Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Puasa, al-Qur'an dan Civilization Engineering (2)

31 Maret 2024   09:49 Diperbarui: 31 Maret 2024   09:49 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Peradaban demikian merupakan hasil kerja yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Tentunya, bukan manusia saja yang terlibat di dalamnya. Banyak unsur dan element lainnya juga ikut terlibat dalam kerja-kerja peradaban. Bahkan manusia yang menggerakkan dan membangun sebuah perubahan menuju tatanan peradaban suatu masyarakat dan bangsa juga bukan tunggal dan seorang diri alias nafsi-nafsi. Artinya, dalam melakukan perubahan, apa pun itu, manusia tidak melakukan secara individu seorang diri tanpa melibatkan manusia-manusia lainnya hatta manusia bersangkutan memiliki kekuatan super power sekalipun.

Meskipun, tidak dinafikan bahwa pada tahapan proses awalnya ada kalanya digerakkan oleh individu-individu tertentu yang memiliki visi-misi dan power. Namun, tetap saja proses demikian tidak dapat dipisahkan dengan realitas kehidupan di sekitarnya. Paling tidak individu yang menggerakkan perubahan terinspirasi melalui proses panjang pencarian jati dirinya dalam pelbagai segmentasi, sebut saja di antaranya segmentasi yang bernama "tazkiyah al-nafs" dan "pencerahan akal". Pada kenyataannya gerakan perubahan dan peradaban kadang berawal mula dari keduanya, yakni terjadi proses "tazkiyah al-nafs" dan "pencerahan akal" bagi tokoh penggeraknya.

Segmentasi "tazkiyah al-nafs" adalah sebuah tahapan proses "pendakian spiritual" untuk mengumpulkan kekuatan sekaligus mendapat aspirasi dan inspirasi dalam melakukan kerja-kerja peradaban yang berskala dan berdampak besar-luas. Segmentasi tahapan peradaban ini bisa dijumpai dan atau dilihat secara langsung pada profile sosok Nabi Muhammad saw sebagai pembawa risalah al-Islam sekaligus dinobatkan sebagai tokoh kelas wahid yang paling berpengaruh di dunia menurut tesis seorang Michael Hart dalam magnum opusnya yang berjudul "The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History" (100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia).

Tahapan demikian dalam catatan sejarah dan keilmuan Islam disebut-kenal dengan istilah "tahannus", yaitu sebuah proses pengasingan diri dari hiruk-pikuk dan kebisingan dunia dalam kerangka "perjalanan-pendakian spiritual" untuk melakukan uzlah, khalwat, tafakkur, dzikir dan istighfar dalam kesunyian paling senyap. Dari sana, dari proses "tahannus", nantinya akan melahirkan kekuatan semesta jiwa, termasuk melahirkan aspirasi dan inspirasi dalam bentuk Wahyu misalnya. Proses "tahannus" yang dilakukan oleh Nabi adalah bagian dari grand design Allah dalam rangka mempersiapkan Nabi untuk menerima dan mengembang sebuah amanah besar, yakni al-Islam.

Pada konteks itu dapat dikatakan bahwa perubahan dan peradaban umat manusia pada sesungguhnya merupakan sesuatu yang bersifat engineering (rekayasa) yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Pandangan ini tidak bermaksud menafikan adanya kemungkinan terjadinya perubahan dalam bentuk lain. Sebab, ada perubahan yang bersifat natural dan bahkan ada pula yang terjadi di luar jangkauan rasionalitas nalar manusia karena di sana melibatkan kekuatan maha dahsyat, sebut saja Tuhan misalnya. Adakalanya perubahan bekerja melalui tangan Tuhan sendiri. Adakalanya tangan Tuhan bekerja dalam rangkaian ikhtiar manusia.

Karena, peradaban bersifat engineering, maka sudah bareng tentu di sana ada pula rangkaian tahapan strategis yang dilakukan untuk mengawali dan memulai sebuah peradaban. Banyak teori yang mencoba mengungkapkan tahapan-tahapan strategis yang sering kali dilakukan dalam kerja-kerja Civilization Engineering. Namun, (pada tulisan ini) akan dikembangkan beberapa di antaranya langsung melalui al-Qur'an. Hal demikian dikarenakan percakapan mengenai konsep Civilization Engineering ini bertalian dengan keberadaan al-Qur'an. Sehingga, perlu mengali informasi yang terkandung dalam al-Qur'an perihal tahapan-tahapan strategis membangun peradaban.

