Mohon tunggu...
Ayu WandanaYuantika
Ayu WandanaYuantika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret

mari berbahagia bersama.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Obsesi

12 Juni 2022   19:43 Diperbarui: 12 Juni 2022   20:01 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku seperti ini karena aku peduli padamu"

"Peduli padaku? Bukankah kau hanya melampiaskan egomu?"

Kira-kira seperti itulah percakapan terakhir kami, sebelum akhirnya kami memilih untuk jauh lebih saling menyakiti. Aku tak terlalu ingat bagaimana Lucas dengan sangat brutal menyakiti perasaanku. Jujur, aku tak ingin mengingatnya dengan benar, aku ingin melupakannya. Namun, tentu saja ingatan itu tak akan sebegitu mudahnya lepas dari memoriku.

Meski begitu, aku masih bisa merasakan hubungan kita yang hanya bisa saling menyakiti. Keraguan kita untuk mengakhiri segalanya hanya karena takut kita akan menyesalinya. Namun, aku tak benar-benar membencinya. Ada kalanya dimana hidup dengannya terasa menyenangkan, meskipun lebih banyak tangis yang terasa.

***

Tak ada yang menginginkan takdir yang terjadi antara aku dan Lucas. Kami sama-sama tak mengharapkannya, dan kemudian terjadi begitu saja. Pada awalnya, kami merasa sangat bahagia dengan kebersamaan yang penuh kasih sayang ini. Saat itu, dipikiran kami hanya ada saling mencintai dan saling membahagiakan satu sama lain. Dan seperti yang tertebak, semakin lama kita bersama, 

maka semakin terlihat sifat masing-masing dari kami. Semakin lihai kami menyembunyikan sesuatu satu sama lain, semakin lihai pula kami saling mencari alasan hanya untuk bertahan demi sesuatu yang semestinya dilepaskan.

Aku bertemu pertama kali dengan Lucas ketika ospek jurusan di kampusku. Ia adalah seniorku yang sok superior dan sangat menjengkelkan. Saat pertama kali mata kita bertemu, Lucas membentakku tanpa alasan, kala itu aku berpikir ia hanya ingin "dihormati". Ia bertanya kenapa aku berani melihatnya seperti itu, yang tentu saja hal ini membuatku sedikit kaget dengan cara berpikirnya yang aneh. 

Kemudian selepas hari itu, Lucas seolah-olah mencari kesalahanku agar aku kena hukuman. Dan, entah mengapa aku selalu melakukan kesalahan. Tentu saja, pada awalnya sangat menyebalkan bahkan hanya melihat wajahnya yang sok ingin ditakuti itu. Namun, begitulah takdir. Tak ada yang tahu apa yang terjadi, dan hubungan kami terjalin begitu saja.

Banyak dari teman-temanku berkata bahwa sepertinya Lucas menyukaiku, karena itulah ia sering menggodaku. Kata mereka, Lucas hanya ingin mendapat perhatianku, maka dari itu aku harus memakluminya. Hah? Bagaimana mungkin orang yang menyukaiku malah berusaha menyakitiku? Dan mereka bilang, itu adalah taktik? Bagaimana bisa pikiran macam itu terlintas dalam otak mahasiswa yang seharusnya sudah "dewasa"?

Tepat setelah mahasiswa baru diizinkan pulang kala ospek hari ke delapan, Lucas dengan percaya diri menyodorkan ponselnya kepadaku. Berkata bahwa aku wajib menuliskan nomor teleponku di sana. Sebenarnya, aku tak ingin mengetik apapun dengan jariku di ponsel Lucas, namun mengingat harga dirinya yang tinggi itu, aku memilih untuk melakukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun