Mereka semua meninggal di tempat kejadian, meninggalkan Udin dan saudara-saudaranya dalam kebingungan dan kesedihan yang mendalam.
*****
Kematian kedua orangtuanya meninggalkan lubang yang besar dalam kehidupan Udin dan saudara-saudaranya. Mereka sekarang harus berjuang untuk bertahan hidup tanpa kasih sayang dan bimbingan orangtua mereka.
Meskipun sulit, Udin bertekad untuk menjadi sosok yang kuat dan tangguh bagi keluarganya.
Malam itu, Udin duduk sendiri di kamar kecilnya, memandangi langit-langit yang suram. Dia merasa sedih dan kehilangan, tetapi di dalam hatinya, ada api keberanian yang menyala.
Dia bertekad untuk tidak menyerah, untuk tetap berjuang demi keluarganya. Dengan tekad yang kuat, Udin bersumpah untuk menjadi tulang punggung keluarganya, meskipun dia masih muda.
Hari-hari berikutnya berlalu dengan cepat, diisi dengan tangisan, tawa, dan perjuangan. Udin dan saudara-saudaranya harus belajar beradaptasi dengan kehidupan tanpa orangtua mereka.
Mereka belajar memasak, membersihkan rumah, dan mengurus kebun mereka sendiri. Meskipun sulit, mereka saling mendukung satu sama lain, menjadi satu-satunya keluarga yang mereka miliki.
Nasib baik, salah satu saudara ibunya tidak memiliki anak dan sangat prihatin dengan keadaan Udin kakak-beradik. Mereka semua dianggapnya sebagai anak sendiri.
Udin bungsu yang cerdas dan bijak, seakan menjadi seperti figur ayah bagi saudara-saudaranya yang lain. Ditambah lagi dengan wajah dan perawakan seperti mengkopi almarhum ayahnya, memandangi Udin bagaikan memunculkan Avatar ayahnya ketika masih muda.
Dia memimpin dengan teladan dan bijaksana, memberikan nasihat dan dukungan kepada mereka di saat-saat sulit. Meskipun ia merasa terbebani oleh tanggung jawabnya yang besar, dia tidak pernah menunjukkan kelemahan di depan mereka.