  • Memiliki Ilmu dan Visi-Misi

Untuk menggerakkan sebuah perubahan dan peradaban dibutuhkan yang namanya ilmu dan visi-misi. Setidaknya konsep itu ditemukan dalam doktrin teologis Islam. Bahkan secara logika dan rasionalitas murni sekalipun akan membenarkan pengandaian demikian. Sebab, seseorang melakukan perubahan dan peradaban karena di sana ada ilmu dan visi-misinya. Meskipun, ilmu dan visi-misinya terbilang biasa-biasa saja. Logikanya, ketika orang tidak punya ilmu dan visi-misi, lalu untuk dan dengan apa melakukan perubahan. Tidak mungkin seseorang menggerakkan perubahan tanpa ada ilmu dan visi-misinya di sana.

Kehadiran Islam pertama kalinya dalam pentas sejarah untuk peradaban umat manusia ditandai dengan turunnya surat pertama dalam al-Qur'an, yakni QS al-'Alaq/1-5, pada tahun 611 M di Gua Hira dan dilanjutkan dengan ayat-ayat lainnya selama kurang lebih 23 tahun (13 tahun periode Makkah dan 10 tahun periode Madinah) sudah menekankan pentingnya ilmu dan visi-misi dalam hidup. Di mana QS al-'Alaq berbicara tentang teologi iqra'-membaca yang notabene merupakan instrumen penting dalam melakukan kerja-kerja peradaban. Karena, teologi iqra'-membaca menjadi inspirasi lahir dan terbentuknya institusi dan proses pendidikan dalam pelbagai bentuknya.

Dari sanalah lahir dan berkembang ilmu pengetahuan dan visi-misi untuk melakukan rekayasa peradaban. Ilmu pengetahuan dimaksud adalah penguasaan terhadap al-Qur'an dan hadis sebagai sumber penting dalam beragama dan membangun suatu peradaban. Sementara visi-misi kerja-kerja rekayasa peradaban dimaksud adalah visi-misi kehadiran al-Qur'an pada satu sisi dan Nabi pada sisi lain. Misalnya, visi-misinya adalah menjadi rahmat bagi semesta jagat (QS al-A'raf/52 dan 203; QS al-Isra'/82; QS al-Anbiyah/107). Lagi-lagi, ilmu pengetahuan dan visi-misi kerja-kerja rekayasa peradaban diperoleh melalui proses iqra'-belajar dalam makna dan konteks yang umum.

  • Memiliki Tokoh dan Pemimpin

Selain ilmu dan visi-misi, menggerakkan suatu perubahan dan peradaban juga membutuhkan sosok seorang tokoh dan pemimpin, baik bersifat personal maupun kolektif kolegial. Tidak ada ceritanya perubahan dan peradaban dirancang-bangunn tanpa ada tokoh dan pemimpin di sana. Sebab, sosok seorang tokoh dan pemimpin memiliki peran dan peranan yang sangat penting lagi strategis dalam melakukan kerja-kerja perubahan dan rekayasa peradaban. Di antara peran dan peranannya adalah menyusun dan merumuskan visi-misi, mengkomunikasikan dan menggerakkan kekuatan SDM, memotivasi dan lainnya.

Dalam rekayasa peradaban Islam awal, sosok Nabi merupakan tokoh dan pemimpin dalam pelbagai bidang dan aspek. Bahkan sebelum didaulat menjadi seorang Nabi pada 611 M, Nabi juga sudah terkenal masyhur sebagai sosok seorang tokoh dan pemimpin yang sangat dipercaya dan dihormati. Hal demikian di antaranya dapat dilihat pada peristiwa historis yang terjadi dalam peletakan batu hajar aswad. Di situ terjadi pertengkaran luar biasa antara pemuka-pemuka Arab perihal siapa yang layak untuk meletakkan batu hajar aswad.  Alhasil, masyarakat Arab dan pemukanya mempercayakan kepada Nabi untuk meletakkan hajar aswad.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun