"Cepat selesaikan makanmu, Trisia menunggumu di luar," kata Ibunya lagi.
"Iya, Bu. Siapa suruh dia bawa perahu segala, toh aku berangkat juga tetap akan jalan kaki."
"Bu Yuna berangkat dulu ya?" ucap Yuna setelah selesai makan.
"Iya, hati-hati. Jangan lupa bawa ponselmu, pulang sekolah langsung ke rumah jangan ke mana-mana!" teriak Ibu Yuna yang sedang mencuci piring di dapur.
Sedangkan Yuna sudah berada di depan pintu keluar apartemennya. Dia mengambil jas hujan yang ada di rak dekat pintu, juga memasukkan sepatunya ke dalam kantong plastik. Kemudian menaruh sepatu yang sudah dibungkus itu di dalam tas ranselnya. Yuna pun siap berangkat ke sekolah.
"Kamu sengaja, ya? Sarapan lama amat!" ucap Trisia yang duduk di atas sebuah perahu.
Perahunya bergerak ke sana kemari ketika Trisia berkata begitu, jika tidak terikat di tiang besi di dekatnya mungkin perahu juga Trisia sudah terbawa air entah ke mana. Yuna yang baru keluar itu pun langsung menutup pintu rapat-rapat.
Yuna pun melangkahkan kakinya menuruni tangga, membiarkan air yang dingin menyentuh kulit kakinya. Dia pun melangkah tanpa ragu, meskipun air yang tingginya lima sentimeter di bawah lutut itu benar-benar membuatnya menggigil kedinginan.
"Naik ke perahuku, dong! Bantu mendayung sekalian," ucap Trisia yang bersusah payah mendayung perahu yang dinaikinya.
"Capek, ah! Naik perahu sama jalan juga lebih cepat jalan kaki, kan?" Yuna pun mempercepat langkahnya.
"Eh? Tungguin, Yun!" teriak Trisia dari arah belakang.