Lucas semakin mengharpkan harapan yang tinggi, dan aku mulai lelah menanggapinya. Ia mulai sering membentakku, yang membuatku merasa semakin tertekan. Lucas juga mulai sibuk dengan banyaknya endorse yang mulai datang secara bertahap padanya. Karena kesibukan masing-masing dari kami, kami merasa semakin menjauh satu sama lain.
Entah mengapa, rasanya seperti Lucas mencampakanku. Seolah ia membalas dendam pada perlakuanku yang jarang menghubunginya karena kesibukanku. Di sisi lain, Lucas tetap mencoba memberitahuku untuk tak terlalu ikut campur urusannya dan berhenti menghubunginya kecuali ia yang menghubungiku duluan.Â
Tak ada orang yang tak akan curiga pada permintaan aneh seperti ini. Aku terus menerus merasa kesal diperlakukan semenyebalkan ini. Dan Lucas terus menerus memintaku untuk menunggunya tanpa melakukan hal lain.
Pernah pada suatu waktu, ketika aku benar-benar lelah dengan pekerjaanku di tempat magangku, serta semua tugas kuliah. Aku mengabaikan telepon Lucas sekitar empat puluh tiga kali karena aku dengan nyenyak tertidur. Yang pada keesokan harinya, Lucas merasa marah kemudian menghapus semua nomor telepon di ponselkuÂ
dan hanya menyisakan nomornya dan kedua orang tuaku. Kala itu ia benar-benar mengabaikanku yang menangis tak berdaya melawannya. Ia benar-benar seperti bukan Lucas yang selama ini kukenal. Seolah tak puas, ia merebut ponselku begitu saja dikeesokan hari. Hal ini membuatku terpaksa membeli ponsel baru,Â
dan Lucas merasa sangat kecewa yang kemudian ia berhenti menghubungiku sekitar dua minggu sebelum akhirnya ia menemuiku di kampus dan membuat pertengkaran yang hebat, seolah-olah aku menyakiti hatinya. Di hari berikutnya ia berhenti mengikutiku di akun instagramnya, hal ini membuatku dibuli oleh beberapa pengikut Lucas yang membuatku merasa sangat tertekan.
Pada akhirnya, kita hanya bisa menyakiti satu sama lain. Kini percakapan kami terasa begitu singkat, perbedaan di hati kami terlihat jelas. Keheningan semakin menunjukkan akhir segalanya.
Kita mulai saling mengabaikan, dan saling bermain ponsel katika sedang bertemu. Lucas bahkan dengan terang-terangan sedang membalas pesan dari seorang gadis yang ia kenalkan dengan sebutan "sahabat". Ia tersenyum memandangi ponselnya hingga tak sadar keberadaanku yang tengah sibuk menatap kecewa.Â
Aku selalu tak percaya "sahabat"nya itu benar-benar seorang teman dan sebuah ungkapan untuk menutupi kedok perselingkuhannya. Ia selalu membantah bahwa ia mempunyai hubungan lebih dengan "sahabat"nya dan menuyuruhku berhenti mengkhawatirkan mereka.Â
Sedangkan kini bagiku, semua perkataan Lucas yang terucap dari bibirnya seperti hanya alasan-alasan tak masuk akal. Bagaimana bisa ia mengabaikan pesanku dan teleponku, namun ketika kita bertemu, ia benar-benar tak akan membuat "sahabat"nya merasa diabaikan.
Aku masih sangat muda, dan hubungan ini sulit bagiku. Lucas hanya meminta sedikit perhatian dariku, dan aku merasa terbebani. Kami hanya terus-terusan mencari celah satu sama lain dan terciptalah kebohongan-kebohongan baru. Kepercayaan yang kita bangun bersama, kini telah hancur.