Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pilkardus

9 Juli 2021   20:23 Diperbarui: 9 Juli 2021   21:17 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiga hari setelah dibebaskan dari penjara, bapaknya mengumumkan bahwa dia akan mencalonkan diri untuk menjadi Lurah.

Saat itu Quinna sedang di workshop-nya. Jari-jarinya menari di atas keyboard yang kotor, baris data mengalir di layar datar kusam. Kepalanya mengangguk-angguk mengikuti irama musik dansa elektronik.

Kemudian, Qushe, avatar digital dan asistennya, mematikan musik dan memberi tahu dia peristiwa tersebut. Meskipun Quinna tidak memasukkan nama bapaknya di antara hal-hal yang dia anggap penting, meskipun dia bahkan tidak memberitahu siapa pun bahwa dia adalah bapaknya, Qushe meungkin menganggap hal itu adalah sesuatu yang ingin dia ketahui.

"Bapakmu ingin membangun KUD," kata Qushe, dengan suara yang persis suaranya sendiri, mengucapkan 'kaud' seolah-olah akronim itu bukan singkatan. "Mau lihat podcast-nya?"

Quinna melihat ke pojok atas dinding tempat dia memasang surround sound system, dan memperhatikan bahwa seekor laba-laba hitam membangun jaring di sekitar speaker utama. Dia bertanya-tanya apakah dia harus menangkap laba-laba dan menjadikannya hewan peliharaan, atau apakah dia harus menganggapnya sebagai makhluk yang menjijikkan dan membunuhnya dengan semprotan anti serangga.

Quinna ingin menjawab 'tidak', tetapi suaranya tidak keluar. Lampu kamera di samping speaker berkedip, memungkinkan Qushe untuk melihat wajahnya, dan dia pasti memiliki ekspresi yang diinterpretasikan Qushe sebagai jawaban 'ya', karena aplikasi podcast langsung menyala.

Wisnu, pacarnya, muncul di layar datar. Quinna menjadi emosi. Marah. Mengapa Wisnu tidak memberitahunya sebelum memuat berita seperti itu?

Podcast hanya berlangsung sekitar enam puluh detik, trailer untuk memancing pemirsa agar menonton versi yang lebih panjang. Setelah trailer berakhir, musik tidak dilanjutkan dan Qushe tidak bertanya apakah dia ingin menonton seluruh berita karena, kali ini, Qushe menafsirkan ekspresinya dengan benar. Quinna ingin melihat ke cermin untuk melihat apa yang dilihat avatarnya. Dia tahu avatar tidak bisa membaca pikiran, meskipun beberapa orang menganggap avatar mereka memiliki kemampuan supranatural layaknya cenayang. Cukup pintar untuk mengetahui bahwa dia sedang memikirkan satu-satunya foto 'keluarga' dari masa kecilnya, tetapi apakah tidak cukup pintar untuk mengetahui emosi membingungkan yang sekarang berkecamuk di dalam dirinya?

Dalam foto itu, ibunya duduk di sofa merah bersama bapak dan dia bayi yang di pangkunya, memegang kumisnya. Mereka semua sedang tertawa lebar.

Ibunya bilang dia suka saat dia bermain dengan kumis bapak yang besar dan panjang sehingga dijuluki Macan, meskipun kepalanya botak licin. Dia tertawa terbahak-bahak setiap kali Quinna memainkan kumisnya. Saat itu, fotografer istana sedang mencoba mengambil potret keluarga, tetapi Quinna tidak dapat menahan tangannya yang mungil.

Bapaknya adalah Presiden, ibunya merupakan Ibu Negara, dan ini adalah foto terakhir bapaknya sebagai orang bebas karena satu jam kemudian bapak ditangkap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun