"Sial! Aku tidak kuat lagi naik ke atas, tapi aku tidak bisa berenang!" teriak Yuna kemudian berusaha menaiki tangga lagi.
Keringat sudah bercucuran membasahi wajahnya, baju seragam juga rok pas selutut yang Yuna kenakan sudah basah karena keringat. Namun, sekarang bajunya akan benar-benar basah karena air yang sudah sampai semata kaki Yuna.
"Ya, Tuhan bagaimana ini? Aku tidak tahu bagaimana cara membuka emergency boat ini?" teriak Yuna yang sudah benar-benar panik sekarang.
Air sangat cepat naik sedangkan perahu darurat itu masih  belum juga siap dipakai. Hingga akhirnya air pun sudah sampai seleher Yuna emergency boat itu pun mengembang tepat waktu sebelum Yuna tidak lagi berpijak pada atap gedung.
"Ponselku? Ponselku mana?" Yuna mencari-cari ketika sudah berada di atas perahu darurat itu.
Kini Yuna berada di atas sebuah emergency boat yang terombang-ambing air sendirian. Tanpa adanya ponsel hanya ada pil obat penahan rasa lapar pengganti makanan yang ada di emergency boat itu. Langit sudah semakin gelap warna birunya, jauh lebih gelap dari air di bawah Yuna, sang rembulan malu-malu mengintip di balik awan membuat sekitarnya lebih gelap.
"Apakah masih ada hari esok untukku jika hari ini aku merasa semuanya telah berakhir?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HSelesai