“Ih kau, Nadia. Kita langsung pulang, atau…”
“Makan dulu mas.”
“Di warung Kang Tarman?”
“Iya.”
“Sip.”
Stasiun tua di kampungku itu perlahan-lahan mulai sepi. Meski masih ada satu perjalanan lagi kereta api malam dari Rembang yang akan menuju Bojonegoro, sekitar pukul 19.00 WIB. Tapi hatiku tak lagi sepi, ada Nadia di sampingku yang baru pulang dari Bojonegoro. Ia baru saja pulang dari kuliahnya yang mengambil jurusan sekolah guru. Ia perempuan tangguh meski hampir semua perempuan seusianya telah sibuk mengurus keluarga dan anaknya, ia masih sibuk mengejar impiannya. Sedangkan aku belum punya kesempatan kuliah, tak apalah, suatu saat pasti aku bisa. Setidaknya ada niat dalam hati ini.
Di warung kang Tarman juga terlihat sepi, hanya ada beberapa anak pondok yang sedang asyik menikmati makanan. Begitu juga aku dan Nadia.
“Tak biasanya kamu pulang Nad?, biasanya sebulan atau lebih, perasaanku baru seminggu kau sudah pulang lagi.”
“Kau tak suka?”
“Bukan, sekalian tak usah kembali lagi ke Bojonegoro juga tak apa, Nad.”
“Kau berani menanggungku?”