Nyaris sama dengan fenomena laku politik lainnya yang juga menjadi bagian dari anomali, akrobat dan preseden buruk bagi masa depan integritas dalam demokrasi. Di mana ada politisi yang begitu luar biasa akrab dengan masyarakat dalam kerja-kerja politiknya (sosialisasi dan kempanye politik), namun ketika terpilih malah menjadi "kacang lupa kulit". Mereka tidak pernah lagi nongol di masyarakat, hatta hanya sekedar menyetor muka sekalipun. Kalau pun terpaksa, mereka akan datang ketika menyerap aspirasi melalui program reses atau kunker.
Selebihnya, mereka mendadak menjadi manusia amnesia; manusia yang begitu mudah mengobral janji manis dalam kempanye politik, namun begitu mudah pula melupakannya.
Tiket Politik Calon Anggota SenayanÂ
Dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pasal 1 ayat (3) dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara kekuasaan (machtstaat). Pasal ini menjadi basis fundament dalam menyelenggarakan negara dan sistem pemerintahan. Konsekuensinya, penyelenggaraan hal ihwal terkait dengan negara harus berdasarkan aturan hukum tertentu yang diatur dan berlaku dalam negara.Â
Tidak boleh adanya kekuasaan politik yang seenaknya menyelenggarakan negara tanpa ada aturan hukumnya, baik kekuasaan politik yang bernama presiden maupun hanya sebatas politisi dan partai politik saja. Sebab, penyelenggaraan negara berbasiskan kekuasaan semata rentan mengalami abuse of power.
 Politik demokrasi sebagai bagian dari penyelenggaraan negara tentunya juga diatur sedemikian rupa dalam peraturan perundang-undangan. Apalagi politik demokrasi berbicara tentang "kompetisi" masing-masing politisi dan partai politik dalam merebut kekuasaan politik.Â
Tentunya, sangat boleh jadi pelbagai cara akan dilakukan untuk menjadi sang pemenang. Seperti logika politik seorang Machiavelli yang cenderung menghalalkan pelbagai cara untuk sampai pada puncak tujuan.Â
Pun juga karena pada kenyataannya manusia memiliki potensi sebagai "homo homini lupus est" (manusia adalah serigala bagi manusia lainnya) sebagaimana dawuh seorang Thomas Hobbes. Itulah mengapa dalam kondisi ada aturan hukum sekalipun, kejahatan masih tetap eksis dan berkembang biak.
Karena itu, aturan hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan secara umumnya wabilkhusus untuk politik dan Pemilu sangat penting sekali. Dengan aturan tersebut aktivitas politik menjadi teratur dan terkontrol dalam koridor-koridor hukum.Â
Terdapat banyak regulasi yang secara khusus mengatur hal ihwal terkait dengan politik demokrasi dalam bernegara. Salah satunya adalah aturan yang mengatur soal seputar menjadi anggota legislatif tingkat DPR RI. Di antara peraturan perundang-undangan yang mengatur hal ihwa tersebut adalah UUD 1945 BAB VII Tentang Dewan Perwakilan Rakyat pasal 19 ayat (1); dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) jo. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2022.
Dalam aturan tersebut setidaknya terdapat dua poin penting terkait dengan syarat menjadi anggota Senayan. Kedua poin dimaksud dalam tulisan ini kemudian diistilahkan dengan "tiket" yang digunakan oleh seorang calong anggota Senayan untuk dapat leluasa melenggang masuk ke Senayan.Â