi, hal demikian perlu menjadi perhatian khusus. Sehingga, apa yang menjadi gagasan besar dan brilian dapat menemukan jalannya menjadi sebuah kenyataan. Tentunya, cukup banyak sekali aspek-aspek yang perlu menjadi pertimbangan dan perhatian khusus di dalamnya. Namun, pada kali ini hanya dibatasi pada prinsip realistis dan relevan dengan konteks. Penjelasan dan turunan dari prinsip ini terbilang panjang kali lebar. Sebab, prinsip ini bersentuhan dan beririsan dengan banyak hal yang tidak terpisahkan  dari syarat-syarat penting pendirian suatu perguruan tinggi. Pertama sekali adalah apa yang dijelaskan sebelumnya di atas, yakni terkait dengan apa (sih) alasan mendirikan kampus.

Tentunya, selain tiga point di atas, terdapat point lainnya yang perlu juga diperhatikan. Biasanya assesor menanyakan ketika AL. Kira-kira apa distingsi kampus dan prodi yang diusulkan dengan kampus dan prodi lainnya sejagat wilayah yang hendak didirikan kampus itu. Ya, pertanyaan demikian terbilang wajar sebab ketika kampus dan prodinya nyaris sama dengan kampus dan prodi-prodi yang ada bersamaan dengan minat calon mahasiswa untuk mengambil kampus dan prodi itu rendah, maka bisa saja kampus dan prodinya langsung mogok di tengah jalan, meski "wajah"-nya terbilang masih baru dan segar sekali (karena baru didirikan tentunya). Sebab, untuk apa mendirikan kampus kalau tidak sesuai kebutuhan.

Pada konteks demikian, perlu adanya "survei" untuk melihat kebutuhan, kecenderungan dan minat masyarakat yang menjadi locus dan episentrum pendirian perguruan tinggi. Pun juga bisa melakukan studi banding dengan beberapa kampus yang ada di sekitarnya. Semuanya dilakukan dalam rangka untuk menemukan rumusan alasan yang tepat dan argumentatif untuk mendirikan sebuah perguruan tinggi.  Sehingga, tidak cukup rasanya dengan melihat kemampuan internal plus kekuatan politik yang dimiliki. Sebab, pendirian perguruan tinggi melampaui itu semua. Ia terbilang agak kompleks, banyak hal yang mesti dipertimbangkan dan diantisipasi dengan matang sebelum nantinya melakukan action.

Misalnya, salah satu fakta yang seringkali kali didengar dan disaksikan dalam kehidupan kita, setidak-tidaknya menjelang tahun ajaran baru, adalah kurangnya minat calon mahasiswa yang mendaftar pada kampus dan prodi tertentu sementara daya tampung yang  disiapkan dan ditetapkan untuk masing-masing prodi pada kampus terbilang lumayan banyak, minimal  45 sampai 108an (dengan menggunakan rasion perbandingan dosen dan mahasiswa plus syarat dosen homebase pada masing-masing prodi). Fakta semacam itu bukan terjadi pada satu-dua kampus, bukan hanya kampus swasta dan baru berdiri serta bukan hanya terjadi pada satu tahun pelajaran, akan tetapi banyak tahun dan banyak kampus, swasta maupun negeri.

Implikasinya, banyak kampus yang tidak mendapat akreditasi yang baik. Akhirnya, mahasiswa yang menjadi korbannya. Belum lagi fakta lain terkait dengan persoalan anggaran yang dimiliki kampus dalam mensupport penyelenggaraan sistem pendidikan. Di mana banyak pula kampus yang mogok dikarenakan persoalan anggaran; tidak bisa membiayai pegawai hingga pegawainya mogok mengajar. Lagi-lagi, implikasinya mahasiswa yang mendapat getahnya, menjadi korban dari "kegagalan" manajemen kampus dalam menyelenggarakan sistem pendidikan tinggi. Maka, tidak jarang ditemukan informasi bahwa banyak kampus dan prodi ditutup dikarenakan gurita masalah semacam itu,

Selain itu, prinsip realistis dan relevan dengan konteks yang perlu diperhatikan adalah nomenklatur kampus dan prodi harus realistis dan relevan dengan kebutuhan dan SDM yang ada. Misalnya dari aspek SDM, bila nomenklatur kampus dan prodi bertalian dengan Sekolah Tinggi Teologi Perikanan maupun Politeknik atau apalah namanya dengan prodinya adalah Perikanan dan Kelautan, Pariwisata dan Pertanian Lahan Kering, maka harus memperhatikan aspek realistis dan relevansinya. Minimal sekali "stok" SDM yang hendak mengisi pos dosen prodi sudah ada semua, dengan catatan harus linear dengan Prodi masing-masing. Itu pun stok SDMnya paling minimal enam orang dosen untuk masing-masing prodi.

Pada konteks itu, pihak terkait perlu mengidentifikasi kekuatan SDM yang akan mengisi Prodi masing-masing. Karena, prinsip ini menjadi syarat penting yang menentukan kampus dan prodi tersebut layak untuk diassesment dan mendapat akreditasi minumun untuk kemudian mendapat ijop atau tidak. Jika pada kenyataannya tidak ditemukan banyak SDM yang linear dengan prodi yang diusulkan bersama kampus itu, maka bisa melakukan beberapa langkah taktis untuk mengantisipasinya. Pertama; jika tetap mempertahankan nomenklatur kampus dan prodi tersebut, maka perlu adanya percepatan SDM dengan cara menguliahkan mereka pada level S1 hingga S2 sesuai dengan prodi masing-masing itu.

Jika alternatif pertama yang dipilih, maka diperlukan waktu yang relatif lama. Paling cepat mungkin enam sampai tujuh tahun. Dengan demikian, kampus dan prodi dengan nomenklatur semacam itu baru bisa diusulkan pada tahun 2031 mendatang (terhitung dari tahu 2024 atau 2025). Itupun kita perlu mencari SDM kurang lebih 18 orang (dari hitungan perprodi enam orang dosen dikali tiga Prodi yang direncanakan diusulkan bersama dengan kampus itu) plus menyediakan support dalam bentuk beasiswa dengan taken kontrak khusus di dalamnya. Lagi-lagi, alternatif ini bukan saja membutuhkan waktu yang lumayan lama, akan tetapi dapat dipastikan lumayan berat dan merepotkan sekali pihak perencana pendirian perguruan tinggi.

Kedua; jika tetap menggunakan nomenklatur kampus dan prodi semacam itu sementara kenyataannya tidak didukung oleh SDM internal, maka bisa ditempuh dengan cara mengakomodir SDM kampung lain yang berpotensi dan linear dengan prodi masing-masing. Sama dengan sebelumnya di atas, meskipun alternatif ini terlihat agak mudah, namun pada sesungguhnya membutuhkan waktu, pendekatan dan komunikasi serta lobi-lobi. Itupun kalau perguruan tinggi tersebut hendak keluar dari real awalnya, yakni pemberdayaan SDM Lamakera. Yah, tidak apa-apa jika kondisinya memaksa untuk mengambil kebijakan strategis dan taktis. Intinya, ada SDM yang linear dengan Prodi dan kampus jadi berdiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun