“Tidak Nduk, justru cara Joko adalah cara yang masuk akal, melawan kekuatan dengan membangun kekuatan baru namun kendalanya butuh waktu lama. Sedangkan kamu berdua selalu menjadi incaran antek-antek Blancak Nyilu.” Jawab Ki Baroto.
“Ehm...jadi kita tetap terus menghindar ya Ki?” tanya Bah Tei lagi.
“Iya, tapi menghindar sampai kapan? Daerah ini dan sekitarnya masih mudah dijangkau oleh gerombolan Blancak Nyilu. Apalagi posisimu sudah ditemukan oleh anak buah Blancak Nyilu. Mereka pasti akan mengobrak-abrik hutan ini. Dan kamu sangat berbahaya jika masih berada disekitar hutan ini. Mau tak mau harus melawan.” Jelas Ki Baroto.
“Melawan?”
“Ya melawan dengan kekuatan yang kita punyai.”
“Mereka jumlahnya banyak Ki.”
“Tak usah takut dengan jumlah. Jumlah banyak belum menjamin mengalahkan yang jumlahnya sedikit, bangunlah kekuatan baru, bersekutulah dengan orang-orang yang telah didzolimi Blancak Nyilu, mereka pasti akan mendukungmu. Dan bisa menambah kekuatan untukmu. Tak perduli ular jenis apa yang penting berani dan bisa menggigit.” Jelas Ki Baroto.
“Baiklah Ki, akan kami coba cara-cara untuk bisa bertahan dalam menghadapi Blancak Nyilu dan pasukannya.” Ucap Joko.
“Ilmu Ajian Cermin Tatakan Diri dari kakang Bototo memang sangat ampuh untuk menghindar dan menyerang. Ajian itu bisa melumpuhkan musuhnya sampai batas kehabisan tenaga. Karena ajianmu itu seperti cermin yang bisa membias dan memantul.” Terang Ki Baroto.
“Ya Ki dan Guru berpesan padaku untuk menggunakan ilmu itu untuk kebaikan.”
“Tapi aku lihat masih sedikit ada kekurangan Joko, kau belum punya Ajian Melebur Bayu Sukma, jika kau bisa padukan kedua ajian itu aku bisa menilai betapa hebatnya kau.”