Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menimbang Rencana Pendirian Perguruan Tinggi Lamakera: Antara Peluang dan Tantangan

15 Mei 2024   20:14 Diperbarui: 15 Mei 2024   20:42 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kedua; animo masyarakat Lamakera untuk mengakses dan melanjutkan studinya pada jenjang tertinggi, misalnya jenjang perguruan tinggi tingkat pertama (baca: strata satu dan serupa lainnya), kian hari semakin meningkat dengan begitu signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal demikian menandakan bahwa masyarakat Lamakera membutuhkan kampus untuk melanjutkan studinya. Lagi-lagi, bisa saja dalam bentuk melanjutkan studi pada kampus yang ada atau melalui kampus yang rencananya didirikan. Meskipun, informasi terbaru yang diperoleh menjelaskan bahwa sebaran calon mahasiswa baru untuk tahun ajaran ini lebih banyak  pada beberapa kampus di Yogyakarta, selain Makassar dan Kupang.

Ketiga; pemberdayaan SDM Lamakera. Alasan ini mungkin terbilang lebih penting dibandingkan dengan alasan sebelumnya. Alasan ini berangkat dari fakta sosiologis terkait dengan meningkatnya SDM Lamakera pada level Strata Dua (S2) dan Strata Tiga (S3) dalam pelbagai jurusan dan keilmuan, setidak-tidaknya keilmuan hukum Islam, Pendidikan Agama Islam, Akidah dan Filsafat, Perikanan dan Kelautan, Sosiologi Pendidikan, Sosiologi, Komunikasi Politik dan lain sebagainya. Belum lagi ada yang masih dalam proses penyelesaian studi S2 dan S3. Memang banyak yang sudah menjadi abdi negara pada beberapa kampus dan instansi dengan jabatan masing-masing, namun masih banyak pula yang belum.

Itu baru pemberdayaan SDM pada wilayah terbatas, Lamakera. Belum lagi diperluas pada wilayah di sekitar Lamakera, baik dalam skala Solor Timur maupun Flores dan skala Provinsi NTT. Sama dengan animo mahasiswa, aspek ini pun menjadi tidak terhingga jumlahnya. Dan tentunya pendirian perguruan tinggi Lamakera memang bukan semata diorientasikan untuk memberikan akses pendidikan dan pemberdayaan SDM Lamakera, akan tetapi juga untuk masyarakat sekitarnya yang memiliki animo dan potensi. Di mana Lamakera (baca: tokoh-tokohnya) mengikhtiarkan sebuah perguruan tinggi untuk masyarakat sekitarnya juga. Lamakera memulai jalan pembangunan peradaban bukan semata untuk internalnya, tetapi juga masyarakat luas.

Pada konteks demikian, pendirian perguruan tinggi Lamakera bukan saja semata memberikan akses bagi masyarakat sekitar untuk menempuh pendidikan yang terjangkau secara wilayah teritorial (namun tetap memperhatikan orientasi mutunya), akan tetapi juga bisa berfungsi untuk memperdayakan SDM yang ada, baik yang sudah bekerja maupun belum sama sekali. Sehingga, ada semacam upaya jangka panjang untuk mempersiapkan mutu pendidikan bagi masyarakat sekitar dan juga meminimalisir tingkat pengangguran yang begitu menggurita di sekitarnya. Sebab, kampus bisa menjadi sektor untuk mempekerjakan banyak orang, mulai dari staf, security, klinik service dan lainnya.

Ketiga alasan demikian bisa menjadi pertimbangan penting dalam melihat kemungkinan untuk mendirikan perguruan tinggi. Sebenarnya ada aspek lainnya, sebut saja aspek "kekuatan politik" (karena memang kenyataannya pembangunan peradaban membutuhkan support dari "kekuatan politik"), namun ketiga alasan tersebut rasanya sudah cukup untuk melihat aspek urgensitasnya. Selain itu, seperti dikatakan sebelumnya, konstitusi kita memberikan ruang selebar-lebarnya bagi warga negara, baik perorangan maupun komunitas dan badan hukum untuk ikut serta mengambil bagian dalam memperjuang-wujudkan amanat konstitusi dalam semesta kehidupan berbangsa, baik melalui pendirian lembaga pendidikan maupun lainnya.

