Dia sungguh menarik.
Keheningan menahun retak di antara keduanya, mendesis seperti anak badai.
Dia belum melihatnya sejak perpisahan di kafe. Nena telah menjadi kilat, berkedip dan membutakannya.
Lalu semuanya menjadi gelap.
***
"Aku jatuh cinta padamu." Dhika berbicara dengan Nena saat mereka berjalan keluar dari supermarket. Trolley berderak-derak seperti gerobak rusak, dibebani kantong-kantong  cokelat daur ulang.
Nena menjawab lembut. "Tidak, kamu tidak jatuh cinta padaku."
"Sejak kamu meninggalkanku di kafe itu-"
"Kita berdua sudah berubah, Dwika."
Kata-kata memercik udara, dan saat memudar meninggalkan sunyi. "Cinta tidak menua seperti manusia, Nena," katanya saat mereka tiba di mobilnya. "Cinta punya waktu tersendiri."
Nena tidak balas menatap. Dia membuka bagasi dan perlahan memasukkan tas kertas cokelat ke dalam mobil. Punggungnya bungkuk karena beban. Napasnya tersengal dan ketikanya berkeringat, tetapi Dwika tidak membantunya. Dia menanti jawaban. "Nena?"