Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Puasa, al-Qur'an dan Civilization Engineering (2)

31 Maret 2024   09:49 Diperbarui: 31 Maret 2024   09:49 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Lalu, bagaimana dengan kondisi umat Islam hari ini? Perlu diakui bahwa umat Islam hari ini semakin besar (secara kuantitas) karena tersebar hampir seantero jagat dunia. Bila dibandingkan dengan awal-awal fajar keislaman tidak ada apa-apanya. Sebab, pada awal-awalnya fajar keislaman, jangkauan penyebaran agama Islam masih terbatas pada wilayah-wilayah tertentu, sehingga jumlah umatnya juga terbilang masih sedikit. Namun, rupa-rupanya kekuatan umat Islam dalam penyebaran hampir pada semua wilayah dan memiliki jumlah yang begitu besar, akan tetapi tidak mampu mengembalikan peradaban Islam dalam konteks kehidupan modern.

Begitu pula perlu diakui bahwa banyak sekali institusi pendidikan Islam maupun umum lahir dan terbentuk pada zaman sekarang ini hingga lahir pula banyak ulama dan imuaan Islam yang menguasai pelbagai disiplin keilmuan dengan pelbagai macam pendekatan. Termasuk institusi pendidikan yang bernama Pondok Pesantren, Rumah Tahfizh, Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an hingga mencetak banyak sekali huffazh dengan berbagai jenjang usianya. Namun, semuanya itu nampaknya belum bekerja dengan baik dalam membangun kembali peradaban Islam dengan mengacu pada nilai-nilai ajaran al-Qur'an maupun ajaran Islam pada umumnya.

Hafalan al-Qur'an hanya dijadikan sebagai ajang pertunjukan dalam pelbagai lomba MTQ pada setiap tingkat dan jenjangnya. Begitu pula penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh umat Islam pun hanya untuk kepentingan pribadi bahkan dipertontonkan dengan penuh kesombongan dan kecongkakan dalam pelbagai forum ilmiah dan perdebatan hingga kadang berujung pada pertengkaran dan konflik yang tidak perlu. Sehingga, wajar manakala dengan banyaknya huffazh, ulama dan ilmuan muslim yang menguasai pelbagai disiplin keilmuan, namun tetap saja tidak menjadi pemantik dalam menggerakkan kerja-kerja rekayasa peradaban yang berskala besar dan luas.

Perlu diakui pula bahwa umat Islam sekarang memiliki pembendaharaan kekayaan melimpah ruah. Namun, hal demikian tidak berbanding lurus dengan kesadaran menunaikan kewajiban zakat dan apabila kesadaran untuk berinfaq dan bersedekah untuk kepentingan dan kemaslahatan banyak orang yang lagi membutuhkan bantuan. Kalau pun saja ada kesadaran berzakat, infaq dan sedekah, umat Islam juga diperhadapkan pada problem pengelolaan dan pendistribusiannya. Sehingga, wajar pula manakala terjadi ketimpangan ekonomi di mana-mana, umat Islam termasuk paling tinggi tingkat kemiskinannya. Padahal punya instrumen pembangunan ekonomi.

Perlu diakui bahwa umat Islam sekarang sudah memiliki instrumen politik demokrasi dalam bentuk partai politik bersamaan dengan tersebarnya tokoh-tokoh umat Islam dalam pelbagai partai politik. Bahkan umat Islam dalam wilayah-wilayah tertentu tergolong sebagai mayoritas. Namun, jarang ditemukan adanya persatuan dalam mengusung dan memperjuangkan tokoh-tokoh Islam representatif dalam pelbagai kontestasi politik dan memenangkan pertarungan. Bahkan lebih ironisnya lagi sering ditemukan adanya praktek politik gunting dalam lipatan. Di mana ada upaya penjegalan tokoh-tokoh representatif dan potensial untuk maju dan menang.

Akibatnya, umat Islam meskipun tergolong mayoritas pada suatu wilayah misalnya, tetap saja sebagai penonton dan tim hore saja. Jarang ditemukan umat Islam menjadi penentu dan pemain dalam percaturan politik. Jangankan skala global-mendunia, dalam skala lokal, regional dan nasional sekalipun kadang berat dan susahnya minta ampun. Umat Islam mayoritas dan kuat secara angka-kuantitatif sementara lemah dalam kerja-kerja nyata rekayasa peradaban pada suatu wilayah. Akhirnya, umat Islam dan begitu pula agamanya kadang menjadi bahan permainan pihak-pihak tertentu seperti yang sering viral, lagi-lagi, meskipun umat Islam adalah mayoritas.

Kondisi demikian menggambarkan ada yang salah terhadap umat Islam. Setidak-tidaknya bermasalah dalam beralqur'an secara khusus maupun berislam secara umum. Sehingga, keberalquranan dan atau keberislaman tidak memberikan pengaruh yang begitu signifikan terhadap kerja-kerja rekayasa peradaban untuk membangun tatanan peradaban Islam dalam konteks modern ini. Islam malah bukannya semakin maju, akan tetapi berjalan di tempat bahkan bisa diandaikan mundur. Karena, Islam dan umatnya hingga kini seolah-olah tidak punya bargaining. Di antaranya terlihat pada peristiwa genosida dan pembantaian umat Islam di Palestina, Rohingya dan lainnya.

Nyaris sama dengan sebuah ungkapan familiar yang mengatakan bahwa "al-Islam mahjubun 'ala al-muslimun"  (Islam stagnan-berjalan di tempat bahkan cenderung mundur diakibatkan laku umatnya sendiri). Ya, jika laku at Islam memiliki jarak yang jauh dengan agama Islam beserta ajaran-ajarannya, maka bukan mustahil jika kondisi laku umat Islam tersebut memberikan kontribusi dan saham yang begitu besar terhadap stagnasi Islam  dalam percaturan peradaban zaman. Bahkan laku keberislaman demikian akan mendegradasi konsep "al-islamu ya'lu wala yu'la 'alaih" (Islam senantiasa unggul dan ia tidak akan terungguli) menjadi "mahjubun".

Tidak salah jika Nabi saw  menubuwatkan tentang kondisi umat Islam di penghujung akhir zaman, yaitu: "akan datang suatu masa di mana musuh berlomba-lomba untuk memerangi kalian. Sebagaimana berebutnya orang-orang yang sedang menyantap makanan di atas nampan". Salah seorang sahabat bertanya, "Apakah karena saat itu jumlah kami sedikit?". Beliau menjawab, "Justru saat itu kalian banyak, namun kalian bagaikan buih di lautan. Allah akan membuang rasa takut mereka kepada kalian, dan akan memasukkan wahn di dalam hati kalian. "Apakah wahn itu wahai Rasul?" tanya salah satu sahabat. Beliau menjawab, "Cinta dunia dan benci kematian" (HR Abu Dawud)

Wallahu A'lam

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun