"Sampur ini milik nenek buyut temanku. Yah ... walaupun nenek buyutnya sudah meninggal, dia bilang kami boleh meminjamnya untuk dipajang di sini," jelas Prasasti.
"Cantik," ujar wanita itu lagi.
"Aku Prasasti, kamu?" Prasasti menanyakan nama wanita itu.
"Aku Ning," jawabnya.
"Kamu mau pegang sampur itu?" tanya Prasasti melihat Ning yang masih menatap sampur itu dengan mata nanar penuh kerinduan.
"Apakah boleh?" tanyanya. Kini mata Ning berkilau terang, seakan memang itu yang ia inginkan sejak tadi.
"Tentu," jawab Prasasti.
Dengan perlahan Prasasti membuka kotak kaca itu. Seketika bau harum bebungaan menyerbu indera penciumannya, membuatnya rileks. Kain sampur berwarna kuning keemasan itu sangat halus dan ringan, Prasasti merasa seperti menggenggam air. Diulurkannya kain itu kepada Ning.
Seolah mengekspresikan kerinduannya yang sangat dalam, Ning memeluk kain sampur itu di pipinya. Tak lama kemudian ia mengenakan kain sampur itu di sekeliling pinggangnya. Mengambil tiga langkah kebelakang, Ning mulai menggerakkan tubuhnya. Prasasti membelalakkan matanya terkesima melihat Ning menari dengan eloknya menggunakan kain sampur itu.
"Indah sekali, Ning," ujar Prasasti pada Ning setelah wanita itu menyelesaikan langkah terakhir tariannya.
"Terima kasih," jawab Ning tersipu. Ia melepas kain sampur kuning emas itu kemudian mengembalikannya pada Prasasti.