Mohon tunggu...
Ayu WandanaYuantika
Ayu WandanaYuantika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret

mari berbahagia bersama.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Obsesi

12 Juni 2022   19:43 Diperbarui: 12 Juni 2022   20:01 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia bahkan memanfaatkan embel-embel "panitia" hanya untuk memintaku menuliskan puisi cinta dan membacakannya di depan semua teman angkatan. Pada awalnya aku menolaknya. Namun, karena ia memaksaku dengan berkata bahwa semua mahasiswa baru wajib melakukannya, pada akhirnya aku menurutinya.

Kebodohanku yang memercayai kata-kata tak berguna Lucas, akhirnya berdampak. Ternyata hanya aku seorang yang mempersiapkan puisi cinta itu. Dan semua panitia menyuruhkau untuk membacanya dengan anggun di dekat Lucas, dengan ditonton oleh semua panitia ospek dan semua teman senagkatan. Semua orang dari teman-teman hingga panitia tertawa bahagia,

 mereka menggoda Lucas yang dengan bangganya memamerkan wajah merahnya. Aku yang menahan malu sekaligus rasa marah, hanya bisa pura-pura tersenyum. Bagaimana bisa mereka hanya melihat dari sudut pandang Lucas? Apakah bagaimana perasaanku tak penting bagi mereka? Ini bahkan bukan hal yang lucu sama sekali untukku. 

Rasa risih bercampur malu, serta rasa penasaran mengapa semua orang kecuali aku seolah-olah memaksaku untuk bahagia, dan menerima Lucas seperti yang diinginkan Lucas membuatku muak.

Bukan berarti aku orang yang tak peka, aku tahu semua itu hanyalah kedok Lucas yang ingin "lebih dekat" denganku. Namun, bila memang itu maksud dari segala perilaku yang membuatku terasa terbebani, bukankah seharusnya perasaanku lebih penting dibandingkan pandangan orang lain yang ingin melihat kisah "romantis" ala sinetron yang terealisasi di kehidupan nyata?

Tak ada yang ingin meromantisasikan senioritas, apapun yang terjadi. 

Begitulah pikiranku kala itu, sebelum akhirnya perkataan semua temanku menjadi kenyataan. Setelah melalui masa ospek 14 hari, Lucas, secara lebih terang-terangan mendekatiku. Ia mulai merepotkan dirinya hanya untuk menjemputku di depan kos agar bisa kuliah bersama. 

Terkadang, ia menungguku di depan kelas kemudian menyeretku ke kantin. Tentu saja aku menolak dengan tegas ajakan Lucas. Namun, teman-temanku mengatakan bahwa aku bodoh. Mereka bilang seharunya aku menghargai sikap Lucas dan menerimanya karena dekat berteman dengannya saja sudah sebuah keajaiban.

Aku merasa sikapnya seperti penguntit dan itu melukai privasiku. Namun, demi menuruti bujukan teman-teman agar aku berusaha membuka diri, akhirnya aku perlahan berusaha terbiasa, dan lebih memahami Lucas.

"Apa aku membuatmu tak nyaman?"

"Sedikit"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun