“Aku tidak emosi Nad, hanya belum kuat menahan emosiku tentang kabarmu tadi. Tapi kau punya pilihan Nad, dan kau sendiri yang akan menentukan pilihanmu yang paling tepat. Aku tidak punya hak mempengaruhimu, kau perempaun berpendidikan tinggi tentunya punya kebijakan yang lebih logis.”
“Itu sama saja kau emosi, mas. Kau sanggup membawaku lari mas?”
“Dan itu bukan kebijakan yang paling tepat, hanya cara untuk menghindari saja, Nad. Namun kau punya keluarga dan aku juga punya keluarga, bukankah menikah itu juga memadukan dua keluarga?, dan paling sulit memadukan keluarga kita, Nad.”
“Lalu apa pendapatmu tentang masalah ini, mas?”
“Kau turuti saja kemauan bapakmu, Nad.”
“Apaaa?”
“Iya. Kau ikuti saja dulu kemauan bapakmu.”
“Kamu?”
“Biarkan aku menjadi senja yang sempat menghiasi hatimu sejenak, setelah itu pergi kembali dan menghilang dalam pekat malam.”
“Kau mulai menggombal lagi, mas.”
“Tidak.”