Ketakutan akan ditinggalkan sendirian lagi membuat semua luka itu muncul kepermukaan. Aku kehinalangan kendali atas tubuhku sendiri. Mataku mendadak membelalak nyalang, aku segera bangun dan melepaskan diri dari pelukan arka.
“kanaya, kenapa?” ekspresinya tak dapat kutebak “ are you okay?”
“gak, gak apa-apa arka, aku hanya butuh sedikit udara segar saja” seraya berlalu menuju jendela besar yang langsung mengaidangakn pemandangan gelap yang pekat, dimana lampu-lampu di kota ini? Kenapa begitu gelap?
“boleh aku buka?” aku menoleh pada lelaki itu. Dia langsung menghampiriku dan membuka jendelanya. Angin malam menyeruak masuk memberikan hawa dingin yang aneh.
“feel better?” tanyanya lembut. Aku mengangguk.
“mau aku buatkan teh?” masih tersisa sedikit kecemasan di wajahnya melihat perubahanku tadi. Kembali aku mengangguk, samar. Lelaki itupun berlalu menuju pantrynya.
Pandanganku kembali beralih kejendela besar itu, tetap hanya kegelapan yang aku lihat. Oh Tuhan luka ini begitu nyata, ada banyak hal yang tak bisa dihapuskan oleh waktu.
Aku menaiki jendelanya, dengan lompatan kecil kakiku mengunjak tembok bagian luar jendela tersebut. Rambutku terhempas oleh angin yang menerpa tubuhku, dingin yang lebih menusuk ini sama sekali tak mengganggu. Perlahan aku berjalan diatas tembok kecil tepian gedung, memutar menyusuri lekuk bangunan tersebut, kepalaku mendadak menjadi sangat jernih, aku bisa melihat semua luka itu dengan jelas dari atas sini, dibawah sana ada kegelapan yang lebih nyata yang dapat dilihat semua mata.
Aku sampai pada jendela lainya dan mencoba melihat kedalam, ternyata ini adalah jendela pantry lelaki itu, karena aku bisa melihat punggungnya dari sini. Ia sedang manuangkan air panas kesebuah cangkir, lalu kemudian menambahkan sedikit gula dan mengaduknya perlahan.
Bagaimana mungkin setelah aku tahu bagaiman a rasanya tidak sendirian, setelah ia membawa jiwaku dari kegelapan, seharusnya ia tak boleh meninggalkanku begitu saja bukan?. Memang salahku selama ini, karena tetap jatuh cinta dengan kesedihanku, tak mebiarkannya menyelamatkanku, namun aku tak pernah berfikir bahwa dia akan pergi.
Lelaki itu berbalik dengan cangkir ditangannya, ia terbelalak tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Serta merta ia kembali meletakkan cangkirnya dan dengan panik setengah mati melompat kearah jendela, membukanya dengan sekali hentak yang malah mebuat tubuhkuku terlempar kebawah. Tanganku sempat meraih tepian tembok dibawahnya, kemudian ia menuruni jendela, berusaha meraih tanganku dan menariknya keatas.