Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Puasa, al-Qur'an dan Civilization Engineering (2)

31 Maret 2024   09:49 Diperbarui: 31 Maret 2024   09:49 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Mengacu pada perspektif demikian mau tidak mau harus dikatakan bahwa peradaban itu bagian dari agama Islam itu sendiri. Sementara kitab dan sumber utama ajaran agama Islam adalah al-Qur'an dan hadis. Maka, pengandaian bahwa al-Qur'an sebagai "kitab peradaban" dan atau peradaban bagian dari al-Qur'an adalah sebuah pengandaian yang logis-rasional. Logika kesimpulan demikian nantinya(bisa) diuji dan divalidasi lebih lanjut dengan argumentasi-argumentasi yang digunakan dalam menjelaskan hubungan al-Qur'an dengan rekayasa peradaban. Meskipun, argumentasi yang digunakan tidak terlepas dari logika kesimpulan demikian.

Pertama; al-Qur'an semenjak pertama kali turun sudah menekankan pentingnya instrumen peradaban, yakni perintah membaca (iqra'). Tentunya, perintah iqra' sangat terkait dengan konteks di mana al-Qur'an itu hadir. Di mana masyarakat Arab dan sekitarnya bahkan skala dunia berada pada sebuah tatanan peradaban yang bernama "peradaban jahiliah" dan "peradaban barbaria". Sehingga, melalui instrumen peradaban, perintah iqra', Nabi dan begitu pula umat manusia dituntut untuk melakukan pembacaan ulang secara kritis terhadap rancang bangun tatanan peradaban masyarakat Arab dan sekitarnya pada waktu itu untuk kemudian dilakukan rekayasa peradaban baru.

Tidak dapat disangsikan dan atau dipungkiri lagi bahwa salah satu instrumen dan pilar penting dalam merancang-bangun sebuah tatanan peradaban dunia, khususnya yang bercitarasa agama Islam karena ada transformasi nilai-nilai ajaran Islam di sana, adalah ilmu pengetahuan. Sementara itu, al-Qur'an sudah semenjak pertama kali menekankan pentingnya ilmu pengetahuan melalui teologi dan aktivitas membaca. Di mana iqra' merupakan basis fundament dalam pelbagai macam aktivitas ilmu pengetahuan. Tidak akan tumbuh dan berkembang tradisi hingga institusi ilmu pengetahuan-pendidikan manakala di sana tidak ada namanya aktivitas iqra'.

Makanya, berbicara soal teologi dan aktivitas iqra' sudah bareng tentu akan berbicara pula tentang ilmu pengetahuan, baik pada umumnya maupun secara khusus bertalian dengan ilmu agama. Dan, ketika berbicara tentang ilmu pengetahuan mau tidak mau juga harus berbicara tentang institusi pendidikan dalam pelbagai bentuk variannya. Sebab, institusi pendidikan merupakan locus sekaligus episentrum penting yang berperan melahirkan dan mengembangkan tradisi ilmu pengetahuan dengan pelbagai macam kemajuan dan capaiannya. Keterkaitan ketiganya sangat dengan mudah ditemu-jumpai dalam memori sejarah maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Saking pentingnya hal demikian, al-Qur'an tidak hanya berbicara tentang dalam frame iqra' saja. Terdapat banyak sekali ayat-ayat al-Qur'an yang berbicara tentang iqra', ilmu pengetahuan dan pendidikan dalam bentuknya, baik berkaitan langsung dengan ilmu pengetahuan maupun berkait dengan hal ihwal lainnya yang memberikan stimulasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Ayat-ayat lain tentang ilmu pengetahuan nyaris memiliki hubungan korelatif dengan ayat pertama kali turun, iqra'. Misalnya, ada pertanyaan kenapa Allah memerintahkan Nabi Muhammad membaca? Ada apa sih sebenarnya dengan aktivitas membaca itu sampai-sampai menjadi perintah?

Jawabannya sudah dijelaskan dalam al-Qur'an itu sendiri. Di antaranya adalah Allah melarang seseorang melakukan sesuatu tanpa ada ilmu tentangnya karena di sana ada kesadaran eskatalogis, telinga, pendengar dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya (QS al-Isra'/36). Lalu, di mana hubungannya? Dengan membaca seseorang dapat mengetahui segala sesuatu, khususnya terkait apa yang mesti dan tidak mesti dilakukan. Ketika seseorang diutus menjadi katalis dan lokomotif peradaban baru bagi umat manusia, maka terlebih dahulu memiliki ilmu pengetahuan. Membaca adalah termasuk salah satu cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.

