"Apakah aku boleh memakainya lagi besok?" tanyanya.
"Tentu saja," jawab Prasasti menutup kembali kotak kaca tersebut.
Sepasang muda-mudi itu pun berpamitan dan beranjak pergi. Keduanya mengulum senyum pada masing-masing, menunjukkan bahwa ada rasa yang mulai tumbuh di dalam hati.
*** *** *** ***
Keesokan malamnya, pada waktu dan tempat yang sama, Ning kembali menyuguhkan sebuah tarian yang sangat indah kepada Prasasti. Lekuk tubuhnya berlenggak-lenggok lemah gemulai. Matanya terpaku hanya pada Prasasti seorang. Dengan senyum yang terukir indah dibibirnya, menyedot seluruh perhatian Prasasti.
"Ning, kamu merasa tidak, sampur ini sepertinya mengandung magis," ujar Prasasti sembari menyentuh sampur kuning keemasan yang terlilit di pinggang Ning.
"Maksud kamu?" tanya Ning keheranan.
“Entahlah … hanya saja aku merasa bahwa sampur ini mengandung magis. Kainnya dingin, sangat halus, dan terasa sangat ringan. Ketika kau pakai untuk menari, rasanya kecantikanmu bertambah berkali-kali lipat,” jelas Prasasti.
“Jadi, menurutmu aku nggak cantik, begitu?” cecar Ning pada pemuda di depannya itu.
“Bukannya kamu nggak cantik, Ning, tapi rasanya ketika kau menari menggunakan sampur ini, kau jadi makin cantik,” jelas Prasasti dengan mimik menggoda.
“Oh astaga, kau hanya ingin menggodaku!” ujar Ning gemas dan mencubit Prasasti dengan manja.