Tidak ada respon.
"Halo?... Sial, kehilangan dia."
"Kau tidak bisa menusuk dadamu sendiri," kataku. "Bukan?"
Mekar menelepon balik. Sulit untuk memahami kata-katanya, tetapi kami cukup mendengar.
Kemudian Irfan memanggil nomor lain dan meletakkan ponsel di telinganya.
"Kau menelepon Ayah?"
"Tidak, psikologku ... halo?"
Aku tertawa terbahak-bahak.
"Brengsek," katanya, menutupi ponsel dengan tangan.
***
Sepuluh tahun setelah hari itu
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!