"Bunda ... ayah ... Anes capek, kepala Anes berisik."
"Bunda ... tolong peluk Anes, Anes butuh kalian ..."
"Tuhan ... Anes capek, Anes butuh Ayah sama Bunda, mereka masih sayang Anes kan?"
Kalimat -- kalimat itulah yang tiap malam selalu aku ucapkan. Aku merasa benar -- benar sendiri saat itu, rasanya tangan mereka terlalu sulit untuk ku gapai, raga mereka terlalu jauh untuk dapat ku nikmati kehangantannya. Aku selalu bertanya -- tanya pada Tuhan tentang apa yang Tuhan rencanakan pada hidup gadis malang ini, akankah suatu hari aku merasakan kehangatan mereka, dapatkah aku menghabiskan hari -- hariku dengan mereka disampingku setidaknya sebelum aku pergi. Aku yang menjadi sangat tertutup pada orang tuaku dan semakin jauh dengan "rumahku" serta trauma yang terus tertanam di dalam. Aku tahu mungkin bagi sebagian orang aku terlihat berlebihan, namun kejadian itulah yang membuatku benar-benar berubah dan jauh dari diriku sendiri.
***
Dengan menutupi tangan yang gemetar ku akhiri cerita itu dengan senyum yang ku layangkan pada kedua perempuan di depanku ini, memberitahu bahwa aku tidak apa-apa.
"Nes... I'm sorry, aku bener bener minta maaf, nggak seharusnya aku membuka luka lama kamu." Dengan wajah yang panik Jowie langsung memegang pundakku dan memberikan usapan lembut.
"nggak apa-apa Jo, ini keputusanku dan kemauanku untuk menceritakan hal tersebut, itu sudah lama, aku juga sudah mulai bisa berdamai dengan kejadian itu." Balasku pada Jowie.
Bohong jika aku bilang aku sudah berdamai dengan kejadian itu, memori tentang rasa sakit dan trauma yang kurasakan pada saat itu dan hari -- hari setelahnya masih dapat terasa sampai sekarang, walaupun aku sudah mencoba melupakan kejadian itu dan mulai menjalani hari-hari seolah kejadian itu hanyalah mimpi buruk yang kualami, kenyataannya rasa itu masih ada. Aku berbohong karena tidak ingin membuat mereka merasa semakin bersalah. Lagi pula ini keputusanku untuk menceritakan kejadian itu.
"Kenapa ayahmu bisa semarah itu, padahal kamu saja tidak tahu kenapa kunci pintu ruang kerja ayah kamu bisa hilang, betul kan?" tanya Hana, yang hanya ku balas dengan anggukkan.
"Lalu kamu tahu kenapa ruang kerja ayah kamu bisa terkunci? Atau kamu tahu siapa yang iseng mengambil kunci ruang kerja ayah kamu?" lanjut Jowie.