“Usut punya usut, ternyata penari itu adalah kekasih dari prajurit raja. Sang raja yang mengetahui hal itu merasa marah dan membunuh keduanya,” suara Ning menarik Prasasti dari gambaran yang terbentuk di dalam benaknya sendiri.
“Dari mana kau tahu cerita seperti itu, Ning?” tanya Prasasti keheranan.
“Itu hanya sebuah cerita, Pras, tidak perlu terlalu dipikirkan,” ujar Ning mengakhiri perkataannya sembari tersenyum. “Besok aku datang lagi, ya,” sambungnya lagi.
“Ya, tentu saja,” jawab Prasasti.
*** *** *** ***
“Udah malam masih ngelamun aja, Pras?” Widhi menyapa Prasasti yang tengah bertopang dagu di meja kerja kecil di sudut ruang pameran.
“Bingung aku, Wid,” ucap Prasasti.
“Kenapa?” Widhi bertanya sembari mengulurkan sebotol teh rasa buah pada Prasasti kemudian duduk di hadapannya.
“Kowe percaya setan nggak, Wid?” tanya Prasasti.
“Buset! Malam-malam ngomongin setan, kayak nggak ada bahasan lain aja. Ngomong yang lain aja, kenapa?” ucap Widhi.
“Nenek buyutmu dulunya penari, Wid?” tanya Prasasti tidak mengindahkan perkataan Widhi.