Ketika orang sudah memiliki ilmu pengetahuan melalui aktivitas membaca misalnya, maka larangan dalam QS al-Isra'/36 menjadi tidak berlaku baginya. Tentunya, dengan catatan ilmu pengetahuan itu paralel dengan apa-apa yang hendak dilakukan. Misalnya, tidak boleh berdakwah jika tidak memiliki ilmu pengetahuan yang bertalian dengan dakwah. Namun, ketika orang bersangkutan sudah memiliki ilmu pengetahuan terkait, maka larangan tersebut berubah menjadi sebuah kewajiban yang harus dijalankan. Dengan kata lain, logika larangan demikian tidak bersifat mutlak berlaku dalam semua kondisi dan keadaan. Ia hanya berlaku dalam kondisi-kondisi tertentu saja.

Selain itu, terdapat pula ayat-ayat lain yang berbicara tentang pentingnya ilmu pengetahuan. Sebut saja QS al-Nahl/43 tentang pentingnya aktivitas bertanya pada orang berilmu manakala tidak tahu sebuah perkara; hal demikian karena dilarang untuk melakukan sesuatu tanpa ilmu (QS al-Isra/36) dan karena berbeda pula antara orang berilmu dengan yang tidak berilmu (QS al-Zumar/9), sebab tipologi orang berilmu dan beriman itulah nantinya akan diangkat derajatnya oleh Allah (QS al-Mujadalah/11). Dalam hadis dikatakan menuntut ilmu wajib bagi muslim dan muslimat (HR Ibnu Majah) dan kalau menginginkan dunia akhirat harus dengan ilmu (HR Muslim)

Menariknya, pada ayat pertama  turun, QS al-'Alaq/1-5, terdapat konsep ilmu dalam Islam. Di situ dijelaskan dua aspek penting, yaitu aspek kesadaran epistemologis yang ditandai dengan kata iqra dan allamal-insna m lam ya'lam serta kesadaran spiritual yang ditandai dengan kata bismirabbik. Artinya, aktivitas membaca dalam konsep Islam harus dibangun di atas dan juga diorientasikan untuk bismirabbik. Dengan kata lain, aktivitas membaca (maupun peradaban nantinya) tidak boleh jauh dari Allah, harus dengan menyebut nama Allah dan nanti juga tetap menyebut nama Allah. Makanya, tidak ada ceritanya dalam Islam orang berilmu, tapi tidak beriman dan beramal.

Kedua; rupa-rupanya al-Qur'an bukan hanya menekankan pentingnya iqra', ilmu dan pendidikan dalam melakukan rekayasa peradaban. Akan tetapi, juga ternyata di sana al-Qur'an banyak menyajikan kurikulum sejarah peradaban umat terdahulu dalam kerangka kisah-kisah epik dan edukatif. Misalnya, peradaban Ratu Balqis yang hadir dalam masa kenabian Sulaiman. Peradaban Namrud pada masa Nabi Ibrahim. Peradaban Jalut pada masa Nabi Daud. Begitu pula peradaban Fir'aun, Haman dan Qorun pada masa Nabi Musa. Bahkan al-Qur'an juga menyebutkan beberapa peradaban kuno lainnya, misalnya peradaban Romawi dan Persia.

Tentunya, penyebutan kisah-kisah umat terdahulu beserta rancang bangun peradabannya bukan tanpa maksud apa-apa bagi umat manusia. Seperti bab "qishash al-Qur'an" dalam studi ilmu al-Qur'an pada umumnya, keberadaan kisah dalam al-Qur'an memiliki tujuan, fungsi dan hikmah di antaranya adalah memantik daya berpikir umat manusia; (karena) menjadi pelajaran bagi manusia yang berpikir; dapat meneguhkan hati dan menarik perhatian para pembaca dan pendengarnya. Sehingga, keberadaan kisah-kisah tentang peradaban umat terdahulu itu memberikan edukasi yang sangat berharga dan berarti sekali bagi umat manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun