Mohon tunggu...
Ayub Al Ansori
Ayub Al Ansori Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Penikmat tulisan. Peminum teh hangat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membaca PMII Cirebon (Ikhtiar Menuliskan Sejarah PMII Cirebon)

16 Maret 2016   18:27 Diperbarui: 4 April 2016   14:31 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam perkembangan berikutnya, menurut Fauzan Alfas, karena praktis departemen yang baru dibentuk tak dapat menjadi alat yang kongkret bagi mahasiswa NU yang memang alam dan kepentingannya sudah berbeda dengan pelajar, tanggung jawabnya pun berbeda, maka dalam Konferensi Besar ke-I IPNU 14-17 Maret 1960 di Kaliurang Yogyakarta, dengan diawali Ismail Makky yang saat itu menjabat sebagai ketua Departemen Perguruan Tinggi dan Moh. Hartono sebagai mantan ketua pimpinan usaha Harian Pelita Jakarta, menyatakan perlunya diadakan suatu organisasi mahasiswa secara khusus bagi mahasiswa Nahdliyyin.[4]

Untuk itu dibentuk panitia 13 (tiga belas) yang merupakan panitia sponsor pendiri organisasi ini yang ditunjuk untuk menyiapkan Musyawarah Mahasiswa NU se-Indonesia. Mereka terdiri dari A. Chalid Mawardi (Jakarta), M. Said Budairy (Jakarta), M. Sobich Ubaid (Jakarta), M. Ma’mun Sjukri BA (Bandung), Hilman (Bandung), H. Ismail Makky (Yogyakarta), Munsif Nachrowi (Yogyakarta), Nuril Huda Suaidi BA (Surakarta), Laili Mansjur (Surakarta), Abdul Wahab Djaelani (Semarang), Hizbullah Huda (Surabaya), M. Cholid Narbuko (Malang) dan Ahmad Husein (Makasar).[5]

Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu Hizbullah Huda, M. Said Budairy, dan M. Ma’mun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid.

Menurut Agus Sunyoto, berdirinya PMII juga tidak lepas dari permintaan Presiden Soekarno kepada KH. Idham Kholid. Ketika PSI (Partai Sosialis Indonesia) dan Masyumi dibubarkan oleh Bung Karno (sapaan akrab Presiden Soekarno), beliau meminta kepada NU untuk mendirikan oganisasi mahasiswa Islam yang ‘Indonesia’ maka berdirilah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Bung Karno sangat mengapresiasi dan mendukung PMII. Hal ini dibuktikan dengan hadirnya Bung Karno dalam Kongres Pertama PMII. Di hadapan peserta Kongres, Bung Karno menyampaikan pidatonya yang berapi-api, bahkan sempat berteriak “Hidup rakyat! Hidup PMII!”.[6]

Singkatnya, panitia 13 (tiga belas) di atas berhasil mengadakan Musyawarah Nasional (MUNAS) Mahasiswa NU pada tanggal 14-16 April 1960 di Surabaya, yang dihadiri oleh wakil-wakil Sekolah dari Sekolah Muslimat NU Wonokromo, Jakarta, Semarang, Malang, Surabaya, Senat-senat Mahasiswa dan Perguruan Tinggi NU. Atas dasar pertimbangan; pentingnya organisasi bagi mahasiswa untuk kepentingan mahasiswa, dan perjuangan politik, beridirilah PMII sebagai follow up Departemen Perguruan Tinggi IPNU.

Pada musyawarah itu disusun pula peraturan PMII, program kerja, dan menunjuk H. Mahbub Junaidi (tak hadir) sebagai Ketua Umum, A. Khalid Mawardi (Ketua I), M. Said Budairy (Sekertaris Umum), dan orang-orang inilah yang menyusun kepengurusan selengkapnya.

Berlakunya peraturan dasar dimulai pada 17 April 1960 pada resepsi diproklamirkannya Harlah (Hari Lahir) PMII di Balai Pemida Surabaya. Acara dan momen ini mendapat perhatian besar dari masa mahasiswa, senat mahasiswa, organisasi ekstra, dan intra universitas serta wakil-wakil golongan politik.

Nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia sendiri dipilih karena memiliki dasar-dasar filosofis gerakan. Makna pergerakan berarti dinamika dari hamba yang senantiasa bergerak  menuju tujuan idealnya memberikan rahmat bagi alam sekitarnya. Mahasiswa mencerminkan kelompok yang terbangun dari citra diri sebagai insan religius, akademik, insan sosial dan insane mandiri. Islam berarti nilai-nilai kebenaran yang berlandaskan ahlus sunnah wal jama’ah yang secara profesional dalam pemahaman antara Iman, Islam dan Ihsan. Sedangkan Indonesia berarti masyarakat bangsa dan Negara dalam kesatuan teritorial dan falsafah ideology bangsa (pancasila) serta UUD 1945. [7

B.   Telaah Historisitas PMII Cirebon

Berdirinya PMII di Cirebon tidak lepas dari sejarahnya yang berawal dari departemen perguruan tinggi dalam IPNU. Tahun 1958 merupakan tahun bersejarah di Cirebon, bukan saja karena Muktamar III IPNU digelar di Cirebon, namun juga menjadi tempat bagi embrio yang akan melahirkan PMII. Menurut KH. Ibrahim Rozi, salah seorang pendiri PMII Cirebon, Muktamar tersebut di gelar di Gedung Bioskop yang sekarang menjadi Pasar Balong Kota Cirebon. Peserta Muktamar saat itu menginap di rumah-rumah warga dan hotel di sekitar Kota Cirebon.

Beliau juga sempat menghadiri Muktamar III IPNU pada tanggal 27 Desember 1958 – 2 Januari 1959 di Cirebon sebagai utusan dari PW. IPNU Yogyakarta. Selain membahas soal krisis politik dan ekonomi nasional, pengembangan cabang IPNU masih menjadi prioritas bahasan. Tidak hanya itu, Ibrahim Rozi juga menjadi saksi sejarah bahwa dalam Muktamar ini betapa keinginan mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi kemahasiswaan ditubuh NU begitu tinggi, sehingga muncul gagasan pembentukan departemen perguruan tinggi sebagai embrio lahirnya PMII.[8]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun