Dalam kamus politik, konstituen politik memiliki kedudukan politik yang terbilang sangat penting. Bukan semata hanya sebagai rakyat tanpa embel-embelnya, tetapi konstituen politik memiliki kedaulatan politik penuh dalam sistem politik demokrasi.Â
Mereka adalah "tuhan" dalam sistem politik demokrasi; suara rakyat adalah suatu "tuhan" (vox populi vox dei). Suara politik rakyat sangat menentukan denyut nadi perpolitikan demokrasi.Â
Ketika terjadi pembungkaman dan pengkhianatan terhadap rakyat, maka suara rakyat berubah menjadi "politik perlawanan"; perlawanan terhadap para pembajak demokrasi. Suara rakyat tidak semata tersalurkan melalui pemilu, tetapi juga akan tersalurkan melalui parlemen jalanan.
Apalagi dalam sistem politik demokrasi, pemilu bukan semata menjadi ajang untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, tetapi juga sekaligus sebagai ajang untuk memburuh suara politik dari kalangan rakyat. Karenanya, mereka-mereka yang dikatakan sebagai politisi akan melakukan "pelbagai cara" untuk dapat menggaet dan mendapatkan suara rakyat, baik bagi politisi dan partai yang baru pertama kali ikut pemilu maupun incumbent.Â
Sebab, satu saja suara rakyat sangat berarti dan menentukan sekali dalam politik. Hatta suara politik tersebut dari kalangan rakyat biasa dan menjadi oposisi politik sekalipun. Sebab, semua suara dalam politik demokrasi adalah sama; sama-sama sebagai satu suara sekaligus sangat menentukan nasib politik.
Urgensitas suara konstituen politik ini bisa dilihat pada kenyataan politik di lapangan bahwa masing-masing politisi dan partai berupaya dengan sekuat tenaga untuk mempertahankan dan meng-up suara politik dalam setiap tahun politik. Tidak ada ceritanya mesin politik partai tidak bekerja dengan baik dan maksimal dalam masalah ini.Â
Malahan "kemenangan" partai politik dalam setiap kontestasi politik dengan perolehan suara nasional (parlemen threshold) tertentu menjadi "program dan target khusus" bagi masing-masing partai politik. Mesin partai akan bekerja melalui empat pendekatan, yaitu upward approach (kuasa politik), downward approach (rakyat), inward approach (kader-politisi) dan media approach.
 Suara rakyat memberikan dampak dan pengaruh secara khusus pada dua aspek penting dalam setiap kontestasi politik. Aspek pertama adalah suara rakyat akan mempertahankan, menambah dan atau mengurangi perolehan suara caleg pada masing-masing dapil. Rakyat memilih atau tidak sangat mempengaruhi perolehan suara caleg pada dapil masing-masing.Â
Begitu pula halnya juga terhadap perolehan suara nasional partai. Suara rakyat kalau tidak menambah suara dapil, setidak-tidaknya akan menambah suara nasional partai hatta penambahannya hanya sampai satu digit saja. Sebab, tidak ada gunanya perolehan suara dapil tertentu super dahsyat, sementara itu perolehan suara nasional partai anjlok. Bisa-bisa saja tidak mendapatkan tiket politik untuk melenggang ke Senayan.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa "arogansi politik" merupakan anomali, akrobat sekaligus preseden buruk dalam jagat perpolitikan kita. Ketika baru pertama kali bertarung dalam politik dengan modalitas keyakinan dan optimisme serta sedikit massa, konstituen politik diandaikan sebagai seorang "raja" yang dielu-elukan, dipuja-puja dan diglorifikasi dengan sedemikian rupa melalui kerja-kerja politik, mulai dari sosialisasi, kempanye dan lainnya, sampai-sampai pelbagai retorika politik pun dimainkan untuk sebisa mungkin menciptakan public trust.Â
Namun, ketika terpilih dan bisa leluasa untuk membangun kekuatan politik baru melalui relasi kuasa, konstituen politik malah dikatakan tidak penting dan dibutuhkan.