Ia bahkan memanfaatkan embel-embel "panitia" hanya untuk memintaku menuliskan puisi cinta dan membacakannya di depan semua teman angkatan. Pada awalnya aku menolaknya. Namun, karena ia memaksaku dengan berkata bahwa semua mahasiswa baru wajib melakukannya, pada akhirnya aku menurutinya.
Kebodohanku yang memercayai kata-kata tak berguna Lucas, akhirnya berdampak. Ternyata hanya aku seorang yang mempersiapkan puisi cinta itu. Dan semua panitia menyuruhkau untuk membacanya dengan anggun di dekat Lucas, dengan ditonton oleh semua panitia ospek dan semua teman senagkatan. Semua orang dari teman-teman hingga panitia tertawa bahagia,
 mereka menggoda Lucas yang dengan bangganya memamerkan wajah merahnya. Aku yang menahan malu sekaligus rasa marah, hanya bisa pura-pura tersenyum. Bagaimana bisa mereka hanya melihat dari sudut pandang Lucas? Apakah bagaimana perasaanku tak penting bagi mereka? Ini bahkan bukan hal yang lucu sama sekali untukku.Â
Rasa risih bercampur malu, serta rasa penasaran mengapa semua orang kecuali aku seolah-olah memaksaku untuk bahagia, dan menerima Lucas seperti yang diinginkan Lucas membuatku muak.
Bukan berarti aku orang yang tak peka, aku tahu semua itu hanyalah kedok Lucas yang ingin "lebih dekat" denganku. Namun, bila memang itu maksud dari segala perilaku yang membuatku terasa terbebani, bukankah seharusnya perasaanku lebih penting dibandingkan pandangan orang lain yang ingin melihat kisah "romantis" ala sinetron yang terealisasi di kehidupan nyata?
Tak ada yang ingin meromantisasikan senioritas, apapun yang terjadi.Â
Begitulah pikiranku kala itu, sebelum akhirnya perkataan semua temanku menjadi kenyataan. Setelah melalui masa ospek 14 hari, Lucas, secara lebih terang-terangan mendekatiku. Ia mulai merepotkan dirinya hanya untuk menjemputku di depan kos agar bisa kuliah bersama.Â
Terkadang, ia menungguku di depan kelas kemudian menyeretku ke kantin. Tentu saja aku menolak dengan tegas ajakan Lucas. Namun, teman-temanku mengatakan bahwa aku bodoh. Mereka bilang seharunya aku menghargai sikap Lucas dan menerimanya karena dekat berteman dengannya saja sudah sebuah keajaiban.
Aku merasa sikapnya seperti penguntit dan itu melukai privasiku. Namun, demi menuruti bujukan teman-teman agar aku berusaha membuka diri, akhirnya aku perlahan berusaha terbiasa, dan lebih memahami Lucas.
"Apa aku membuatmu tak nyaman?"
"Sedikit"