Dengan memahami konstruksi berpikir tersebut, maka dengan mudah pula bisa diraba-raba dan dirumuskan apa sesungguhnya yang menjadi grand mission dibalik ijtihad dan ikhtiar kolektif-kolegial masyarakat Lamakera untuk mendirikan perguruan tinggi Lamakera. Pada sesungguhnya ijtihad dan ikhtiar pendirian perguruan tinggi Lamakera merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ijtihad dan ikhtiar membangun peradaban Lamakera dan sekitarnya. Sehingga, grand mission yang paling utama dan penting dalam konteks demikian adalah Lamakera ingin mengambil bagian dalam merekayasa sebuah peradaban ke depannya dengan _di antaranya_ membangun dan mendirikan perguruan tinggi.

Perihal itu, kita bisa flash back ke belakang _bertamasya dan bernostalgia_ dengan sejarah Lamakera tempo doeloe, setidak-tidaknya pada dekade tahun 1996an terdapat sebuah pidato yang cukup heroik nan menggelitik kesadaran rasionalistik yang disampaikan oleh Aba Abdul Syukur Ibrahim Dasi. Di antara muatan pidatonya adalah menjelaskan peran penting institusi pendidikan, formal maupun non formal dan informal, dalam membangun peradaban awal masyarakat Lamakera. Ada sebuah cerita menarik terkait dengan itu.  Pada bulan Juli 1941, empat tahun sebelum kemerdekaan Indonesia, seorang istri raja melakukan sebuah perjalanan untuk mendatangkan seorang Bapak Mingge Iyan ke Lamakera.

Adapun misi besar yang mengilhami dan menjiwai ikhtiar istri Raja Lamakera mendatangi Bapa Mingge Iyang di Kupang adalah merintis jalan membangun pendidikan di Lamakera. Hal demikian dikarenakan di Lamakera pada waktu itu semacam terjadi "kekosongan" (proses pendidikan) yang ditandai dengan "absen"-nya tokoh pendidikan. Sehingga, dalam rangka mengisi kekosongan, membangun masyarakat dengan ilmu pengetahuan, maka diikhtiarkan untuk mendatangkan sosok seorang Mingge Iyang di Kupang. Hal ini juga berarti bahwa termasuk tokoh sentral dan penting yang mendahului kerja-kerja peradaban melalui saluran dunia pendidikan di Lamakera adalah Raja Lamakera beserta istrinya dan Bapa Mingge Iyang.

Pada arsy dan gubahan sejarah itu pulalah untuk pertama kalinya masyarakat Lamakera diperkenalkan sebuah syair Lamaholot yang terbilang penting bagi masa depan peradaban Lamakera yang juga selalu didendangkan oleh kera muri tawa gere, yakni "rara koi hala he, (goe) hope suban nuru rarang": sebuah ungkapan yg sarat akan makna filosofis dan historis-kebudayaan, sebagai "lonceng" kebangkitan peradaban Islam (di) Lamakera. Syair itu pula yang dipopulerkan dan disampaikan (kembali) oleh Allah Yarham Ali Taher Parasong (dengan air mata ketawaduan, kepedulian dan tanggung jawab) dalam beberapa momentum, di antaranya dalam moment Lamak Virtual keluarga besar Lamakera se-Indonesia saban hari.

Realistis dan Relevan dengan Konteks

Sebenarnya apa pun nomenklatur kampus dan prodinya terpulang pada masing-masing pihak yang mengusulkan dan mengajukan pendirian suatu kampus. Sehingga, apa pun nomenklatur kampus dan prodinya rasa-rasanya tidak ada masalah. Apalagi jika nomenklatur kampus dan prodi dibangun di atas pelbagai kajian pendahuluan. Sebab, seperti lalu-lalu juga, ijtihad dan ikhtiar pendirian perguruan tinggi bukan mengudara begitu saja dari ruang hampa, akan tetapi dikonstruksi dari ide dan realitas yang berserakan di sekitarnya. Meskipun, bangunan argumentasinya kadang memiliki jarak yang terbilang agak jauh dengan realitas di lapangan. Intinya, gagasan besar semacam itu pasti memiliki basis argumentasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun