**
Mobil kami memasuki pelataran parkir sebuah restoran, kami sudah sampai di tempat tujuan. Malam ini sepertinya tidak terlalu ramai, mungkin karena bukan weekend.
Kami masuk berdampingan kedalam, seorang pelayan berseragam hitam-hitam menghampiri kami dan menanyakan meja untuk berapa orang, lelaki itu menjawab untuk dua orang. Kemudian pelayan itu mengantar kami ke sebuah meja tepat di samping jendela yang menghidangkan pemandangan taman di samping resatoran tersebut. Lelaki itu menarik kursi untukku, lalu kemudian dia duduk di hadapanku.
“mau pesan sekarang, mas?” tawar pelayan pria itu sembari memberikan buku menu pada kami. “iya” aku yang menjawab “aku pesan chicken steak, Caesar salad, jus strawberry dan air mineral” aku memang sudah menetukan sejak dari rumah makanan apa yang mau aku pesan, aku tidak mau terlalu ribet soal memilih makanan. “lasagna satu sama cappuccino ya mas” ia menambahkan. pelayan itu berlalu membawa catatan pesanan kami.
“kanaya” dia memanggilku dengan tegas seolah takut kalau kepalaku kembali pergi entah kemana. “iya” jawabku sambil menatap wajahnya. “hmm, maaf yah aku baru sempat hubungin kamu lagi kemarin, aku sibuk selama di surabaya, urusan pekerjaan sekalian promo album terbaru bandku” lanjutnya kemudian. “tidak apa-apa Arka, bukankah aku sudah biasa di tinggalkan begitu saja olehmu” kataku sambil mengulum senyum, tentu saja aku hanya bercanda.
“oh ayolah kanayaaa…” dia malah mendesah panjang menanggapi perkataanku serius. “beneran kok, nggak apa-apa, aku ngerti kamu lagi sibuk sama band kamu”. Aku melanjutkan. Dia memang vokalis sebuah band beraliran rock yang bulan lalu baru saja mengeluarkan album keduanya. Lihat saja penampilannya,seorang rocker, sepatu kets putih, celana jeans lebar, kaos hitam ketat serta kalung rantai yang mengantung dileher. Memang dia tidak terlalu tampan dibandingkan dengan beberapa lelaki yang pernah menjadi partner modelku, tetapi dimataku dia adalahlelaki paling keren, siapa sangka dibalik penampilannya yang sedikit urakan dia meiliki tatapan yang bisa menembus jiwa seseorang.
Ada kekhawatiran yang aku rasakan, dia, lelaki itu tampak berbeda dari biasanya. “maafkan aku” dia menatap mata hazelku dala-dalam. Rasa cemasku bertambah-tambah saat pelan-pelan ia mengangkat tangannya dan menyentuh wajahku. “mata kamu bagus, entah sudah berapa kali aku bilang ini sama kamu, apa yang kamu sembunyikan di dalam sana? Kenapa kamu gak pernah mau kasih tau aku, atau orang lain mungkin?, aku gamau kamu sendirian terus.” Ucapnya.
“selama ini aku memang sendirian, tapi gak lagi semenjak ada kamu, meski kamu tak lelah memeluk langkah untuk pergi, tapi aku gak akan perah berpaling karena cuma kamu tempataku pulang, berkali-kali” aku balas menatap mata cokelatnya.
Ia menarik tangannya perlahan. Menunduk dalam-dalam seolah sedang mengumpulkan keberanian untuk kembali menatap mataku.
Sebelum percakapan kami berlanjut, seorang pelayan mengantarkan pesanan dan kami memutuskan untuk makan malam terlebih dahulu, tentu saja tanpa percakapan. Selera makanku menguap begitu saja, tertelan rasa khawatir akan sikapnya yang aneh. Aku hanya memainkan makanan yang kupesan tanpa ada niat untuk menghabiskannya, sedangkan kulihat makanan didepannya sudah tandas.
“Aya” deggg aku dengar dia memanggil nama kecilku, nama yang sebenarnya kubenci namun aku selalu suka jika ia yang menyebutkannya, tetapi sekarang panggilan itu malah membuat cemasku beranak pinak, dadaku sesak.